Share

Firasat

Penulis: Mega Silvia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-28 10:23:34

Pierre kembali ke barak setelah malam begitu larut. Saat ini ia sudah bisa jauh lebih tenang. Berada terus dalam bahaya, membuat Pierre bisa menertralkan perasaan takutnya dan fokus pada tujuan utama. Hal yang mesti ia lakukan, yaitu cepat melaporkan hilangnya Fawaz. Jujur, dalam hatinya terselip harapan besar jika Fawaz masih bisa selamat. Menyakini keajaiban membawa temannya kembali ke hadapannya. Dan mereka bisa pulang bersama-sama.

Pierre mengangkat alat komunikasi itu. Digoyangkan sebentar. Setelah yakin tidak rusak, ia mulai memakainya dan berharap kali ini direspon.

"Halo.., halo. Dengan Letnan dua Pierre. Saya ingin melaporkan, bahwa Letnan satu Fawaz menghilang di titik kordinat 10.3 arah timur."

Nafasnya masih tak beraturan. Malah ia juga merapatkan netranya karena rasanya hal itu masih menyesakkan rongga dada juga tidak bisa diterima oleh nalar.

"Halo, halo.., ada yang mendengar?" ulang Pierre. Suaranya mendapat tanggapan, sepertinya ada seseorang yang mencoba mengangkat panggilan.

"Halo dengan Sersan Mayor, Irsyal," jawab Irsyal. Ia adalah sahabat Fawaz sekaligus bawahan Pierre. Ialah yang seharusnya bertugas bersama Fawaz tetapi karena Irsyal sakit, ketika baru sampai di sini, sedang Fawaz membutuhkan rekan yang kuat, jadilah Pierre dan ia bertukar peran. Irsyal menjaga daerah yang lebih dekat dengan jalan bersama Bima, sesama Letnan Dua.

"Halo Mas Irsyal, ini aku Pierre. Mas Fawaz menghilang, Mas," ucapnya lagi sambil melap keringat yang menetes dari dahinya.

Irsyal yang berada di seberang telepon jadi berdiri. "Apa kamu bilang?!" Ia membentak dengan amarah. Kenapa ini bisa terjadi dan kenapa harus Fawaz? Ia sadar, jika Fawaz sampai tidak bisa ditemukan. Semua orang akan tau, dirinya dan Pierre bertukar lokasi. Tentu itu bukan hal yang bagus untuk kariernya.

"Bagaimana bisa?!" Walau jabatan Pierre lebih tinggi tetapi secara usia, ia jauh lebih muda ketimbang Irsyal dan sejak dulu, Pierre tidak pernah menunjukkan kekuasaan. Maka dari itu Irsyal dengan mudah menekannya.

Pierre tidak bisa lagi mengelak dari pertanyaan- pertanyaan menyudutkannya. Bahkan jika semua kesalahan berusaha ditimpakan kepadanya. Pierre merasa dirinya pantas mendapatkan itu semua. Kata cacian terlontar dari mulut Irsyal. Tapi anehnya Pierre tidak sakit hati. Ia malah memasukkan kata-kata itu ke palung sukmanya dan malah ikut menyalahkan diri sendiri.

***

Pencarian dimulai. Semua regu disatukan guna membantu pencarian Fawaz, rekan kerja yang sudah seperti keluarga sendiri. Sepanjang mencari, Pierre sama sekali tidak dilibatkan. Ia terus mendapat tatapan sinis dari yang lain.

"Kenapa kamu baru bilang sekarang?" Marah Irsyal lagi sembari mencengkram kerah baju Pierre.

Dia marah bukan cuma untuk Fawaz. Tapi buat dirinya sendiri. Tapi apa Irsyal bisa mengatakan itu di sini dan dalam kondisi seperti ini? Tidak! Dan opsi menyalahkan Pierre nyatanya membuat ia merasa lebih baik.

Pierre terdiam dengan tatapan nanar. Ia tidak ingin mengatakan bahwa sebelumnya ia juga sudah menelpon pusat. Hanya saja, tak ada yang menanggapi permohonannya.

Dari jauh, Bima melirik Pierre dengan perasaan gelisah. Ia takut seandainya Pierre mengatakan yang sebenarnya kalau dirinya sempat menerima panggilan itu. Bima yakin, Pierre mengenali suaranya.

Bisa di musuhi dengan yang lain seandainya saja Pierre berkata yang sejujurnya.

'Tidak, orang londo itu tidak akan pernah berani buka suara. Aku yakin itu,' senandika Bima dalam hati.

"Sudah.., sudah." Yunus datang menengahi. Bukannya karena ia juga tidak marah pada Pierre. Tetapi, saat ini yang terpenting adalah terus melakukan observasi hutan demi menemukan Fawaz secepatnya sebelum hari berganti malam. Ia takut jika bintang-bintang itu sudah mencabik tubuh Fawaz tanpa tersisa.

Yunus menatap Pierre penuh kebencian, dalam hati ia merasa apakah semua ini memang kesengajaan dari Pierre agar ia bisa naik jabatan dengan mudah? Entah, hanya Pierre yang mengetahui niatannya. Kebetulan posisinya sebagai bawahan Fawaz membuatnya dengan mudah dicurigai siapa pun.

Pierre menarik bajunya dan membetul kan lencana miliknya. Melihat itu, Irsyal melerai pegangan dan terdiam. Dia tidak menyangka, satu gerakan Pierre sudah mampu menyadarkan posisinya.

'Mas Bima sejak tadi memperhatikan aku.' Suara hati Pierre. Meski diam, tapi bukan berarti ia tidak sadar pandangan orang terhadapnya. Ia tahu kenapa Bima terus menatapnya, tak lain karena Bima takut Pierre bilang kepada semua orang tentang kejadian yang sebenarnya dan sayangnya ia bukan anak kecil yang suka mengadu. Apalagi sesuatu yang tidak mendasar dan minim barang bukti. Pierre bukan orang bodoh yang menjerumuskan dirinya makin dalam dikabut prasangka. Baginya diam adalah solusi.

Bicara saat ini, cuma akan menimbulkan kesitegangan sesama regu. Sedang, pencarian Fawaz masih jadi yang utama.

Dan di mata Pierre, Irsyal begitu karena dia sangat menghormati Fawaz. Pierre tidak mengambil tindakan tegas dan mencoba memaklumi sikap Irsyal itu.

Tatapan kecewa begitu terasa, resah dan gelisah kehilangan sahabat terdekat yang membuatnya gelap mata. Bagi Pierre, Irsyal adalah orang yang tidak bisa menutupi suasana hatinya. Ia terlalu ekspresif dan sebenarnya itu tidak begitu baik. Ia bisa langsung marah hanya dengan melihat satu sisi tanpa mengonfirmasi keabsahannya.

Sedang Yunus, orang yang paling ditua,'kan. Sifatnya tegas dan tidak mudah percaya pada orang lain. Lagipula Pierre tidak tertarik membuat ia percaya padanya.

***

Praangg!!

Ayla terjongkok seraya membersihkan pecahan piring. Tapi tiba-tiba saja pecahan piring itu melukai tangannya

"Auuww..," ringisnya seorang diri. Ia merasa ada sesuatu hal yang terjadi. Namun.., buru-buru Ayla tepis. Ia tidak mau berburuk sangka akan takdir. Lagipula mempercayai firasat seperti itu bukanlah gayanya. Ia hanya percaya pada takdir Allah yang maha kuasa.

"Ya Allah, lindungilah suami hamba," harapnya, bergumam penuh kesungguhan. Lantas ia memandangi foto suaminya yang masih memakai seragam. Dalam foto itu Fawaz terlihat sangat gagah juga berwibawa. Membuat sudut bibir Ayla terangkat sebab mengagumi suaminya.

"Bunda.., kenapa?!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Berharap Lebih

    Nimas sudah keluar hutan. Beruntung ia tidak mengalami banyak hambatan kecuali wajahnya lesu terlalu kelelahan. Karena dirinya mengitari jalan berbeda dari biasanya, ia tidak langsung bertemu jalan raya tetapi sungai kecil dengan air yang cukup deras itu menantinya dan mesti ia seberangi. Nimas berpegangan pada setiap batu besar, jemari kaki mencengkram kerikil sampai rasanya telapak kakinya linu.Semua itu tidak Nimas pedulikan. Ia sudah sampai di sini. Pantang untuknya kembali. Setelah melalui sungai, Nimas memanjat ke atas tepi jalan dan menunggu mobil yang lewat. "Sebentar lagi subuh." Ia merasa ada kemungkinan bertemu dengan mobil pengangkut hewan ternak yang biasa akan ke pasar dan bisa ia mintai tolong. Nimas menunggu tanpa memperdulikan penampilannya yang kucal. Tapi itu bagus, orang-orang tidak akan bisa mengenalinya apa lagi ini masih sangat gelap. Nimas hanya berharap bukan para penjahat yang ditemuinya.Setengah jam menunggu, terlihat lampu mobil dari ujung berlawanan

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Segeralah Menikah Lagi

    Nimas menutup mata lekat. Tangannya ia letakkan di dada seraya merapal doa. Nimas tau, saat dirinya kabur. Artinya ia tidak bisa lagi bebas kembali ke makam ayahnya. Hal itu membuat air matanya jatuh tapi ia berusaha menahan sesenggukkan sampai rasanya dadanya sangat sesak. Sangat sakit bukan, tidak bisa mengunjungi makam orangtua saat rindu melanda. Tapi Nimas juga gak ingin menjadi istri kedua lelaki tua bangka. Tepat seperti dugaannya, beberapa orang terlihat mencarinya dengan tampang panik. Nimas yakin, mereka semua dimarahi oleh pak Rudi. Cepat ia memepet batang pohon. Berharap rindangnya dedauan dapat menutupi bayangannya. 'Apa aku naik saja ke atas?' Nimas ingin nekat panjat pohon. Tapi ia juga tidak begitu lihai, yang ada malah memancing keributan. Nimas mulai merapal doa. Ia sangat percaya, hanya doa yang bisa menyelamatkannya saat ini. Hasbunallah wa ni'mal wakiil(Cukuplah Allah menjadi penolong kami. Dan Allah adalah sebaik-baiknya pelindung)Doa yang terus ia lantun

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Nimas Kabur

    Kesedihan masih membayanginya, dan kini Nimas kembali ditimpa masalah.Ditinggal sebatang kara di dunia yang belum puas ia kenali. Kekejaman ditunjukkan para warga, yang selama ini Nimas anggap sebagai saudara membuat ia putus asa. Namun, di tengah kegamangan yang Nimas rasakan. Pak Rudi memawarkan secercah sinar. Kabarnya lelaki itu punya sebidang tanah khusus makam keluarga. Di sana, Nimas diperbolehkan mensemayamkan jasad ayahnya."Alhamdulilah Ya Allah. Terima kasih, Pak." "Saya hanya membantu sebagai keluarga." Tanpa bertanya lebih lanjut, Nimas mengikuti setiap prosesi. Butuh satu jam untuk menyelesaikannya. Kini, ia terjongkok di samping papan nisan yang berdiri tegak seraya mengelusnya. "Abi gak perlu khawatirin aku. Aku pasti bisa mengurus diri aku sendiri." Gadis itu tersenyum, mencoba untuk kuat. Setelahnya, Nimas menghampiri pak Rudi demi menyampaikan rasa terima kasihnya sekali lagi. Habis itu Nimas berencana pulang lalu esoknya kembali menemani Ikhsan di rumah sakit

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Bagaimana Caranya Balas Budi?

    Dengan berat hati Nimas memberi kabar ke para pemangku wilayah di daerah kampungnya tentang kepergiaan abi Majid.Sementara di rumah sakit, ia telah mengurus ijin kepulangan jenazah. "Terima kasih pak Said. Mohon dibantu mencarikan tanah kuburan buat abi." Nimas menelpon dari telepon rumah sakit. Menurut pak Said, ia akan menyiarkan berita duka ini ke semua warga dan mungkin tidak lama akan ada mobil yang menjemput mereka. "Kamu yang sabar, Nimas." Nimas tersenyum tipis. Kata-kata pak Said cukup menghiburnya, tapi ada yang ia pikirkan. Yaitu nasib pria yang ia tolong, salah satu kenangan perbuatan baik abinya semasa hidup.Bila Nimas kembali ke desa untuk waktu lama, lalu pria itu dengan siapa?!Akhirnya Nimas menitipkan Fawaz pada seorang suster tua. "... saya minta tolong Suster. Saya harus kembali secepatnya. Tapi saya juga kesulitan meninggalkannya." Nimas melirik ke arah Fawaz. Suster bernama Jihan itu ikut merasakan kegelisahan yang Nimas rasakan. Bisa dilihat, Nimas sangat

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Kedudukan Anak Yatim

    "Hah! Mbak, benaran deh. Mbak gak bisa kayak gini. Mbak tau kan, seorang ayah bertanggung jawab menafkahi anak-anaknya. Meski mas Fawaz sudah gak ada, tapi dia punya harta peninggalan yang bisa diberikan ke Yusuf juga Balqis." Ayla yang menjalani musibah, Kia yang merasa tidak tahan. Melihat anak-anak Fawaz hidup hemat. Pun, Ayla yang mulai mencari pekerjaan sebagai penjaga toko.Katanya, selama menjaga toko roti itu Ayla boleh membawa Balqis. Gaji yang ditawarkan tidak besar. Tetapi Ayla begitu bersyukur masih bisa kerja.Kia menyentuh punggung tangan Ayla. "Mbak gak mau kan mas Fawaz gak tenang di sana karena mengabaikan anak dan istrinya." "Ki!" Ayla jadi tegas. Baginya, Fawaz tidak begitu. Ia tidak pernah mengabaikan keluarga. Malah, Fawaz selalu mengutamakan keluarga di atas segalanya. Tapi saat ini lelaki itu sudah habis kewajibannya. Giliran Ayla merawat kedua hatinya agar menjadi anak yang soleh dan soleha.Baru berharap demikian, ia mendengar keributan di luar."Mbak. Itu

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Wanita Istimewa

    Hari ini giliran Pierre mengajar di taman bersama anak-anak, ia sama sekali tidak terlihat risih. Pierre sampai berpikir apa 'kelainan' yang ia idap perlahan menghilang? Atau hanya faktor cuaca cerah dan berkumpul di taman yang lega membuat perasaannya lebih tentram.Semua pertanyaan anak-anak itu Pierre jawab dengan suka cita."Om udah punya anak belom?" "Belum, Shafea," jawab Pierre tersenyum pada anak usia enam tahun itu. "Kok belom sih?" Shafea tidak sepenuhnya percaya. Gaya anak itu untuk mengintrograsi dirinya membuat Pierre terkekeh geli."Yah Om nikah aja belum... ." Sedetik ia bilang begitu, beberapa gadis remaja melirik ke Pierre. Spontan Wishaka tertawa keras.Apa yang Pierre katakan ibaratnya seperti memberi umpan untuk ikan kelaparan. Sebab kini mereka belajar di tengah kerumunan banyak orang. 'Aduh gawat nih!' Pierre menutup muka cepat. Rasa groginya timbul lagi.Ide belajar di luar kelas darurat sepertinya tidak berjalan dengan baik.Malam harinya, setelah ia seles

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status