/ Romansa / Jodoh Tenggat Waktu / Perjanjian Pernikahan

공유

Perjanjian Pernikahan

작가: Rianafni
last update 최신 업데이트: 2024-01-29 15:09:29

"Sebaiknya kita bikin perjanjian di pernikahan ini. Mungkin berpisah setelah punya anak, bisa jadi syarat utama di perjanjian itu," cetus Aluna menatap Bima dengan tatapan penuh ketakutan. "Aku ... ngerasa harus bikin 'asuransi' buat nyelamatin diri aku sendiri."

"Apa yang bikin kamu ngerasa terancam?" tanya Bima ketika mereka bertatapan di depan makam Cassandra.

"Semuanya," jawab Aluna menunjuk Bima dan makam Cassandra. Tatapan perempuan itu kosong seperti tengah melamun. "Ini sedikit konyol, tapi aku enggak mungkin rela hamil besar dan melihat kamu berziarah setiap hari ke kuburan ini."

Bukan tentang perasaan, tetapi ego Aluna sebagai perempuan merasa tersentil ketika dia melihat Bima lebih 'dalam' menatap pusara kuburan dibanding menatap dirinya—yang berstatus sebagai istri.

Ini, benar-benar hanya tentang ego, bukan?

"Aku sudah menekankan sejak awal—"

"Ya aku tahu, kamu sudah menekankan sejak awal kalau pernikahan ini tanpa melibatkan perasaan. Makanya aku mau memberi sedikit jarak dengan membuat perjanjian pernikahan."

"Kita bicarakan nanti."

Aluna mengajukan protes lewat tatapan matanya. Namun Bima tidak terbantah, lelaki itu menarik sikut Aluna dengan lembut untuk mengajaknya ke mobil. Sayangnya Aluna tidak membiarkan hal itu terjadi, dia menepis sentuhan suaminya.

Sekian lama di dalam mobil, tidak ada yang mau memecahkan keheningan. Bima dengan fokusnya menyetir, dan Aluna yang pura-pura acuh tak acuh.

"Al, mau minum?"

Aluna melirik tajam Bima yang tiba-tiba menawarkan dirinya minuman. Apa Bima mendengar suara dengkusan kerasnya dan mengira dia membutuhkan air untuk meredam emosinya?

"Kenapa nawarin?"

"Cuma nawarin. Kalau enggak mau, ya sudah. Jangan emosi!"

Aluna menipiskan bibirnya. Dia tidak suka ketika Bima sudah pintar mengenali emosinya. Ya, Aluna memang sedang sangat haus. Namun dia menahan dirinya agar Bima tidak merasa menang.

"Bagiku perjanjian pernikahan cuma buat orang-orang yang ketakutan," kata Bima ketika lelaki itu mengetuk-ngetuk jempolnya ke roda kemudi. "Aku udah bilang sejak awal Al, aku akan kasih apapun buat kamu selayaknya suami ke istri. Itu artinya, kamu juga boleh mengajukan cerai misal enggak 'tahan' dengan apa yang ada di rumah tangga ini."

Bima menoleh, sepasang mata teduhnya yang dihiasi bulu mata lentik menatap Aluna. Bima melanjutkan, "Enggak ada pemaksaan. Bahkan untuk urusan uang pun, aku sama sekali enggak akan mempersulit."

"Gimana soal anak?"

"Gimana apanya?"

"Kalau ... kita punya anak terus pisah, kita enggak bakal meributkan hak asuh, kan?"

"Tergantung—"

Aluna memotong dengan senyum kemenangan. "Itu yang aku maksud."

"Kalau kita pisah karena kesalahan kamu, misal kamu selingkuh, itu jelas membuat kamu punya poin negatif sebagai pihak yang mendapat hak asuh. Karakter 'tukang selingkuh' tidak cocok untuk lingkungan anak," jelas Bima kembali melajukan mobilnya. Sesekali, lelaki itu akan menoleh sehingga mereka bisa bertemu pandang.

"Kenapa aku yang jadi contoh?" desis Aluna melirik tajam. Nada suara Bima yang 'sangat dosen sekali' membuat Aluna merasa dirinya sedang dibombardir dosen penguji yang super killer.

"Enggak mungkin aku."

Aluna ingin membantah, tetapi Bima memang jujur. Jangankan selingkuh ke perempuan lain, menghargai Aluna yang istrinya saja lelaki itu tak mampu.

Hatinya hanya berisi Cassandra.

"Aku yakin enggak bakal begitu, jadi kalau kita punya anak, hak asuhnya bakal jatuh ke tanganku."

"Dengan syarat dan ketentuan berlaku."

"Misal?"

"Jangan membatasi pertemuan aku dan keluargaku ke anak itu."

"Oke."

Aluna terdiam setelah mengangguki permintaan Bima. Lima detik kemudian, dia baru sadar, pembicaram mereka begitu 'melampaui masa depan'. Bagaimana mungkin mereka membicarakan anak ketika ... kemungkinan bersentuhan saja terdengar sangat menjijikan?

Aluna diam-diam melirik Bima di sampingnya. Matanya menatap struktur rahang tegas Bima, melihat betapa bangirnya hidung Bima lalu ... bibir tipis yang merah gelap tanpa campur tangan nikotin.

Tunggu ... kenapa rasanya menggelikan bersentuhan dengan Bima?

Apa karena selama belasan tahun dekat dan pacaran dengan Cakra, lelaki itu tak pernah memperlakukannya selayaknya kekasih? Apa karena selama ini kesan tomboy sudah mendarah daging di dalam diri Aluna?

Aluna menggeleng-gelengkan kepala ketika bayangan dirinya bermesraan dengan Bima tiba-tiba hadir di otaknya. Astaga, Al, kamu sudah menikah, tetapi kenapa masih menolak memikirkan hal itu? Sebagian hatinya yang waras seolah menjadi penengah ributnya sesuatu di otak Aluna.

Syukurlah Aluna tidak berlama-lama menyiksa diri di dalam mobil berdua dengan Bima. Sebab mobil suaminya ini sudah memasuki wilayah perumahan yang cukup terkenal di Kuningan. Posisinya yang strategis menjadi asal muasal perumahan ini memiliki harga yang fantastis.

Aluna sudah mengetahui sejak lama jika Bima sudah memiliki banyak aset di usianya yang masih muda. Jadi, dia tidak heran lagi. Dan tidak tersanjung pula karena Cakra—mantan kekasihnya, jauh lebih 'sultan' dibanding Bima yang hanya berprofesi sebagai dosen.

"Kita akan tinggal disini."

"Kamu udah bilang itu sebelum kita nikah."

"Iya," balas Bima mengangguk. Lelaki itu menjadi yang pertama keluar dari mobil.

Aluna membuka pintu dan turun menyusul dari mobil. Dia membantu Bima membawa beberapa barang dari bagasi.

Itu hanya sebagian milik Aluna. Mereka memang belum sepenuhnya pindah sebab budaya di daerah Aluna, mewajibkan syukuran ketika hendak pindah rumah.

Kedatangan mereka ke rumah ini pun sebenarnya tak lain hanya tuk mengambil charge ponsel Bima yang tertinggal.

Sekalian nyicil baju, begitu rencana Bima.

Setelah mengambil charge, mereka pergi ke rumah orang tua Bima yang ada di Kuningan. Kedatangannya disambut hangat. Status baru yang melabeli keduanya adalah alasan penyambutan hangat tersebut.

Sekitar pukul 8 malam, mereka kembali pulang ke Jalaksana.

"Kirain mau nginep Al," kata Lizy menyambut keduanya.

"Enggak kok," kata Aluna membantah ucapan ibunya.

"Udah pada makan?"

"Udah di luar Mah," jawab Bima.

Aluna membalas ucapan Bima dengan pamit ke dapur, katanya hendak memasukan makanan yang tersisa ke dalam kulkas.

Malam kedua itu, rasanya tak ada bedanya.

Aluna tidak menemukan sesuatu yang spesial.

Dia tidur di sebelah Bima dengan satu selimut berdua. Bima membuat semuanya mudah, lelaki itu tidur membelakangi Aluna dan membuat Alunn berpikir mungkin dia tidak menarik sampai Bima mengabaikannya di malam kedua.

Kalau sudah begini, terasa lucu di perjalanan pagi tadi mereka membicarakan hak asuh anak.

Menghela nafas, Aluna balas membelakangi Bima. Perempuan berambut sebahu itu, menatap dinding tembok kamarnya yang dipenuhi poster hitam putih.

Aluna menyabarkan dirinya sendiri bahwa dengan sifat menyebalkan ini, Bima sejatinya adalah lelaki yang baik bibit bebet dan bobotnya. Lelaki ini membuat keluarganya bahagia. Terlepas Aluna nyaman atau tidak, ini hanya masalah waktu.

Nanti, dia juga akan terbiasa.

Lagipula posisi dirinya dan Bima masih sangat rentan. Akan aneh dan membingungkan jika mereka bercinta di malam ini. Aluna sedikit punya kepercayaan diri setelah kepalanya mendapat kalimat penenang positif.

Namun dugaannya salah, pagi hari sekitar jam 2, Aluna terbangunkan oleh bisikan rendah di kupingnya.

Oh ini waktunya, gumam Aluna ketika membuka mata dan mendapati Bima menatapnya dengan tatapan lain. Mungkin, ini yang teman-temannya sebut tatapan bergairah.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
댓글 (1)
goodnovel comment avatar
MaMa INa
bakal bikin emosi kaya cerita riga sama Sidney gk ya?
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • Jodoh Tenggat Waktu   67). Damai

    "Al jangan lari!"Aluna tidak mengindahkan teriakan itu. Dia tetap berlari.  Dia menggunakan seluruh energinya untuk cepat sampai tangga dan naik ke kamarnya. Aluna akan mengunci pintu sehingga Bima tidak perlu ada di satu ruangan dengannya. Untuk malam ini saja, Aluna ingin sedikit egois. Dia lelah bertengkar. Situasi tegang tak bagus untuk bayinya, apalagi sekarang adalah jam tidur. Aluna tidak boleh stress. "Aku minta maaf Al ..."Di belakang, Bima masih saja meracau. "Selama 3 hari kemarin aku mikirin soal kita, aku mikirin bayi kita juga."Aluna tidak menyukai panggilan 'bayi kita' kendati faktanya bayi ini memang memiliki setengah gen dirinya dan Bima. "Al ..." Teriakan Bima menjadi suara terakhir yang Aluna ingat ketika rasa pening karena terlalu banyak berpikir membuatnya limbung. Dia hampir jatuh terguling di atas tangga, tetapi urung karena Bima tiba-tiba sudah ada di belakang

  • Jodoh Tenggat Waktu   66). Kegaduhan

    "Al, bangun! Ada A Bima jemput kamu pulang!" Aluna menggeliat karena diganggu tidurnya. Perempuan itu bergeming berpikir bisikan itu hanya potongan mimpinya. Namun, dengan tangan yang mengelus pipi, Aluna tahu suara itu nyata. Dibukanya mata, Aluna mendapati Lela menatapnya cemas. Tatapan perempuan berwajah manis ini terlihat pucat. Entah karena ini sudah tengah malam atau karena alasan lain."Ada A Bima di depan," bisik Lela mengulang informasi. "Bima?" tanya Aluna menekuk sikut sehingga dia bisa duduk. Aluna menatap kamar Lela yang serba pastel. Ternyata dia memang tidur di kamar Lela, pantas kasurnya terasa lain. Ditatapnya jam dinding yang menjadi dekorasi kamar, ternyata sudah pukul 10 malam."Kok aku bisa tidur disini La?"  "Tadi teteh kan ketiduran di kamarnya A Kalis, terus sama Ibu diajak pindah kamar, enggak inget?"Aluna menggeleng. "Oke, oke, yang penting selamat. Yuk keluar?

  • Jodoh Tenggat Waktu   65). Semakin Kacau

    Wajah Aluna sudah macam korban sengatan lebah. Aluna mengompres matanya yang bengkak di dapur. Dia melakukannya sembari menunggu air di dalam teko yang dia panaskan di kompor lekas mendidih. Desing teko menguar keras. Aluna terjerat dalam lamunan. Perempuan yang memakai kaos semalam itu masih melamun dengan es batu mencair di tangannya. Ketika suara desing teko mendidih makin konstan, Aluna terlonjak dan lekas mematikannya. Betapa terkejutnya Aluna mendapati teko itu sudah kehilangan banyak air. Lamanya waktu yang dia biarkan membuat air di dalamnya menguap hilang. Mendesah, Aluna kembali mengulang. Mungkin perempuan itu tidak sepenuhnya sadar, bahwa alam bawah sadar telah membuatnya berulang kali melihat pintu. Bima tidak pulang sampai pagi. Kemana lelaki itu pergi? "Udahlah Al, mending kamu kerja biar cepet selesai," gumam Aluna menepis rasa khawatirnya. Dia membawa nampan berisi susu hamil rasa strawb

  • Jodoh Tenggat Waktu   64). Kacau

    "Kapan aku bilang begitu?" tanya Bima ketika Aluna menyindirnya soal suami tanpa perasaan. Nada suara Abimanyu Basudewa yang mendesis adalah pertanda, lelaki itu tidak sepenuhnya ingat soal kalimat lamarannya yang menyakitkan. "Waktu melamarku, kamu bilang bisa menghamiliku tanpa perasaan ..." jawab Aluna mengatakannya secara gamblang. Otak Bima tampaknya sedang mencerna, kening lelaki itu mengernyit. Lalu ketika hasilnya telah terproses, Abimanyu Basudewa termenung. "Al ...." lirihnya memanggil. Aluna menyeringai. "Semua kemarahan kamu di jalan tadi ... terlalu berlebihan Bim. Kamu keterlaluan karena hampir mencelakakan kita bertiga ...." maki Aluna.Bima mengerjap nanar mendengar kata 'bertiga'."Kamu harus malu marah-marah hanya karena telat dikasih tahu soal kehamilanku Bim, karena sebenarnya sejak awal, kamu udah ngomong ... hamilku itu bukan sesuatu yang bisa kita selebrasikan seperti pasutri pada umumnya!"

  • Jodoh Tenggat Waktu   63). Adu Otot

    Ketika Bima tiba-tiba mengajak pulang dengan nada dingin, Aluna buru-buru menghampiri Bima dan mengajaknya bicara di kamar. Namun, Bima sepertinya mengalami hari buruk. Lelaki itu memaksa Aluna segera pulang. Begitu mutlak, tegas dan tak terbantahkan. "Aku udah izin mau nginep sama Mamah dan Ayah, sorry tadi enggak ngabarin karena ponselku ketinggalan lagi," jelas Aluna tersenyum tipis. "Kamu ikut nginep aja ya Bim?""Kamu enggak paham maksudku Al? Aku bilang pulang, ya pulang!!" Aluna melebarkan pupil terkejut bukan main mendengar nada tajam Bima. Aluna menoleh tuk melihat reaksi orang tuanya, syukurlah suara televisi menjadi peredam suara sehingga mereka tidak mendengar ucapan Bima yang begitu tajam. Aluna kemudian mengalihkan tatapan ke depan. Menatap suaminya. Aluna bukan pembaca ekpsresi, tetapi tajamnya sorot pandang Bima, tentu adalah hal buruk.Menghela nafas, Aluna pun terpaksa mengangguki permintaan Bima u

  • Jodoh Tenggat Waktu   62). Berita Baik

    Rutenya selalu sama, apapun yang tidak diharapkan selalu Tuhan datangkan sebagai ujian. Seperti bakteri dan virus, yang lebih mahir membuat sistem imun belajar untuk kuat (Aluna)***Aluna pernah mendengar, jika kita sudah terlalu yakin akan suatu 'planning' maka akan ada saja sesuatu yang menggagalkannya. Aluna mengalaminya sekarang.  Berniat mengabari keluarganya soal kehamilannya satu hari pasca USG, planningnya malah molor sampai 4 hari setelahnya. Ya, telat 3 hari. Dan itu semua tidak sengaja dia lewatkan. Aluna benar-benar lupa akan hal itu. Dia sibuk mengejar deadline pekerjaan setelah hari dimana Bima membawanya ke kampus lantas main ke bioskop.Disini, kadang Aluna sadar bahwa manusia jangan terlalu percaya diri. Aluna yang sudah memikirkan reaksi kedua orang tuanya ketika tahu dia hamil sejatinya sudah melampaui takdir. Dia melupakan Tuhan dalam proses memikirkan planning itu. Yeah, karena sekaran

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status