Share

Bab 5

Kebersamaan Rayra dan Mada kemarin malam ternyata tertangkap mata oleh Edam. Selama beberapa hari Edam selalu berusaha menghadang Rayra tapi tak pernah berhasil karena ada Mada yang diam-diam mengikuti Rayra. Edam semakin geram juga semakin cemburu melihat Mada dan Rayra. Namun dia tidak menyerah. Rupanya malam ini tidak terlihat Mada mengikuti Rayra. Wanita itu pulang sendirian dan terlihat sibuk dengan ponselnya. 

Di tangan kanannya, Edam sudah memegang sebuah payung. Bukan dia gunakan untuk berlindung dari hujan, tapi dia sudah berniat jahat untuk melakukan sesuatu yang tak baik pada Rayra dengan payung itu. Dia bersembunyi di balik mobil yang diparkir di pinggir jalan. Menunggu Rayra melewatinya. 

Buk! 

Edam memukulkan payung itu ke belakang kepala Rayra. Seketika Rayra langsung terhuyung dan terjatuh pingsan. 

"Aku sudah mencoba baik padamu, Rayra! Tapi kamu malah semakin membuatku marah. Jangan salahkan aku jika aku begini padamu!" ucap Edam sambil menyibakkan rambut yang menutupi wajah Rayra. Merasa belum puas memukul Rayra, Edam melayangkan kakinya ke tubuh Rayra. Menendang tubuh Rayra yang sudah tak berdaya sebanyak 3 kali. 

"Hey!! Apa yang sedang kamu lakukan!!" Seorang bapak yang lewat memergoki aksi Edam. Akhirnya Edam langsung berlari kabur dan hilang di kegelapan.

**********

Rayra mencoba membuka matanya. Kepalanya terasa sangat pusing dan berat. Dia memandang ke sekeliling dan merasa sangat asing. Dia melihat dokter dan perawat berlalu lalang.

Rayra sadar kalau saat ini dia ada di rumah sakit. Hal terakhir yang diingatnya adalah ketika dia berjalan pulang menuju rumah ada seseorang yang memukul kepalanya. Dan setelah itu Rayra tidak ingat apa-apa lagi. 

"Nona, kamu sudah bangun?" Sebuah suara mengejutkan Rayra. Orang itu adalah bapak yang memergoki Edam saat tengah menendang Rayra.

"Anda siapa?" tanya Rayra bingung.

"Saya yang menolongmu tadi. Saya memergoki seorang pria menendangmu di pinggir jalan," jawab bapak itu. Rayra langsung bergidik, siapa lagi kalau bukan Edam pikirnya. Pria itu pasti Edam. Pria itu pasti sengaja menghadang Edam dan memukulnya. 

"Terima kasih, Pak. Atas pertolongan Bapak," ucap Rayra. Bapak itu hanya tersenyum.

"Lain kali jangan pulang sendirian lagi. Terlalu berbahaya," Rayra mengangguk pelan, sangat bersyukur ada orang yang menolongnya.

"Saya sudah menghubungi ibumu. Maaf lancang ya, nak. Saya membuka ponselmu tadi,"

"Tidak apa-apa,Pak. Justru saya sangat berterima kasih," 

***************

Mada menyandarkan tubuhnya di kursi. Begitu banyak masalah di kantornya hari ini. Dia melirik arlojinya, sudah pukul 12 malam. Hari ini dia tidak bisa menemani Rayra pulang. Dia hanya sempat mengirim beberapa chat pada Rayra. 

[Apa kamu sudah sampai rumah?] 

Itu isi chat terakhir yang dikirim Mada pada Rayra  dua jam yang lalu. Namun hingga saat ini tidak ada balasan sama sekali. 

"Apa mungkin dia sudah tidur?" gumam Mada kemudian merapikan berkas-berkas diatas mejanya. 

Terdengar bunyi pesan masuk. Mada langsung membuka ponselnya, berharap Rayra yang membalas pesannya.

[Aku sudah di rumah. Apa kamu sudah pulang juga?] 

Mada menghela nafas lega membaca isi chat Rayra. Rasa khawatirnya langsung sirna. Kemudian dia berpikir untuk menelpon Rayra sekedar untuk menjawab bahwa dia baru saja akan pulang. Entah kenapa dia ingin menelpon Rayra padahal bisa saja dia tinggal membalas chat wanita itu. 

"Halo," suara Rayra terdengar agak serak. 

"Halo, Rayra," balas Mada. Dia mengeryitkan dahinya ketika mendengar betapa ributnya suara dibelakang Rayra. 

"Kenapa ribut sekali? Kamu ada dimana, Rayra?" tanya Mada penasaran. Bahkan dia mendengar suara benda yang sangat familiar, seperti suara monitor di rumah sakit. 

"Kamu ada di rumah sakit??" Mada menanyai Rayra lagi. 

"Iya, aku sedang di rumah sakit," jawab Rayra pelan. "Tadi Edam datang dan memukulku," sambungnya. 

Tanpa pikir panjang, Mada langsung berlari keluar kantor dan menuju parkiran mobil. Ia melaju dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit dimana Rayra berada. 

************

"Mana yang sakit, nak?" tanya ibu Rayra sambil memeriksa seluruh badan Rayra berharap tidak ada memar lagi yang membekas di tubuh putrinya.

"Pinggangku yang terasa sakit, Bu," ucap Rayra sambil menahan sakit. Ibunya lalu menyingkap bajunya dan terlihat memar membiru di pinggang kiri putrinya.

"Sungguh keterlaluan Edam!" ucap ibu Rayra menahan tangis dan rasa marahnya.

"Haruskah kita pindah rumah saja, nak?" 

Rayra mengangguk lemah. Ia sudah sangat tersakiti karena sikap brutal Edam.

Tirai di samping tempat tidur Rayra terbuka. Terlihat Mada yang datang dengan nafas tersengal. 

"Mada," Rayra tidak menyangka Mada datang begitu cepat. 

"Nak Mada, kenapa repot-repot kemari padahal sudah sangat larut malam," ucap Ibu Rayra merasa tidak enak dengan Mada.

"Tidak Bu. Saya justru ingin meminta maaf karena saya tidak bisa mengantar Rayra pulang dan malah berakhir seperti ini," kata Mada dengan nada penuh penyesalan.

"Astaga, jangan bicara begitu. Bukan salahmu. Edam yang sudah sangat keterlaluan. Kami berencana akan pindah rumah saja, supaya Edam tidak bisa menemui Rayra lagi," 

"Bagaimana jika kalian pindah berdekatan dengan rumah saya, Bu? Mungkin bisa lebih aman bagi kalian," tawaran Mada membuat ibu Rayra girang. 

"Betapa leganya ibu jika kalian berdua bisa saling berdekatan!" 

Rayra menjadi salah tingkah karena tawaran Mada itu. Tinggal berjauhan saja  sudah membuat perasaan Rayra tidak karuan. Apalagi jika harus tinggal berdekatan. Bagaimana dia bisa menyembunyikan perasaannya.

"Ibumu sudah setuju, bagaimana denganmu, Rayra?" tanya Mada membuat Rayra semakin salah tingkah. Bahkan dia yakin sekarang wajahnya pasti merona merah.

"Aku terserah ibu saja," jawab Rayra singkat.  Mada tersenyum mendengarnya.

"Baiklah, nanti saya yang akan mencarikan rumah untuk ibu dan Rayra. Jadi kalian tidak perlu khawatir,"

"Ibu sangat bersyukur telah mengenalkan Rayra padamu," puji ibu Rayra sembari menepuk bahu Mada.

*******

Rayra terjebak dalam suasana hening yang sangat tidak nyaman. Bagaimana tidak, suara detak jantungnya saat ini pasti terdengar oleh Mada yang sedang duduk di samping tempat tidurnya. 

Rayra sudah dipindahkan ke bangsal. Jadi tidak lagi mendengar hiruk pikuk di ruang IGD. Ibunya yang kelelahan sudah tertidur pulas di sofa.

"Kamu tidak pulang?" tanya Rayra. 

"Aku membuatmu risih ya? Pertanyaan mu itu terdengar seperti ingin mengusirku," Mada memukul pelan dahi Rayra.

"Bukan begitu maksudku. Kamu kan baru saja pulang bekerja, apa tidak lelah?" ucap Rayra sambil mengusap dahinya yang barusan dipukul oleh Mada.

"Ibumu baru saja tertidur pulas. Kasihan beliau. Jadi biar aku yang menjagamu dulu,"

"Perhatianmu padaku apa tidak berlebihan?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Rayra. Perasaannya yang sudah tidak karuan membuat dia berpikir terlalu jauh dan berharap terlalu jauh. Yang dia sadari adalah perasaannya yang telah jatuh terlalu dalam sudah mulai berubah menjadi rasa suka dan entah apakah nantinya akan berujung menjadi cinta atau tidak.

"Maksudmu?" Mada balik bertanya. 

"Ti, tidak! Lupakan apa yang kukatakan," kata Rayra buru-buru menarik ucapannya yang tadi. 

"Tidurlah. Sepertinya kamu kelelahan. Aku akan menemanimu," tatapan Mada berubah sangat teduh. Rayra terpana melihatnya. Bukan salahnya jika ia terlalu jauh berharap pada hubungannya selama ini dengan Mada. Pria itu terlalu baik padanya dan bahkan terlalu baik untuknya.

************

"Perhatianmu padaku apa tidak berlebihan?" Pertanyaan Rayra membuat Mada tersadar. Bahwa memang kepedulian yang ia berikan pada Rayra sudah di luar batas wajar. 

Mada menatap wajah Rayra yang sudah mulai tertidur. Sudah terlalu sering dia melihat Rayra yang meringis sakit. Bisa dia bayangkan berapa banyak memar yang sudah diberikan Edam pada Rayra. Bahkan saat ini sudah bertambah lagi dengan perban yang melingkari kepala Rayra. Kata ibu Rayra syukurnya hanyalah gegar otak ringan. Tapi Mada tetap tidak tenang, Edam bisa saja kembali lagi dan mengulangi perbuatannya pada Rayra. Karena itu tadi dia menawarkan Rayra dan ibunya agar tinggal berdekatan dengannya.

********

Rayra membuka matanya. Cahaya matahari dari luar jendela sangat menyilaukan, ia harus memicingkan matanya untuk melihat ke sekitar. Dilihatnya ibunya sudah tidak ada di sofa. 

Deg!

Detak jantung Rayra terdengar jelas saat ia melihat pemandangan indah di sampingnya. 

Mada masih duduk di kursi di samping tempat tidurnya, namun pria itu tertidur pulas dan meletakkan kepalanya di atas tempat tidur. Wajah tampannya semakin bersinar karena terkena cahaya matahari. Rayra menatap Mada tanpa berkedip. Sangat ingin disentuhnya wajah yang begitu menenangkannya itu. Tanpa sadar tangannya bergerak ingin menyentuh pipi Mada. 

Sejengkal lagi tangannya menyentuh pipi Mada. Tiba-tiba Mada bangun dan mulai membuka matanya. Buru-buru Rayra menjauhkan tangannya.

"Kamu sudah bangun?" tanya Mada kemudian menguap lebar.

"Kenapa kamu malah tidur disini bukannya pulang," tegur Rayra. Mada cuma tersenyum. 

"Putri ibu sudah bangun?" Ibu Rayra tiba-tiba datang dan membawa banyak makanan juga buah.

"Ibu darimana saja?" Rayra balik bertanya. Ibunya tak menghiraukan dan mulai menyusun makanan di meja.

"Nak Mada, ayo lekas sarapan. Kamu pasti lapar kan? Maafkan ibu ya malah tertidur sangat pulas. Jadinya Nak Mada yang harus menjaga Rayra," 

"Tidak apa-apa, Bu. Pasti ibu juga kelelahan kan kemarin," kata Mada tersenyum dan mendekati meja yang sudah penuh dengan makanan.

"Wah, kelihatannya enak!" ucapnya girang. Rayra tertawa melihat tingkah Mada yang selalu antusias melihat makanan. 

Keberadaan Mada membuat Rayra merasa tenang. Biasanya jika terjadi sesuatu padanya karena Edam, sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu ia akan mengalami trauma atau shock yang berat. Tapi setelah Mada menolongnya, semua perasaan takut Rayra teralihkan oleh perasaan nyaman dan senang. Bahkan melihat wajah Mada saja bisa membuat Rayra merasa senang.

Semakin kesini Rayra semakin yakin jika ia telah jatuh cinta pada Mada. Dan perasaan itu sudah tidak bisa ditarik kembali. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status