Share

Bab 2

Satu Minggu kemudian...

Percakapan antara Rayra dan ibunya malam itu masih tergambar jelas di ingatan Rayra. Betapa ibunya mengiba memintanya untuk menemui pria yang dimaksud oleh ibunya itu. Rayra bahkan belum bertanya banyak mengenai pria yang akan ditemuinya itu. Darimana ibunya mengenalnya dan semudah itu pula ibunya langsung merencanakan pertemuan mereka. 

Hari ini mereka akan bertemu. Rayra masih ragu-ragu untuk memasuki cafe tempat mereka janji bertemu. Kaki Rayra terasa sangat berat untuk melangkah masuk. Rasa trauma dan takutnya akan sosok Edam membuat ia berpikir bahwa semua laki-laki punya potensi memiliki sifat seperti Edam.

Tiba-tiba ponsel Rayra berdering. Tampak jelas tulisan terpampang di panggilan telepon itu. "Edam" dengan emotikon hati dibelakangnya. Rayra sempat mengutuk dirinya sendiri karena belum menghapus emotikon tersebut. 

Tanpa sadar tangannya gemetar, rasa takut seketika langsung mengaliri tubuhnya. Rayra tak mau mendengar suara pria psikopat itu. Demi mengalihkan rasa takutnya, akhirnya Rayra melangkahkan kakinya masuk ke cafe itu. 

"Aku harus mengakhiri ini semua," ucapnya dalam hati. Berharap dan berdoa semoga semua rasa sakit ini akan berakhir dengan segera. 

Lovely Cafe meja nomor 7. Itu pesan dari ibunya. Rayra mengedarkan pandangan ke ruangan cafe dengan meja kursi tersusun rapi dan beberapa sudah terisi oleh pengunjung.

Hati Rayra berdesir tanpa sadar. Di meja nomor 7 itu sudah duduk seorang pria yang mengenakan kemeja berwarna biru muda dengan lengan kemeja dilipat hampir siku tangannya. Wajah pria itu tampan dan begitu tenang. 

Rayra menepuk pipinya sendiri. Merasa aneh dengan dirinya sendiri. Mungkin itu yang dinamakan terpesona. 

"Hai," Rayra menegur pria itu. 

Pria itu menoleh pada Rayra dan tersenyum. Kemudian ia segera berdiri.

"Nona Rayra?" tanya nya dengan senyum menawan.

"Ya, benar," jawab Rayra agak sedikit kikuk. Pria itu langsung mempersilahkan Rayra untuk duduk di depannya dan membantu Rayra untuk menarik sedikit kursi untuk duduk.

"Terima kasih," Rayra berusaha menutupi betapa kikuk dan kakunya ia sekarang. Dia bahkan sempat heran darimana ibunya bisa kenal pria tampan seperti yang ada di depannya saat ini.

Suasana hening untuk beberapa saat. Rayra bingung apa yang harus dia katakan untuk memulai pembicaraan. Bahkan dia tak berani menatap pria di depannya itu.

"Ehm!" pria itu berdeham dan tampak disengaja. Rayra kaget dan menatap pria itu sejenak. 

"Maaf, aku bukan tipe pria yang bisa berbasa-basi. Jadi mari kita bicara jujur satu sama lain. Namaku Mada Aditama," pria itu berbicara dengan sangat antusias dan tak henti-hentinya menebar senyum yg menawan bagi Rayra.

"Pertemuan ini terjadi karena ibu kita berdua adalah sahabat. Dan tentunya aku hadir disini karena permintaan ibuku. Mungkin seperti itu juga yg terjadi padamu, bukan?" lanjut pria itu dengan santai. Dia dengan mudah mengeluarkan isi kepalanya sedangkan Rayra masih saja diam kikuk tidak tahu harus menjawab apa.

"Dari pertama kita bertemu tadi, tampaknya kamu kelihatan seperti kikuk atau tertekan ...Mungkin?" ucap pria itu hati-hati. Dia berusaha mencari tatapan mata Rayra yang sedari tadi hanya menundukkan wajahnya ke bawah dan sesekali mengedarkan pandang keluar jendela cafe.

"Apa aku membuatmu risih?" tanya pria itu lagi. 

"Ti, tidak," jawab Rayra terbata. Dia ingin sekali menjawab bahwa kehadirannya saat ini juga karena permintaan ibunya dan usaha agar dia bisa lepas dari Edam.

"Em ...Bagaimana mengatakannya ya? Yang pasti kita jalani saja dulu sesuai yang ibu kita inginkan. Lagipula mereka hanya meminta kita untuk bertemu. Jadi, kita tidak perlu tertekan karena ini. Maksudku, mungkin kamu sudah punya kekasih," ucap pria itu. Dia tersenyum saat akhirnya Rayra mau menatapnya. 

"Kamu sendiri bagaimana? Apa sudah punya kekasih?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Rayra.

Pria itu terdiam, tidak menjawab. Malah mengalihkan pandangan ke luar jendela.

"Jika ada, aku rasa pertemuan kita ini tidak perlu dilanjutkan," lanjut Rayra. Dia mengatakan hal itu karena pada akhirnya dia tidak sampai hati jika pria di depannya itu hanya dia jadikan tameng untuk menghadapi Edam. Sementara pria itu juga punya kisah hidup sendiri. 

Rayra berdiri dari duduknya. Tidak ada alasan lagi baginya untuk tetap duduk disana. Dari awal dia sudah merasa bahwa ide ini memang tidak cocok. Tidak boleh ada orang lain yang dikorbankan. Apalagi dia tahu bagaimana sifat dan perilaku Edam. Rayra takut pria itu malah hanya akan jadi sasaran Edam. 

"Hei, kita baru saja mulai. Kenapa kamu sudah mau pergi?" pria yang bernama Mada itu bangkit dari duduknya dan berusaha mencegah Rayra pergi. 

"Lebih baik kita akhiri sekarang sebelum nantinya kamu yang akan menyesal," ucap Rayra tegas. Dia tak peduli Mada akan berpikir apa tentangnya. Tapi yang pasti Rayra tidak mau melanjutkan ini lagi. 

Dalam bus, Rayra berpikir keras tentang dirinya sendiri. Apa yang sebenarnya dia harapkan dari pertemuan tadi. Dia tahu ibunya hanya ingin berusaha mencari jalan keluar untuknya agar bisa menjauh dari Edam. Karena itu ibunya sangat berharap dari pertemuan ini nantinya akan berlanjut ke perjodohan dan pada akhirnya berujung pada pernikahan. Rayra tak ingin semua itu dijalani dengan hati yang palsu. Rayra berharap pertemuan itu menjadi hal yang sangat serius karena akan menentukan bagaimana masa depan dia nanti. 

Namun mendengar perkataan Mada yang begitu santai tadi membuat Rayra sadar bahwa Mada tak berniat serius karena mungkin saja sudah dia sudah punya kekasih. Rayra juga tak ingin menjalani hubungan palsu. Dan sudah sejauh inilah pemikiran Rayra.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status