Share

Jodoh Untuk Tuan Arogan
Jodoh Untuk Tuan Arogan
Penulis: Langit Biru Kelabu

Bab 1. Seleraku

"Lepaskan! Aku tak bersalah!" teriak gadis berambut panjang dan sedikit berwarna semburat merah. Sementara di dekatnya beberapa pot bunga nampak becah berantakan.

"Hai, gadis kecil. Sepertinya tidak pada tempatnya, kau bermain bola di sini!" Sebuah suara berwibawa terdengar. Beberapa orang lelaki yang memegang lengannya segera melepasnya.

Gadis itu segera menengok ke sumber suara tersebut, terlihat seseorang memakai stelan jas berwarna hitam, rapi. Rambutnya begitu licin berbelah pinggir, aroma parfumnya sudah menguasai penciuman gadis tersebut.

"Maafkan aku, aku tak tahu kalau bola yang ditendang temanku mengenai pot-pot ini, tuan. Aku hanya hendak mengambil bola tersebut. Tapi algojo tuan, malah memfitnahku memecahkan pot itu." 

Tuan beraroma wangi itu, memandang gadis di depannya, wajah imut, celana belel sebatas lutut, terlihat sangat tak sopan berpakaian seperti itu.

"Bukankah kau putri, Pak Pardi, bukan?"

"Betul, aku anak bungsu, tukang kebun anda, tuan."

Jawaban gadis itu membuat, tuan itu mengernyitkan dahinya. Caranya bicara sungguh berani dan tegas.

"Sudahlah, segera ambil bola itu, dan pergilah, ingat! Jangan pernah bermain bola dekat rumahku. Paham!"

"Paham! Terima kasih atas kebaikan, tuan, terima kasih." Tanpa rasa bersalah, gadis itu segera mengambil bola itu, tanpa permisi lagi langsung meninggalkan tempat tersebut.

Sepeninggal gadis tersebut. Tuan beraroma itu, menyuruh algojonya membersihkan pot-pot yang pecah dan berantakan itu.

Dari jauh terlihat, seoarng lelaki tampan, melihat kejadian tersebut sambil tersenyum, siapa gadis itu? Pikirnya.

***

Pagi ini, meja kerja Alden sudah penuh dengan map-map yang harus ditanda-tangani. Tapi, tangan lelaki gagah itu belum juga menyelesaikan tugasnya, pandangannya hanya tertuju pada satu pandang saja, nampaknya, dia sedang melamun.

"Tuan, tuan Alden. Mereka menunggu map itu. Lebih baik segera tanda-tangani, agar mereka bisa kembali bekerja." Sebuah suara mengagetkan Alden. Asisten pribadinya sudah memperingatinya beberapa kali. 

Alden tergagap, dan segera diambilnya pena emasnya, yang selalu tersemat di kantong kemeja dalam jasnya. Lalu,  segera menggoreskan tanda tangannya pada setiap map yang berisi permohonan kontrak dengan perusahan besar milik keluarga Sasongko Baskara.

"Iya, sudah. Silakan ambil kembali."

Mereka, para kepala divisi pun mengambil map-map mereka masing-masing. Dengan menganggukkan hormat, mereka langsung meninggalkan ruang kerja yang luas tersebut.

Ruangan kembali sepi. Asisten pribadinya, Lucky, mendekati tuannya.

"Tuan, Apa ada pikiran yang mengganjal?"

"Tidak, Lucky. Aku hanya tidak mood saja hari ini, tolong tinggalkan aku. Aku ingin sendiri dulu, jangan ganggu aku." Alden memberinya kode untuk keluar pada asisten pribadinya itu.

Lucky langsung pamit undur diri. Berarti tugasnya agak ringan, beberapa jam ke depan. Dirinyapun segera menuju kantin belakang kantor. Ingin ngopi susu sejenak, sambil melirik wanita pujaannya.

Alden masih termenung dalam ruangannya. Masih terngiang pembicaraan ibunya dan sang kakek, bahwasanya, dirinya harus secepatnya menikah agar tidak menjadi gunjingan dalam keluarga besar kakeknya. Juga urusan warisan dan harta keluarga kelak. Semua tergantung dari Alden sebagai pewaris tunggal. Lelaki berbola mata coklat itu menelan salivanya kasar. Memang dirinya adalah anak pertama ibunya dari suami pertamanya. Kini, Ayah kandungnya sudah meninggal. Ibu yang sudah menganggap Ayah mertuanya seperti ayahnya sendiri. Rela merawat sang kakek yang terkena struk bertahun-tahun.

Kedua adik  tiri Alden masih dalam pendidikannya. Mereka sebentar lagi lulus sekolah bisnis. Tomy dan Brendon. 

Sosok Alden berbeda jauh dengan kedua adiknya. Alden berkulit putih kemerahan, tinggi dan berbadan tegap. Wajah menawannya menjadi incaran gadis manapun. Sedang kedua adik tirinya ini, wajah-wajah Indonesia asli.

Ayah Alden meninggal karena sebuah kecelakaan, beruntung Alden kecil selamat dari peristiwa tersebut.

Beberapa tahun kemudian, Imelda, ibunda Alden, menikah kembali bersama pria lokal, asli Indonesia. Namun, lagi-lagi kemalangan menimpa Imelda, dirinya di ceraikan tanpa sebab, oleh suami ke duanya ini. Lalu meninggalkan dua anak lelaki yaitu Tomy dan Brendon. Tanpa adanya uang sepeserpun.

Akhirnya, Imelda kembali ke rumah besar suaminya, dan dengan tulus ikhlas merawat Ayah mertuanya yang terkena struk hingga sekarang.

"Nyonya, sarapan sudah siap." 

"Terima kasih, Rosa. Oh ya, sudah siapkan makanan sehat untuk kakek?"

"Sudah, Nyonya."

"Bagus, apa kita punya persediaan pisang, Rosa?"

"Ada, Nyonya."

"Buatkan cake pisang dengan saus madu, bukankah kakek sangat menyukai cake tersebut? Buat selembut mungkin, ya."

"Baik, Nyonya, laksakan." Rosa mengangguk sopan, dan meninggalkan ruang tamu. Kini dirinya berada di dapur utama. Ingatannya, kembali ke masa lalu, dimana Tuan besar dan Nyonya besar begitu sangat menyukai cake pisang Ambon. Hampir setiap hari, selalu ada cake pisang Ambon. Tidak pernah bosan untuk menikmatinya.

Suami istri ini sangat baik sekali. Keduanya asli dari negara Swiss. Keluarga yang sangat amat baik. Tak membedakan asisten rumah tangganya. Bahkan Nyonya besar, selalu turun ke dapur untuk memasak dalam jumlah banyak. "Nyonya, saya kangen denganmu," gumam Rosa pelan.

Rosa wanita yang paling dekat dengan Nyonya besar waktu itu, dirinya yang masih belia, banyak diajarkan ilmu masak dan ilmu tata Krama dari beliau. Hingga hampir setengah abad umurnya sekarang, Rosa ihklas mengabdi pada keluarga Baskoro Wicaksono ini.

Hingga Ayah Alden tumbuh besar, dialah pengasuhnya, sampai saat ini, Alden lebih dekat dengannya dari pada dengan Imelda, ibu kandungnya sendiri.

Ingatan Rosa kembali ke masa silam. Rumah besar bak istana ini, selalu ramai oleh anak kecil, yaitu teman-teman kampung. Ayah Alden bernama Wisnu Wicaksono, mereka merubah nama mereka sejak tinggal di Indonesia.

Atas perintah kakek, tanah luas belakang rumah, banyak pohon mangga dan rambutan. Bila berbuah selalu di bagikan dengan tetangga hingga seluruh warga kampung menikmati buah yang mahal kala itu.

Rosa tersenyum, bila mengingatnya. Masa-masa yang bahagia, beda dengan sekarang. 

Prang! Sebuah piring terjatuh, dan pecah berantakan. Seekor kucing sudah menyenggolnya.

"Hai, Medi! Kau!" Rosa berteriak membentak nama kucing tersebut.

Beberapa pekerja dapur, menghampiri Rosa.

"Biar aku saja yang bersihkan, Bibi Rosa."

"Ya, sudah, lakukanlah," ujar Rosa dan menyingkir sementara, agar lantai yang penuh dengan bekas pecahan piring bisa dibersihkan segera.

***

Pagi ini, suasana sepi di lahan belakang rumah, terlihat lelaki berpakaian komprang, nampak membersihkan rumput-rumput yang sudah mulai meninggi.

"Mengapa tak aku tanami berbagai macam sayuran saja di sini?" gumamnya pada dirinya sendiri.

Lelaki itu bermana Pardi. Lelaki yang berprofesi sebagai tukang kebon di keluarga besar itu. Pardi pun adalah tukang kebon yang sudah lama ikut dengan keluarga Alden. Lelaki tua itu kini tak sanggup bila harus mengurus semuanya. Jadi dia dibantu beberapa tenaga muda. Apalagi, ada usaha kecil dari keluarga ini yang tak pernah berhenti sejak dulu, yaitu pembuatan VCO, yaitu virgin coconut oil. Karena pohon kelapa yang berlimpah, maka memanfaatkan hal tersebut.

"Paman! Paman! Istirahatlah dulu. Lihat anakmu menyusul, "panggil sebuah suara. Dari jauh terlihat gadis dengan senyum riangnya melambaikan tangannya padanya.

"Ayah!!!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
Masih baca seruh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status