Share

bab 3. Sonia

Sean sudah lama tinggal d sebuahi kota tempat dia bekerja yaitu kota Batam. Kota ini lah yang membawa dirinya dalam kesuksesan berkarier sebagai kepala bagian keuangan. Sarjana ekonomi dengan nilai IP lumayan tinggi menjadikan dirinya mendapat posisi basah dalam kantornya. Bahkan karena penampilannya yang elegan, ganteng dan mudah bergaul menjadikan seorang Sean bisa langsung memikat sang bos untuk menerima bekerja di perusahaan besar.

"Pagi, sayang." sapa Sonia dalam ruangan kerja Sean. Karena tahu hari ini lelaki pujaannya sudah pulang dari kampung halamannya.

Sean langsung berdiri dan menyambut Sonya. Kedekatan mereka sudah 70 persen. Seyogianya, Sean akan membawa Sonya untuk dikenalkan pada Papanya sebagai calon istrinya, tapi apa daya? Ah, peduli apa. Batin Sean.

Dipeluknya tubuh Sonia. "Ih, jadi kangen," bisik Sonia, di dada Sean.

"Kangen apa nih, jangan ngeres, ,ya." ledek Sean dan melepas pelukannya. Sean pun masih punya unggah-ungguh pada wanita.

"Hey, siapa juga yang otak ngeres, kangen makan siang bareng, kamu ih ... Jangan-jangan kamu nih, yang otaknya kotor." timpal Sonia sambil memukul dada Sean keras.

"Uhg, sakitt ..." rengek manja Sean dan memegang bekas pukulan Sonya.

"Ih, lebay deh ..." Mereka pun tertawa bersama.

"Ya, sudah nanti kita makan siang bareng ya,"

"Oke, sip. Tapi nanti malam anterin ke studio ada pemotretan iklan."

"Boleh, sekalian lama nih nggak ke kafe."

"Oh, iya, nonton live musik ya."

" Iya, apa sih yang enggak buat kamu."

"Aku kembali kerja lagi, ingat janji ya, awas kalo nggak jadi, aku cubit kaya gini." Sonia pun mencubit pinggang Sean keras-keras.

"Aww ...." Sean langsung terpekik sakit. Sonia tertawa dan langsung keluar dari ruangan Sean.

"Awas loh, jangan gagal janjinya." ujar Sonia lagi dari balik pintu.

"Iya, janji." Sean mengacungkan dua jarinya sambil tersenyum.

Sonia kembali bekerja. Sean tertawa sendiri dengan tingkah Sonia yang membuatnya gemas.

Sepeninggal Sonia. Sean kembali duduk di kursi kerjanya. Hatinya bahagia. Sonia tidak tahu kalau dirinya sudah terikat dengan seorang wanita lain. Terlintas wajah Nadira. Wajah galak, tomboy, terkadang nyebelin juga karena suka menang sendiri. Dirinya akrab dengan Nadira karena setiap bermain selalu Dira yang membela dan melindunginya. Dira bak pahlawan dalam masa kecilnya. Ada saja ide permainan darinya. Tapi rasanya tak ikhlas harus berjodoh dengan Dira. Sean menembuskan napasnya kesal. Entahlah, apa yang dipikirkan tentang perjodohan ini di mata Nadira. Lama sekali Sean tak berkomunikasi dengan Dira, sejak dirinya bekerja di Batam ini. Untuk sekedar bertemu pun jarang.

beralih, pada Sean, lelaki tampan itu masih saja merenung tentang Dira, bahkan kegiatan Dira pun tak di ketahui Sean. Tak terlintas bagaimana wajahnya. Kemarin malam yang diingat cuma kebaya yang melekat ditubuh Dira. Yang tadinya mau tertawa ngakak, melihat penampilan tomboy nya menjadi —, tunggu mengapa aku harus mengingatnya. "Ahhgg ... Kacau!" Sean mengutuki dirinya sendiri. Akhirnya menyibukkan diri dalam pekerjaannya. kini Dira sudah menjadi istrinya. sahabatnya sendiri.

Waktu berlalu, hingga waktunya makan siang. Baru mau membereskan laptop dan berkas dalam map. Sonia sudah membuka pintu dam menagih janji makan siang. Terlihat bekal yang sudah di siapkan Dira , hanya menjadi penghuni manis di meja kantornya.

"Tunggu, sebentar ya," Sean melanjutkan beberesnya. “Ya, sudah selesai, yuk."

Sonia tersenyum manis, dan bergelayut mesra pada lengan Sean. Tapi Sean berhenti, "Jangan pegangan seperti ini, biasa aja, masih di kantor nggak enak di lihat karyawan lain."

"Cuek aja lagi, mereka juga ada yang bertingkah seperti ini."

"Eh, tapi kita enggak, he he." Sonia melepaskan pegangannya sambil cemberut lucu. Sean pun tertawa dan melangkah duluan diikuti Sonia dari belakang. Ini yang Sonia sebel. Dirinya selalu berjalan di belakang Sean!

Malam berganti, Sean merasa suntuk, di bukanya laptopnya. apartemennya malam ini terasa sepi sekali.

menjelajah dunia internet, membuatnya merambah perfilman. akhirnya untuk menghilangkan suntuk. Sean menonton film box office.

Tak lama pintu kamarnya diketuk, terdengar suara Dira. "Mas, makan malamnya sudah siap, ayo makan."

Sean terpana, dia paling malas makan di rumah, namun kali ini tak enak rasanya tak mengindahkan, apa yang sudah di lakukan Dira.

"Ya, saya keluar. tunggulah." Sean pun keluar kamar. Berjalan ke arah meja makan. sudah terhidang makanan yang mengunggah selera makannya.

"Maafkan, saya memasak seadanya." cakap Dira, dan menuangkan teh hangat pada gelas Sean.

"Terima kasih, Dira. " Sean menerima piring yang sudah berisi nasi. Sean sangat menikmati masakan Dira malam ini.

setelah selesai makan malam, Dira membereskan semuanya. Tak ada kelanjutan pembicaraan mereka.

Sean duduk di depan telivisi. "Berapa nomor rekening mu ?"

Dira, terdiam, kemudian duduk di kursi agak jauh dari Sean.

"Untuk apa?"

"Aku suamimu, aku berhak memberimu nafkah." Jawab Sean pelan. Dira pun menyebutkan nomor rekeningnya.

****

Pagi menjelang, Sean sudah berada di ruangan kerjanya. Sean termasuk orang yang bekerja tepat waktu dan tepat sasaran. karena dedikasinya tersebut, Sean melesat cepat dalam karirnya.

"Budi, ke ruangan saya sebentar." Sean memanggil rekan kerjanya lewat interphone

kantor. Tak lama, muncul lelaki tampan, berhidung mancung.

"Pagi, Pak Sean." sapanya, dan duduk di hadapan Sean

"Pagi juga, maket bangunan sudah kau buat?"

"Sudah Pak."

"Data sudah komplit? karena jam sepuluh nanti kita meeting bersama bos besar."

"Sip, semua sudah oke, Pak?"

"Bagus, kau selalu bisa aku andalkan. terima kasih.'

waktupun sudah tiba, meeting dimulai. Sudah hadir beberapa dari devisi, termasuk ada David, salah satu rival Sean dalam meniti karir. selalu saja bayangan Sean mengganggu jalan aku berkarir, batin David, sambil melihat Sean dalam kebenciannya.

Bos besarpun masuk dan memulai meeting pagi ini. Masing-masing memberikan makalahnya.

kali ini, lagi-lagi bos besar memuji kinerja Sean.

hal tersebut membuat panas David.

"Sialan." gerutu David tanpa sopan santun, dirinya meninggalkan tempat meeting begitu saja.

Sean tahu, dirinya lah yang menjadi sasaran makian David, Namun hal tersebut tak pernah di hiraukan Sean.

"Sepertinya, kau harus hati-hati dengan David, " tutur Agung, salah satu divisi bagian properti .

"Iya, betul itu." imbuh Budi. "Dia akan merajalela. dulu pun begitu pada Pak Dimas, kepala keuangan kita. heran, kelakuannya tak berubah juga."

"Terima kasih atas nasehatnya, Tapi sebenarnya dia pintar, cuma , malas untuk mengolahnya."

"Betul, makanya dia kan, ponakan si bos besar." timpal Agung kembali.

Sean tersenyum, "Baiklah, sudah waktunya maksi, kawan." ucap Sean menepuk pundak Budi.

Sean pun kembali ke ruangnya kembali. Membereskan kertas yang tadi buat meeting.

sedianya dirinya akan mengajak Sonia untuk makan siang.

Hatinya gembira, berjalan menuju lift untuk turun ke lantai dasar, di mana Sonia menjadi PR.

saat itulah, dengan mata kepalanya sendiri. melihat Sonia tengah berciuman dengan David.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status