Share

Ep 5

Sadewa Aryana School, sekolah swasta yang dibangun di atas lahan luas dengan segala fasilitas mumpuni. Sekolah milik seseorang yang berasal dari keluarga Atmadja Bersaudara.

Sekolah ini sudah berdiri sejak tahun sembilan puluhan dikelola oleh Seluruh keluarga secara turun Temurun.Memiliki bangunan bergaya Eropa, sekola ini memiliki seribu siswa dan siswi yang berasal dari keluarga tak biasa.Tak heran para muridnya berasal dari kalangan anak anak pengusaha, Artis, bahkan Para Pejabat Negara bersekolah di sana.

Termasuk salah satunya Alona, yang kini sedang duduk dibangku kelas sembilan.

“Alona…kamu tahu tidak?” Sambil berlari Sarah menghampiri.

“Apa sih Sarah, pagi pagi udah heboh aja!” Balas Alona yang baru saja tiba dan duduk di kursi miliknya.

“Guru bahasa Inggris kita diganti!”

“Diganti gimana maksudnya?”

“Diganti sama guru baru. Katanya sih gurunya dari Amerika, ya ampun kok bisa ya!”

“Hah massa?” Alona masih tidak percaya ia malah asik melahap sarapan yang ia bawa dari rumah.

“ Benar Alona.. namanya pak Jen.. Jen siapa ya ? Aku lupa!”

“Jendral maksud kamu haha?” Alona terbahak

“Nah... Pak Jendra!”

Deg!

“Mungkin Jendra yang lain Alona, bukan dia!” Alona bergumam dalam hati.

“Kenapa kamu Alona, kok bengong?”

“Nggak.. gak papa aku!” Alona coba menetralkan suasana.

“Duh..! Gurunya asik gak ya? Katanya sih usia empat puluh tahunan gitu, udah bapak bapak, aku khawatir dia kolot, gak ikut perubahan zaman”

“Kan katamu dari Amerika Sarah, pasti lebih modern lah!” Kilah Alona menenangkan.

***

Matahari masih bersembunyi, ia belum menampakkan diri. Tetapi Rajendra sudah siap dan rapi untuk menjalankan aktivitas barunya.

Menjadi seorang guru seperti yang disarankan oleh Maria sang sepupu, rupanya menjadi alternatif utama untuk Jendra saat ini.

Apalagi Nakula, sebagai ayah ia juga turut mendukung keputusan Jendra yang akhir akhir ini sering membuat sang ayah naik darah.

“Sudah mau berangkat kamu Jendra?” Tanya Nakula yang rutin menikmati kopi setiap pagi.

“Ya Ayah”

“Semangat dong! Ini kan pilihan kamu ingin menjadi guru sementara. Ayah akan selalu mendukung, yang penting kamu tetap mau dinikahkan dengan anak Baskara.”

“Ayah masih pagi sudah bahas pernikahan”

“Lho! Kan memang…”

Belum menyelesaikan kalimatnya, Rajendra sudah memotong ucapan sang ayah.

“Sudah ayah! Jendra mau berangkat.” Rajendra bergegas mengambil helm dan segera pergi.

Moge berwarna hitam dari merek ternama telah berhenti di area parkir sekolah. Suara dan gaungannya menghipnotis banyak pasang mata, baik siswa maupun siswi teralih pandang kepadanya.

Rajendra lelaki tampan yang sudah berusia itu membuka helm yang rapat menutupi wajahnya. Dengan gagah dan penuh kharisma ia turun dan melangkah menuju ruang kepala sekolah.

“Wow tampan sekali, guru baru yah?”

“Motornya keren parah sih!”

“Widih, kalau ini sih oppa, tampan sekali!”

Berkerumun para siswa dan siswi saling berbincang.

“Selamat siang pak!” sapa Rajendra saat memasuki ruang Kepala Sekolah.

“Selamat siang! Rajendra.. selamat datang,silahkan duduk!” sambut sang kepala sekolah yang sebelumnya sudah mendapat arahan dari pemilik Yayasan.

“Bagaimana perjalananmu? tidak terlalu buruk bukan? tidak jauh lah dengan Negeri Paman Sam tempat dulu kamu tinggal”

Tak banyak menjawab, Rajendra hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari Kepala Sekolah. Lelaki tampan dengan wajah kotak ini tidak terlalu suka berbasa basi. Apalagi ia mengajar di sekolah milik sang Kakek.

“Boleh saya tahu untuk jadwal kelas yang akan saya pegang Pak?”

“Waw sepertinya Anda sudah tidak sabar untuk segera mengajar yah?! Oke tunggu!” Kepala Sekolah mengambil secarik kertas yang sudah berisi jadwal untuk Rajendra.

Dibantu sang sepupu, rupanya tak mempersulit langkah Rajendra untuk menjadi seorang Guru. Sebenarnya Ayah Maria sudah sejak lama menawarkan Rajendra untuk mengelola yayasan milik keluarga ini, namun selalu ia tolak. Alasannya selalu karena kurang ketertarikan pada dunia pendidikan.

Pada saat Rajendra meminta untuk menjadi tenaga pengajar, seakan menjadi pintu utama bagi Ayah Maria. Beliau sangat yakin, tata kelola Rajendra dalam pendidikan dan ekonomi sudah tak diragukan lagi.

Selesai berbincang dengan sang kepala sekolah Rajendra kini diantar masuk menuju ruang guru. Tak disangka sambutan para Guru pada Rajendra benar benar diluar dugaan. Kabar Rajendra akan menjadi guru bahasa di sekolah ini sudah tercium seminggu sebelumnya, antusias para guru sudah sangat tinggi, terutama para guru perempuan yang begitu sumringah melihat sosok Rajendra, mau kalangan tua ataupun muda, bagi mereka Rajendra sangatlah mengagumkan.Usia sudah matang tidak tergambar di wajah tampannya.

“Selamat datang pak Jendra! Selamat bergabung di sekolah kami” sambut para guru kepada Rajendra yang baru saja melangkahkan kaki di ruang guru.

Wajah Jendra menjadi pucat, aliran darah seakan berhenti mengalir, ia bukanlah tipikal lelaki yang senang dirayakan.

Rajendra bingung harus bagaimana, jujur ia tak pandai bersosialisasi. Jendra memilih mengangguk saja, lalu cepat duduk di kursi miliknya.

“Apa apaan ini?” pekiknya didalam hati.

***

“Mau kemana Alona, pelajaran belum selesai?” bisik Sarah pada teman sebangkunya itu.

“Aku mau ke belakang, kepalaku penat melihat rumusan angka disana.” Balas Alona yang kini sedang mengangkat tangannya.

“Ada apa Alona?” Tanya Bu guru yang Yang sedang memberi materi.

“Izin ke toilet ya bu!” ucap Alona lalu pergi setelah mendapatkan izin.

“adeuhh akhirnya menghirup lagi udara luar!” Gumam Alona sambil berjalan menelusuri lorong kelas. Lorong iu sepi, hanya terdengar suara para guru saja yang sedang mengisi materi pelajaran.

“Seperti aku kenal suaranya!” Ucap Alona saat melintas di lorong kelas IX. Alona menjinjitkan kakinya saat ia coba mengintip dari balik jendela.

“Ya Tuhan, i itu.. bukannya itu Tuan Jendra?” Ucapnya kaget dengan mata terbelalak dan mulut menganga. “Dia mengajar di sekolah ini? kok aku tidak tahu?” Alona tidak percaya. “Bentar bentar aku harus pastikan lagi, mungkin penglihatanku yang salah.” lanjutnya sambil mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya. Ia buka aplikasi chatting yang tertulis nama Jendra. “Ah sial !! dia tak pasang foto profil lagi!” Alona kembali mengintip dari balik jendela. Ia pastikan dengan seksama, siapa lelaki yang sedang mengajar disana.

Hampir saja ketahuan, lelaki itu menengokkan wajahnya ke arah jendela. Ia melangkah menuju pintu kelas. Dengan terbirit Alona lari sekencang kencangnya.

“Hosh hosh hosh” nafas Alona tersengal sengal.

“Hampir saja! bagaimana ini? kenapa dia mengajar disini?” ucapnya sambil memegangi dada yang sedang kembang kempis.

“Alona sedang apa kamu disini?” tanya seorang Guru Matematika yang kebetulan melintas

“Eh ibu, i itu Alona mau ke ruang musik” terpaksa Alona berbohong, hanya ruangan musik yang menyelamatkan Alona dari omelan sang guru, ruangan yang hanya lima langkah dari tempat ia bernaung sekarang.

Dengan cepat Alona memasuki ruangan musik, Guru Matematika itu masih memperhatikan gerak gerik Alona yang mencurigakan. Alona bingung, apa yang harus ia lakukan didalam sebuah ruang musik yang besar. Ia melihat ada sebuah piano besar di dekat jendela. Alona hampiri dan duduk disana.

Jemari lentik milik Alona mulai menari diatas sana.

Sebuah alunan sendu ia mainkan. Penuh penghayatan dan makna yang dalam. Ya, Alona memang pandai memainkan alat musik, termasuk memainkan nada dengan jari cantiknya.

“Eh pak Jendra, baru selesai kelas ya pak?” Sapa sang guru matematika kepada Jendra yang baru saja melintas di hadapannya.

“Iya bu, hehe”

“Habis ini kelas mana lagi pak jadwalnya?” Sang guru matematika itu tersipu, wajahnya memerah.

“Sudah tidak ada bu, mari saya duluan” Ucap Jendra lalu meneruskan langkahnya, begitu juga guru Matematika yang kini sudah berlalu berlawanan arah.

“Siapa yang bisa memainkan piano secantik ini?” gumam Rajendra membatin saat mendengar alunan musik piano yang berasal dari ruang didekatnya.

Alunan ini adalah alunan favorit yang sering ia dengar. Rajendra mendekatkan langkahnya untuk mencari tahu.

“Pak Jendra?!” Sapa seorang Guru Sains, langkah itu terhenti. Jendra berbalik pada sosok yang menyapa.

“Ya bu..”

“Ini saya dapat titipan dari Pak Kepsek” secarik kertas rendra terima.

“Oh baik, terima kasih bu, saya kesana sekarang!” niat Rajendra menghampiri sumber suara urung, ia harus menghampiri panggilan Kepala Sekolah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status