Share

Ep 7

Author: Veraluchy
last update Last Updated: 2024-03-14 18:10:33

Begitu bel masuk berbunyi, Rajendra berjalan masuk ke kelas dengan langkah pasti dan percaya diri. Wajah tampannya terlihat sangat serius, matanya yang tajam menatap para murid yang sedang duduk di bangku mereka. "Selamat pagi, murid-murid," ucap Rajendra dengan suara yang tegas dan jelas.

"Saya Rajendra, guru bahasa Inggris kalian menggantikan Miss X yang sudah tidak mengajar. Saya ingin selama saya mengajar tidak ada keributan apapun. Hanya saya yang berbicara. Kalian bisa bertanya pada waktu yang sudah saya sediakan," kata Rajendra saat pertama kali berdiri di depan kelas 9.

Murid-murid saling berbisik, penasaran dengan sosok guru baru mereka. Beberapa dari mereka tampak senang, sementara yang lain mungkin masih ragu. Rajendra melanjutkan, "Hari ini siapa yang tidak masuk?"

"Alona, Pak," jawab ketua kelas dengan suara agak ragu.

"Kemana dia?" tanya Rajendra, mencatat absensi di buku kehadiran.

"Katanya sakit, Pak," jawab ketua kelas, masih dengan suara ragu.

"Sakit apa memang? Separah itu sampai gak bisa masuk kelas?" ujar Rajendra dengan nada sinis, membuat murid-murid di kelas saling berpandangan. Mereka tidak mengerti mengapa guru baru mereka tiba-tiba menunjukkan sikap sinis seperti itu.

Rajendra kemudian mengambil spidol dan menuliskan materi pelajaran di papan tulis. Sebelum memulai, ia menatap kembali murid-muridnya dan berkata, "Siapapun yang membuat kekacauan dalam pelajaran saya, saya pastikan tidak akan mendapatkan nilai selama satu semester," katanya tegas.

Suasana kelas yang biasanya ramai kini hening, hanya suara Rajendra saja yang terdengar memberikan materi. Anak-anak murid menjadi tegang, seakan mereka bisa merasakan watak Rajendra yang tegas dan disiplin ini. Walaupun gurunya tampan, mereka tidak berani untuk bercanda atau mengobrol dengan teman sebangku.

Rajendra berjalan ke samping kelas sambil menjelaskan materi, tangannya menggenggam buku teks dengan erat. Para murid mengikuti arah pandangannya, takut jika mereka terlihat tidak serius. Sesekali Rajendra menanyakan pertanyaan kepada beberapa murid, dan mereka berusaha menjawab dengan sebaik mungkin agar tidak mengecewakan gurunya.

Di sudut kelas, seorang murid bernama Sarah mencoba menahan rasa kantuknya. Ia menopangkan dagunya dengan tangan, berusaha agar mata tidak terpejam. Namun, Rajendra seakan bisa merasakan ketidakseriusan Sarah. Dengan cepat, ia mendekati meja Sarah dan menatapnya tajam. "Sarah, apakah kamu mengerti materi yang saya ajarkan?" tanya Rajendra dengan suara yang menakutkan.

Sarah terkejut dan langsung menjawab, "Ya, Pak. Saya mengerti." Rajendra mengangguk, lalu kembali ke tempatnya semula. Sarah menghela napas lega, berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih fokus dalam pelajaran Rajendra..

Saat itu, tak ada satupun murid yang berani untuk tidak serius dalam kelas Rajendra. Suasana kelas menjadi lebih kondusif, dan semua murid terlihat lebih fokus dalam mengikuti materi yang diajarkan.

***

Alona duduk di tempat tidurnya, terkejut mendengar nama Rajendra yang disebutkan Sarah melalui telepon. Wajahnya pucat, mata membelalak, dan jantung berdetak kencang.

"Alona kamu beruntung sekali, tidak masuk kelas hari ini, ternyata guru baru itu killer. Namanya Rajendra," ujar Sarah dengan nada terkejut. "Hampir saja aku dikeluarkan dari kelas gara-gara aku mengantuk," tambahnya.

Alona berusaha menenangkan diri dan mengabaikan perasaan cemas yang mulai muncul. "Apa sekiller itu?" tanyanya berusaha bersikap biasa.

"Beuh, kamu gak percaya, beruntung kamu Alona. By the way, gimana kondisimu? Sudah lebih baik?" tanya Sarah dengan perasaan khawatir.

Alona menghela napas, mencoba untuk mengendalikan emosinya yang mulai naik. "Aku sudah lebih baik, Sarah. Terima kasih selalu perhatian padaku, hanya kamu yang selalu begini," jawab Alona dengan suara yang bergetar sedikit.

“Ya lah, biarpun aku menyebalkan, aku adalah manusia yang sangat sayang padamu Alona” kata Sarah dengan nada serius.

“Ah bisa aja kamu ini” Alona terkekeh. Mereka sedikit berbincang sebelum akhirnya mengakhiri percakapan.

Setelah menutup telepon, Alona terdiam sejenak. Pikirannya terus menerawang ke sosok Rajendra yang ada dalam benaknya, apakah benar itu orang yang sama? Apakah benar dia menjadi guru di sekolahnya, atau Rajendra yang berbeda? Alona merasa ketakutan yang luar biasa, namun dia tahu dia harus tetap kuat dan mencari tahu.

Alona merasa tidak enak badan saat bangun tidur di pagi hari. Malam sebelumnya, Rajendra membawanya ngebut dengan motornya, sehingga tubuhnya kini terasa lemas dan sakit-sakitan. Alona memutuskan untuk tidak masuk sekolah hari ini dan beristirahat di rumah.

Sore harinya, Pretty, ibu tirinya, dengan terburu-buru memanggil Alona. "Cepat bangun! Pindah ke kamar Tiara! Hari ini Rajendra akan datang menjengukmu!" ucap Pretty dengan nada ketus.

“Tuan Jendra akan datang menjenguk Nyonya?” Alona terbelalak tidak percaya.

“Jangan banyak tanya! Cepat pindah!” Pretty kembali membentak.

Pretty dan Alona segera sibuk mengatur posisi agar Alona berada di kamar Tiara, menyusun drama untuk menyambut calon suami Alona yang akan datang menjenguk.

Mereka mengangkat semua foto Alona ke kamar Tiara, menggantungkan tirai baru, dan menata bantal-bantal agar tampak seperti kamar Tiara. Alona merasa jantungnya berdebar kencang, takut akan reaksi Rajendra saat mengetahui bahwa ia berada di kamar bukan miliknya.

“Ingat bersikap manis! Ini salahmu, mengapa kau ada acara sakit segala. Dia datang kan ke rumah ini! Dasar anak menyebalkan!” Dengus kesal Pretty sambil memicingkan mata.

Rajendra dan Nakula, ayahnya tiba, Alona bersembunyi di balik tirai dengan nafas yang terengah-engah. Ia berharap Rajendra tidak mengetahui kebohongan yang disiapkan oleh ibu tirinya dan dirinya.

“Aduh, kenapa ada acara menjenguk segala sih” gumam Alona sambil berusaha mengintip dari tirai.

**

Nakula sedang duduk di ruang tamu rumah Pretty. Mereka menunggu Rajendra yang masih berada di luar. "Maaf ya bu, kami jadi merepotkan," ucap Nakula kepada Pretty dengan sopan.

"Tidak sama sekali, Pak. Justru kami sangat senang jika Bapak dan Nak Jendra berkenan datang ke rumah kami," balas Pretty dengan senyum ramah, meskipun dalam hati merasa sedikit gugup.

Sementara itu, Rajendra yang masih di luar, sebenarnya merasa malas jika harus berkunjung ke tempat calon istrinya. Tapi tidak ada pilihan selain menuruti permintaan sang Ayah.

Pria itu mengenakan pakaian yang gagah dan cocok di tubuhnya, menunjukkan postur atletis yang dimilikinya. Terlihat tampan Rajendra dibuatnya.

Di dalam rumah, Nakula dan Pretty mengobrol ringan untuk mengisi keheningan. Mereka membahas hal-hal sepele yang tidak terlalu penting, namun cukup untuk menjaga suasana tetap nyaman.

Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Rajendra melangkah masuk dengan percaya diri. Penampilannya yang menawan membuat Pretty tercengang, hingga ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari Rajendra.

"Ini Rajendra, Pak?" tanya Pretty dengan kagum, sambil terus menatap pria tersebut. Ia merasa seperti sedang melihat pangeran tampan yang keluar dari cerita dongeng.

Rajendra tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan rasa bangga yang mulai memenuhi dadanya. Ia tidak menjawab pertanyaan Pretty, namun matanya yang berbinar seolah mengatakan, "Ya, aku Rajendra yang kau kenal."

Pretty tidak pernah menyangka jika sosok Rajendra yang ada di pikirannya berbeda dengan Rajendra yang sedang ia lihat di depan matanya. Dalam anggapan Pretty, Rajendra adalah pria buangan yang hidupnya tertinggal, namun kenyataannya Rajendra adalah lelaki tampan dan gagah yang tak terlihat menginjak usia senja.

Sosok Rajendra yang dulu ia ketahui tidak menarik perhatian Pretty kini tampil berbeda, bahkan membuatnya merasa syok seolah tidak percaya. Sejatinya, Pretty menyesal karena tidak menjodohkannya dengan putri kandungnya, Tiara. Namun, kini ia terjebak dalam drama yang sengaja ia buat sendiri, di mana ia telah menukar identitas Tiara dan Alona.

“Salam kenal tante, saya Rajendra anak Ayah Nakula.” Jendra mengenalkan diri dengan sopan dan ramah.

“Silahkan duduk nak! Alo, eh maksud saya Tiara ada di dalam kamar sedang beristirahat.

Rajendra duduk di sofa yang telah disediakan, matanya menyapu seluruh isi ruang dari rumah Alona yang ia kenal bernama Tiara.

Setelah beberapa saat, Rajendra meminta izin untuk menemui Alona.

Pretty mempersilahkan Rajendra untuk memasuki kamar putrinya itu.

Ketika Rajendra masuk ke kamar, Alona berusaha menahan rasa sakit dan ketakutan yang mulai memenuhi dadanya.

“Aduh bagaimana ini? Ia akan segera kesini” gumam Alona dengan wajah gelisah.

Begitu memasuki kamar Tiara, Rajendra tidak langsung menyapa Alona yang sedang duduk disisi tempat tidur. Dengan ekspresi datar, ia malah mengambil foto dan mulai melihat foto itu. Alona menelan ludah, hatinya berdegup kencang, khawatir jika Rajendra menyadari bahwa ini bukan kamar miliknya. Foto itu foto Tiara kecil dengan Pretty ibunya.

Mata Rajendra menyapu seisi ruangan, seolah mencari sesuatu yang janggal. Alona merasa semakin tidak nyaman dan cemas. Akhirnya, Rajendra menoleh dan melontarkan pertanyaan dengan nada jutek, "Kamu sakit apa, Tiara?"

"Hanya tidak enak badan biasa saja," sahut Alona berusaha menjawab sependek mungkin, berharap Rajendra tidak mencurigainya.

Rajendra menghela napas, "Kenapa? Gara-gara naik motor begitu saja kamu sakit, Huh, lemah!" ujarnya sambil membuang muka, mengejek Alona.

Dalam hati, Alona ingin sekali meraup wajah Rajendra yang selalu tampil bengis dan jutek itu. Namun, sekali lagi ia tak bisa. Ia hanya bisa menundukkan pandangannya dan menahan rasa jengkel serta ketakutan yang semakin memuncak di dalam dada.

"Jangan terlalu pede, aku bukan tertarik atau simpati kepadamu apalagi perhatian, bukan. Aku hanya menuruti keinginan ayahku saja!" ujar Rendra dengan nada dingin, tangan terlipat di dada dan ekspresi wajah yang tidak ramah. Alona yang sedang menjelma jadi Tiara hanya diam dan menunduk, rasa sakit di hatinya terasa semakin dalam.

"Cepat sembuh! Minum obat jangan sampai ada hari berikutnya aku kembali menjengukmu! Aku tak mau!" lanjut Rajendra saat melihat obat di samping Alona. Alona mengangguk saja, tak mampu mengeluarkan suara meski hatinya berteriak ingin membantah. Air mata yang menahan perih terasa ingin meleleh, namun dia berusaha menahannya.

Tidak kurang dari 30 menit mereka berada di dalam kamar berdua. Namun tidak saling bicara. Keduanya saling diam saja, suasana menjadi tegang dan hampa. Alona memainkan jemarinya, gelisah, sementara Rajendra terus menatap keluar jendela, tak ingin menoleh sedikitpun ke arah Alona.

Setiap detik yang berlalu terasa seperti abadi bagi Alona, ingin rasanya dia berteriak dan meluapkan semua rasa sakitnya. Namun dia hanya bisa diam dan menunduk, berharap waktu segera berlalu dan Rendra segera pergi meninggalkan kamarnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh dari Ibu Tiri   Ep 37

    Setelah beberapa sesi terapi, psikiater menyarankan agar Alona melakukan perjalanan untuk penyembuhan diri.Rajendra mengambil keputusan untuk membawa Alona berlibur ke Hawaii, tempat yang selama ini menjadi impian Alona.. Ia berharap suasana tropis, pantai indah, dan udara segar di sana dapat membantu Alona pulih dari traumanya. Dengan penuh semangat, Rajendra mulai mengurus semua akomodasi yang dibutuhkan, mulai dari tiket pesawat, hotel, hingga jadwal kegiatan yang akan mereka lakukan selama di sana.Ketika Rajendra memberitahukan rencana ini kepada Alona, ia merasa lega karena Alona tidak menolak ide tersebut. Meskipun masih terlihat lesu, Alona setuju untuk pergi bersama Rajendra ke Hawaii.Hari keberangkatan pun tiba, Rajendra dan Alona terbang menuju Hawaii dengan penuh harapan. Mereka tiba di hotel yang sudah Rajendra pesan sebelumnya dan disambut dengan hangat oleh staf hotel. “Bagaimana Alona? Kamu suka kan?” Tanya Rajendra saat membuka godrin yang menutupi kamarnya yang me

  • Jodoh dari Ibu Tiri   Ep 36

    Setelah selesai merapikan tenda yang telah mereka gunakan untuk berkemah, Jendra bergegas meninggalkan lokasi kemah bersama Alona, sang istri. Sepanjang perjalanan, Jendra tak henti-hentinya memeluk Alona, meyakinkan sang istri bahwa dia akan selalu ada untuk melindungi dan mencintainya. "Kamu tenang ya, Sayang. Aku di sini, akan terus melindungi kamu," ucap Jendra dengan penuh tulus dan kehangatan.Mendengar kata-kata itu, Alona merasa hari itu begitu mencerahkan hatinya. Hatinya yang semula keras dan sulit menerima kebaikan orang lain, kini mulai luluh oleh ketulusan cinta Jendra. Alona tersadar bahwa Jendra sungguh mencintainya, lebih dari siapapun yang pernah ada dalam hidup mereka.Dibanding Saloka, yang sudah dikenal Jendra selama puluhan tahun, Jendra justru memilih untuk percaya pada Alona. Ia merasa beruntung memiliki suami yang setia dan tulus seperti Jendra.Perlahan, Alona menoleh pada Jendra, matanya berkaca-kaca seiring senyuman tulus yang terukir di wajahnya. "Terima k

  • Jodoh dari Ibu Tiri   Ep 35

    Alona berada di dalam sebuah bangunan khusus toilet umum laki-laki, wajahnya tampak pucat pasi ketakutan. Tiba-tiba, Saloka muncul dari balik salah satu pintu toilet dengan senyum yang jahil dan sinis."Kamu mau apa, Saloka?" tanya Alona dengan suara gemetar, mencoba menyembunyikan rasa takutnya."Sudahlah, Alona, aku tahu Rajendra tidak mencintaimu. Cinta dia habis di Sitha, kau dinikahi aku yakin belum pernah disentuh bukan?" ucap Saloka dengan nada picik, sambil melangkah mendekati Alona.Alona terdiam, hatinya semakin khawatir dan ketakutan. Tiba-tiba, Saloka mengunci pintu toilet, membuat Alona merasa terjebak."Buka pintunya!" pekik Alona, hampir menangis."Tidak, aku tidak mau, lagipula ini toilet khusus lelaki, kamu yang salah berada disini," balas Saloka dengan nada datar, sambil tersenyum jahat."Buka! Atau aku teriak!" ancam Alona, mengumpulkan keberanian yang masih tersisa."Teriak saja, jika kau mau mati," ejek Saloka, mengejek ketakutan Alona.Alona merasa buntu, matanya

  • Jodoh dari Ibu Tiri   Ep 34

    Malam itu, di tengah hutan pinus yang rimbun, Alona, Rajendra, dan teman-teman mereka berkumpul di sekitar api unggun yang menyala terang. Udara dingin menusuk tulang, dan angin kencang yang meniup dedaunan membuat suasana semakin akrab dan hangat. Di sekitar api unggun, mereka berbagi tugas dalam menyiapkan hidangan malam itu. Beberapa di antara mereka sibuk memasak, mengolah daging untuk barbekyu, dan mengatur piring serta alat makan. Alona dan beberapa teman wanitanya sedang bersemangat membuat minuman untuk menghangatkan tubuh di malam yang dingin ini.Sementara itu, Rajendra dan teman-teman lelaki lainnya bertanggung jawab atas api unggun yang menerangi kegelapan malam. Mereka mengatur kayu bakar dan memastikan nyala api tetap hidup untuk menjaga kehangatan di tengah dinginnya udara. Api unggun yang menyala semakin menambah keakraban suasana malam itu.Meskipun sibuk dengan urusan masing-masing, Rajendra tidak lupa untuk sesekali melirik istrinya, Alona, dari kejauhan. Dia mempe

  • Jodoh dari Ibu Tiri   Ep 33

    Mentari pagi yang hangat mulai menyelinap masuk melalui celah-celah jendela, mengusik tidur Alona dan Rajendra yang masih terlelap di atas sofa. Semalam, mereka berdua begitu larut dalam perbincangan tentang skema acara yang akan dihadiri, hingga akhirnya memutuskan untuk menonton film komedi bersama. Tanpa terasa, keduanya terlelap dan bermimpi indah."Rajendra, bangun, kita kesiangan!" seru Alona dengan panik, menyadari waktu yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Rajendra yang terkejut bangun, mendengus dan meregangkan tangannya dengan santai. "Jam berapa ini?" tanyanya pada Alona."Jam delapan," jawab Alona cepat, lalu berdiri hendak melangkah pergi. Namun, tanpa disadari, Rajendra menarik tangan Alona hingga membuatnya kembali terjatuh ke atas tubuh rajendra. "Aduh!" pekik Alona, merasakan rasa kaget yang luar biasa."Maaf Alona, mungkin ini lancang," ucap Rajendra dengan wajah yang tampak bersalah. Alona menatapnya dengan ekspresi bingung, mencoba memahami maksud dari tindak

  • Jodoh dari Ibu Tiri   Ep 32

    Setiap hari, Rajendra semakin menunjukkan rasa cintanya pada Alona. Ia selalu berusaha menjaga dan memenuhi kebutuhan Alona sebagai suaminya. Mulai dari bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, hingga menemani Alona berbelanja keperluan rumah tangga.Rajendra juga sudah tak pernah lagi pergi clubbing seperti dulu. Ia hanya keluar untuk urusan bisnisnya saja, kemudian segera kembali ke rumah dan menghabiskan waktu bersama Alona.Namun, meskipun Rajendra berusaha keras menunjukkan rasa cintanya, Alona belum juga merespon perasaan tersebut. Ia masih belum bisa menerima keberadaan Rajendra sepenuhnya dalam hidupnya. Wajah Alona yang selalu datar dan dingin membuat Rajendra merasa khawatir.Suatu malam, saat makan malam bersama, Rajendra mencoba membuka percakapan dengan Alona. "Alona, aku tahu mungkin aku belum sempurna sebagai suami, tapi aku berusaha untuk lebih baik. Apakah kau bisa melihat usahaku?" tanya Rajendra dengan lembut.Alona menatap matanya, lalu menundukkan pandangannya. "Aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status