Share

Ep 8

Setelah Rajendra dan ayahnya meninggalkan rumah, Pretty, ibu tiri Alona, segera datang menghampiri Alona yang sedang terbaring dengan hati yang hancur. Rasa sakit dan kecewa yang dialaminya terasa begitu dalam.

"Bangun kamu! Bangun!" teriak Pretty dengan nada marah. Alona yang sedang terbaring kembali terkejut dan kaget, langsung duduk dengan wajah pucat.

"Kenapa kamu tidak cerita kalau Rajendra seperti itu? Pantas saja kau selalu mau dipertemukan dengan dia. Rupanya dia tampan, tidak seperti perkiraanku. Kau mau menipuku, hah?" ujar Pretty sambil melotot.

"Maaf, Nyonya, bukan begitu maksud saya. Kalau pun saya cerita, apakah Nyonya akan percaya?" jawab Alona dengan suara lirih, menahan tangis.

"Halah, alasan!" sahut Pretty dengan tangan di pinggang, mencibir tak percaya. Wajah Alona semakin memerah, merasa diperlakukan sangat tidak adil oleh ibu tirinya.

"Bangun kamu! Jangan tidur di tempat anakku, bawa semua barang barang rongsok mu!" teriak Pretty dengan wajah memerah padam karena emosi. Alona terbangun dari tidurnya, merasa bingung dan ketakutan. Ia berusaha mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan mengambil semua barang miliknya yang tersebar di lantai.

Dengan perasaan terhina dan sedih, Alona menuruti perintah ibu tirinya itu. Ia membawa semua barang-barangnya kembali ke kamarnya yang sempit dan gelap. Alona merasa serba salah, bingung harus berbuat apa dan bagaimana menghadapi keadaan ini.

Sementara itu, saat Tiara sudah kembali ke rumah, Ia lantas menghampiri Tiara, anak kandungnya, untuk memberitahukan semua kebenaran tentang Rajendra. "Tiara, dengar ibu baik-baik. Ternyata Rajendra itu bukan seperti yang kita kira selama ini. Alona telah membohongi kita semua," ungkap Pretty penuh emosi.

“Maksud ibu bagaimana bu?” Tiara masih belum mengerti.

“Ibu Mengira bahwa Rajendra adalah lelaki tua yang jadul dan tertinggal karena terakhir ibu lihat seperti itu. Namun, setelah bertemu langsung, ternyata Rajendra malah berpenampilan muda, modern, dan tampan.” Pretty berusaha meyakinkan anaknya.

Mendengar hal itu, Tiara merasa tidak terima dan marah. Ia merasa telah ditipu oleh Alona yang selama ini dianggapnya sebagai adik. Amarahnya semakin memuncak, dan ia pun ikut serta bersama ibunya untuk membuli Alona.

Malam itu, Alona terbaring di kamarnya dengan tubuh lemas dan hati yang hancur. Ia menangis pilu, merasa tak berdaya menghadapi kekejaman ibu dan kakak tirinya, apalagi sikap Rajendra yang juga sama saja. Hidupnya semakin terpuruk, tanpa ada harapan dan kebahagiaan yang tersisa.

Tiba-tiba, pintu rumah Alona didobrak dengan keras oleh Tiara, kakak tirinya, dan Pretty, ibu tirinya. Keduanya memasuki rumah dengan wajah marah.

"Alona, apa maksudmu menipu kami seperti ini? Kau ingin menguasai Rajendra, hah? Ingin menguasai hartanya sendiri? Bisa bisanya lelaki tampan kau bilang jelek dan ketinggalan zaman!" amuk Tiara dengan suara keras.

Pretty, yang berdiri di belakang Tiara, ikut mendelik dengan penuh kebencian.

Alona merasa kaget dan bingung, "Ada apalagi ini?" pekiknya dalam hati.

"Jawab! Kenapa kau diam saja saat mengetahui Rajendra tidak seperti yang ibu bilang?" Tiara menarik rambut Alona dengan kasar.

Alona kini menangis dan merintih kesakitan. Ia tak bisa membela diri, terjepit antara kebencian kedua wanita tersebut. Wajahnya memerah karena rasa sakit dan air matanya semakin deras mengalir.

Alona membungkuk di hadapan Tiara dan ibunya, menundukkan kepala. "Maafkan aku, Tiara. Aku tidak bermaksud menyakitimu," kata Alona dengan suara lirih. Dia bisa merasakan sakit di kepala akibat rambutnya yang ditarik kuat oleh Tiara.

Tiara masih belum puas, "Bohong! Kamu sengaja mencari-cari masalah denganku!" teriaknya, emosinya memuncak. Wajah Tiara memerah karena marah.

Namun, Alona tetap memilih untuk tidak membela diri. Dia hanya ingin situasi ini segera berakhir dan kembali ke kehidupannya yang normal. Akhirnya, Tiara melepaskan pegangannya. Bersama ibunya, mereka kembali ke kamar, meninggalkan Alona yang masih menangis.

***

Esok harinya, Alona berangkat ke sekolah dengan mata sembab karena menangis semalaman. Ketika tiba di sekolah, Sarah, sahabatnya, melihat kondisi Alona dan tidak terkejut. Ini bukan kali pertama Alona menghadapi situasi seperti ini.

"Tenang saja, Alona. Semuanya akan baik-baik saja, aku tahu kamu kuat, kamu hebat" kata Sarah sambil mengusap punggung sahabatnya, mencoba memberi semangat.

Mereka akhirnya memasuki kelas karena jam pelajaran sudah tiba.

Saat jam istirahat, Alona duduk di kantin sambil menatap piring kosong di hadapannya. Tiba-tiba, dia melihat Rajendra melintas di kejauhan. Hati Alona berdebar kencang, namun dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan perasaannya.

"Sarah, apakah guru baru yang kamu maksud itu Rajendra yang melintas tadi disana?" tanya Alona sambil menunjuk ke arah pria tersebut.

"Iya, itu dia gurunya. Lusa kita ada pelajaran dia," jawab Sarah sambil mengunyah makanannya. Ia lalu menceritakan tentang ketegangan yang terjadi di kelas saat Rajendra mengajar.

Alona terkejut mendengar cerita itu, lalu berkata, "Sarah, apa kamu tahu? Rajendra guru bahasa Inggris kita itu adalah Rajendra yang dijodohkan dengan ku."

Mendengar hal itu, Sarah terkejut. Ia berhenti makan dan menatap Alona dengan mata terbelalak. "Kamu serius?" tanya Sarah tak percaya.

Alona mengangguk dan menjelaskan bagaimana ia baru saja menemuinya malam kemarin. Wajah Alona tampak cemas dan bingung.

“Kenapa dunia ini begitu sempit Alona” kata Sarah menatap Alona penuh simpati.

***

Hari yang paling ditakuti Alona akhirnya tiba, hari ini adalah jadwal Rajendra mengajar di kelasnya. Ketakutan dan kecemasan mulai menyelimuti hati gadis itu. Alona mendekati sahabatnya, Sarah, dan berbisik, "Sarah, aku mau pulang, aku bolos kelas ini. Tolong bantu aku ya! Aku nggak mungkin ketemu dia sekarang," ucap Alona dengan wajah cemas.

Sarah menatap Alona dengan pandangan penuh simpati dan setuju membantu temannya tersebut. "Baiklah, aku akan mencarikan alasan untukmu. Tenang saja," ujar Sarah. Dengan berat hati, Alona pun meninggalkan kelas dan pulang ke rumahnya.

Sementara itu, Rajendra yang telah tiba di kelas mulai mengabsen. Ketika nama Alona disebut, tak ada jawaban sama sekali. Ini sudah kali kedua Alona tidak hadir dalam kelas yang diajar oleh Rajendra.

“Kemana lagi ini Alona?” Tanya Rajendra

“Alona ijin pulang cepat Sir, tak enak badan katanya” balas Sarah melindungi sahabatnya itu.

“Sakit lagi?” Rajendra merasa heran. Walaupun ia merasa sedikit tersinggung, namun kali ini Rajendra memutuskan untuk tidak menghiraukannya.

Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa di sekolah. Alona dan Sarah selalu mencari-cari cara untuk membuat alasan agar Alona bisa absen dari kelas Rajendra. Namun, di pertemuan kelas ketiga, keempat, dan kelima, semuanya masih berjalan aman. Alona berhasil menghindari pertemuan dengan Rajendra tanpa mencurigakan.

Namun, di pertemuan kelas berikutnya, Rajendra mulai merasakan ada yang tidak beres. Ia menyadari bahwa Alona tidak pernah hadir di kelasnya setiap kali ia mengajar. Kening Rajendra berkerut, pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan di kepalanya.

Merasa ingin mencari tahu lebih lanjut, Rajendra mulai menanyakan keberadaan Alona kepada guru-guru lain di sekolah. Ia mengumpulkan informasi tentang bagaimana prestasi Alona di kelas mereka dan bagaimana sikapnya. Para guru memberikan respon yang positif tentang Alona, bahkan beberapa di antaranya menyebutkan bahwa Alona merupakan siswa yang cerdas dan berprestasi.

Rasa ingin tahunya semakin memuncak, Rajendra tak ingin berdiam diri. Ia bertekad untuk mencari tahu alasan di balik ketidakhadiran Alona di kelasnya. Apakah ada masalah yang sedang dihadapi oleh Alona? Atau mungkin ada sesuatu yang Rajendra lakukan sehingga membuat Alona merasa tidak nyaman untuk hadir di kelasnya?

Pada akhirnya, Rajendra memutuskan untuk mengambil langkah lebih jauh. Ia berencana untuk menemui Alona secara langsung dan berbicara dengannya untuk mencari tahu alasan di balik ketidakhadiran Alona.

**

Siang itu, matahari bersinar terik di atas atap sekolah. Alona dan sahabatnya, Sarah, duduk berdampingan di perpustakaan, membahas tugas yang diberikan Guru Bahasa. Mereka tergelak bersama, menikmati waktu bersama.

Rajendra, yang sejak lama penasaran dengan sosok Alona yang tak pernah masuk kelasnya, hari ini memutuskan untuk menemui Alona. Setelah mendapat informasi keberadaan Alona dari temannya, Rajendra segera menghampiri perpustakaan dengan langkah mantap.

Perpustakaan itu terasa begitu tenang dan hening, di mana suara langkah kaki Rajendra terdengar jelas di lantai kayu yang dilapisi karpet tebal. Rajendra berjalan dengan perlahan, mencari tahu di mana Alona berada, saat dia melihat ujung rambut coklat terang yang menarik perhatiannya dari balik rak buku di salah satu sudut perpustakaan. Dia mengikuti jejak itu, dan akhirnya menemukan Alona yang tengah asyik tertawa dengan Sarah sahabatnya.

Namun, saat ia melihat Alona, Rajendra terbelalak kaget. Wajah Alona yang ia lihat adalah wajah Tiara, gadis yang selama ini dijodohkan dengannya oleh keluarga. Rajendra merasa bingung, terkejut, dan marah sekaligus. Emosi bercampur aduk di dalam dadanya.

"Tiara?" pekik Rajendra kaget, suaranya melanggar kesunyian perpustakaan. Semua mata tertuju padanya, termasuk mata Alona dan Sarah yang terkejut oleh suara keras Rajendra. Alona menatap Rajendra dengan terbelalak.

Rajendra berjalan keluar dari perpustakaan dengan langkah cepat dan penuh amarah, tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari bibirnya. Ia terus melangkah menuju ruang guru, mengambil kunci motor yang tersimpan di dalam tasnya, dan segera menaiki moge miliknya untuk pulang.

Sementara itu, Sarah dan Alona terbelalak, tidak menyangka kejadian tersebut bakal terjadi. Alona segera berlari mengejar Rajendra, berusaha untuk menjelaskan situasinya sebelum semuanya semakin buruk. Namun langkah Rajendra terlalu cepat, membuat Alona tak mampu mengejarnya.

Sarah yang menyadari kepanikan Alona, ikut berlari mengikuti sahabatnya itu. "Bagaimana ini, Sarah? Bisa mati aku," ujar Alona dengan nafas terengah-engah.

Mereka berdua terus berlari, namun Rajendra sudah terlanjur menghilang dari pandangan. Hari itu menjadi hari terburuk bagi Alona, merasa hatinya hancur karena kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya dan Rajendra.

***

Alona merasa gelisah sepanjang perjalanan pulang dari sekolah. Hatinya berdebar keras, ia tahu pasti bahwa ia akan mendapatkan dampratan keras dari ibu tirinya, Pretty, terkait dengan keberadaan Rajendra di sekolahnya. Semakin dekat dengan rumah, semakin berat langkah kaki Alona.

Sesampainya di rumah, belum sempat Alona melangkah masuk, Pretty sudah berdiri di depan pintu dengan wajah memerah. Tiba-tiba, Pretty menjambak rambut Alona dengan kasar.

"Dasar anak sialan, sudah jadi beban nyusahin pula, apa yang kamu lakukan pada Rajendra hah!" teriak Pretty dengan marahnya.

Alona yang terkejut dan merasa kesakitan langsung menangis. Air mata mengalir deras di pipinya, namun Pretty tak merasa iba sedikit pun.

"Jawab! Jangan hanya bisa menangis. Kenapa kau tak bilang jika Rajendra menjadi gurumu di sekolah?" desak Pretty sambil menahan jambakan di rambut Alona.

Alona mencoba menahan sakit dan menjawab dengan suara lirih, "Aku... aku tidak tahu, Bu. Aku baru tahu hari ini saat Rajendra masuk ke kelas."

Pretty menatap tajam ke arah Alona, mencari kebohongan di balik kata-katanya. Namun, ia hanya melihat rasa takut dan kesakitan yang memenuhi wajah Alona. Dengan geram, Pretty melepaskan jambakan itu dan mengusir Alona ke kamarnya.

"Dasar anak tak berguna!" umpat Pretty sebelum menutup pintu rumah dengan keras, “Rajendra marah padaku, bagaimana jika dia membatalkan perjodohan ini anak sialan!” Pekik Pretty lagi.

Alona merasakan sakit yang luar biasa saat rambutnya dijambak oleh Pretty, ibu tirinya yang kejam. Wajahnya memerah karena malu dan marah, namun dia tak bisa berbuat apa-apa. Pretty terus menghujat Alona dengan kata-kata yang menusuk hati, karena Rajendra telah marah dan ia khawatir perjodohan mereka akan dibatalkan.

"Dengar, Alona! Kamu harus pergi ke rumah Rajendra dan meminta maaf kepadanya. Aku tidak peduli bagaimana caranya, yang penting dia mau memaafkanmu!" ucap Pretty dengan nada tinggi, seolah tak ada belas kasihan di hatinya.

Alona merasa ketakutan, namun dia tidak punya pilihan lain. Pretty mendorong Alona keluar rumah dengan kasar, membuat gadis itu jatuh terduduk di luar. Ibu tiri itu menutup pintu dengan keras, sambil berteriak, "Aku tidak akan membuka pintu ini sampai Rajendra mengurungkan niatnya untuk membatalkan perjodohan!"

Air mata Alona mengalir deras di pipinya. Tubuhnya gemetar karena ketakutan dan hatinya merasa terluka. Namun, dengan berat hati, dia berdiri dan melangkah menuju rumah Rajendra, berharap bisa menyelesaikan masalah ini dan mendapatkan ampunan dari pria yang akan menjadi suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status