Share

Hampir saja

Malam kedua mereka di kota Bangkok. Ide gila Romeo membuat Serena hanya bisa mengumpat kesal. Mereka masuk ke dalam salah satu klub ternama di sana. Serena walaupun sedikit banyak tau kehidupan malam kota metropolitan, tapi ia sama sekali tidak pernah menyentuh alkohol.

Lain dengan Romeo, ternyata dia suka minum bir walau berkadar alkohol rendah.

"Darah lo kotor, Meo." jeplak Serena. Romeo tersenyum tipis, bahkan terlihat sudut bibirnya tersungging samar.

"Bir doang, Tante," gumamnya meneguk lagi.

Serena memutar kursi di meja bar, memunggungi rak dengan botol minuman alkohol berjajar rapi juga seorang bartender yang terlihat bertubuh tinggi kekar dengan tatoo yang terlukis abstrak.

Kedua mata Serena terbelalak saat melihat jajaran pria tampan seperti di drama Thailand berjalan memasuki klub. Senyumnya mendadak merekah, saat kesal dengan Romeo, eh ada yang hijau menyegarkan mata di depan mata.

Dentuman musik menyamarkan suara degup jantung Serena saat salah satu dari pria tampan tadi mendekat untuk memesan minuman.

Anjrit, wangi banget, duh! batinnya sambil memejamkan mata karena pria tadi tepat di sebelahnya.

Romeo melirik, ia mendapati istrinya senyam senyum sendiri. Segera ia menarik paksa wajah Serena supaya menatapnya. "I'm your husband," lirihnya.

"So?" balas Serena.

Romeo tersenyum licik plus jail. Oke, anak tetangganya ini mulai kumat. Serena begitu tajam menatap tak lupa mencubit pedas paha Romeo. Tetapi mengapa wajahnya datar-datar saja.

Serena melepaskan cubitan, Romeo tersenyum lalu mengecup pipinya. Ia lanjut memegang gelas berisi bir, saat Serena memalingkan wajah, pria tadi sudah berubah menjadi wanita tetapi aslinya pria.

Serena melompat dari duduknya, membuat kakinya sedikit terkilir. Romeo membayar bir lalu membantu Serena berdiri.

"Norak, sih, lo, Tan. Baru pertama kali lihat banci cantik, ya. Lo kalah cantik."

Romeo memapah tubuh Serena, tak berlama-lama di sana mereka segera keluar. Romeo mengajak Serena duduk di mini market yang menyediakan tempat duduk. Serena menunggu Romeo keluar dari sana. Tak lama, suaminya duduk di hadapannya lalu mengangkat satu kaki Serena diletakkan di atas pangkuannya.

"Obat apa itu?" tegur Serena.

"Obat semprot anti nyeri, di apotek sebelah situ ada," tunjuk Romeo ke apotek tepat di sisi kanan minimarket.

Serena hanya bisa diam, ia membiarkan Romeo mengobati kakinya. "Meo, Mama Lita gimana kabarnya?"

"Udah stabil. Tadi siang Kamila kabarin aku." Romeo mengurut sedikit pergelangan kaki Serena.

"Apa sakitnya Mama Lita nggak bisa diobati?"

"Nggak tau juga. Nah, udah, coba lo jalan," perintahnya. Serena beranjak, ia berjalan perlahan, rasa sakitnya tidak terasa lagi. Romeo memasukan obat semprot ke dalam kantong plastik lalu ia tenteng.

Serena tak enak hati, ia mengajak Romeo makan jajanan lokal tetapi Romeo menolak dengan alasan kenyang dan mau ke hotel saja.

Aneh, kenapa raut wajahnya seperti begitu tenang? Serena berjalan di belakang Romeo, berjarak karena tak mau mengganggu. Pikirnya, suaminya itu sedih karena ia membahas tentang mama Lita tadi.

Tiba di hotel, Serena sempat terkejut karena Romeo pergi lagi sendirian, tetapi saat Serena sedang asik nonton TV, lelaki itu datang membawa makanan juga kantong plastik minuman.

"Sorry kalau ganggu, gue pengen tenangin diri."

Serena terbelalak, Romeo membeli beberapa kaleng bir dingin. Untuk makanan lelaki itu membeli aneka macam gorengan manis khas Thailand juga makanan seperti odeng pedas.

Lelaki itu duduk di tepi ranjang menghadap TV layar datar ukuran besar. Kaleng dibuka, ia teguk hingga setengah lalu Romeo diam.

"Bandel ya, lo, Meo. Mama Lita tau nggak, nih, anaknya nakal?!" sindir Serena yang mencomot makanan. Laper juga ternyata.

"Tau."

"Hah? Tau! Wah ... jangan-jangan Mama sakit lo nakal, Meo. Bener-bener anak durhaka, ck ... ck ... ck ... ck ...," tuduh Serena.

Romeo melirik. "Lo tau apa alasan gue mendadak begini?"

"Ya, nggak, lah. Apaan, emangnya." Serena mengunyah makanannya. Romeo mengeluarkan ponsel, ia memberikan ke tangan Serena. Foto seorang gadis tengah bermesraan dengan pria dewasa hanya memakai bikini.

"Nih sapa?" Serena tak kenal.

"Gue sayang banget sama cewek itu, Tan. Gue baru putus sama dia tiga bulan lalu. Dua tahun pacaran dan dia ternyata simpanan suami orang. Gue jaga dia karena orang tuanya yang minta, mereka tau gue tulus sama anaknya dan nggak mau anaknya terus begitu."

"O, Ya, terus?" Serena menyimak sambil makan, lama-lama ia tergiur juga untuk membuka satu kaleng bir dingin, beberapa kali ia melirik. Romeo memberikan ke Serena sesaat setelah membuka kaleng.

"Dosa lo gue yang tanggung. Gue suami lo, Tante," gumam Romeo. Serena menerima kaleng bir, ia teguk lalu bergidik.

"Pahit, Meo ... nggak, deh. Mending es teh manis."

Romeo tergelak, tetapi hal itu sementara karena ternyata Serena tetap meneguk hingga tak terasa habis.

Mereka saling bercerita, Serena menyimak. Gadis itu bernama Wanda, sangat cantik dan bahenol. Kuliah sastra Inggris di kampus yang sama dengan Romeo, tetapi masih setahun dibawah suami Serena.

"Dia udah pernah dilabrak sama istri laki-laki itu, tapi nggak mempan. Alih-alih bela dan tutupi kelakuan dia, kita jadian. Awalnya dia nggak mau, Tan, tapi gue paksa. Bucin goblok, gue," kekehnya. Romeo meneguk bir kaleng ketiganya, kuat juga lelaki itu minum.

"Lo baik, sebenarnya, Meo. Cuma isengnya nggak ada lawan. Dari kecil gue gemes pingin ceburin lo ke comberan atau panggil anjingnya Tante Lady biar kejar elo sampe lo kebirit-birit. Sayangnya lo selalu selamat dari dendam gue."

Romeo tersenyum, ia menghela napas. "Gue nggak tau apa bisa lupain Wanda."

"Harus bisa, dong! Kecuali lo sama dia udah pernah making out atau dia lalukan hal yang ... yeah ... you know what i mean, right?"

"Gue nggak sebodoh itu, Tante. Ciuman sama dia aja nggak pernah. Gue jaga dia."

"Hmh ... susah juga. Gue juga punya satu mantan gebetan, jaman SMA, namanya Hilman. Asli dia bad boy sekolahan banget, tapi dia keren, kece dan gaya urakannya bikin gue ... suka. Sampai satu hari, dia bilang kalau ada cewek yang bakal dia bikin patah hati dan dipermalukan didepan orang banyak itu ... gue, karena ternyata dia tau gue suka sama dia. Saat itu gue gendut, semok, lah, nggak gendut yang gimana, jadilah gue dikata-katain macem-macem sama dia dan berakhir dia bilang kalau gue mimpi banget bakal dibalas perasaannya sama dia."

Serena meneguk birnya lagi. Ia tersenyum, gue dibully dia. Dikata-katain setiap jalan papasan sama dia dan genknya, terus cewek-cewek ikutan body shaming ke gue. Sakit ya rasanya digituin sama seseorang yang kita sayang atau suka."

Romeo mulai sayu matanya, Serena mendadak duduk merapatkan tubuh lalu bersandar pada pundak Romeo.

"Gue jadi ambisi buat tampil cantik. Gue kuliah sampai lulus jadi yang terbaik, gue kerja, saat punya duit gue rawat badan gue. Gue olahraga mati-matian. Berharap suatu saat nanti ketemu Hilman, dia bakal kaget lihat gue berubah!"

"Lo cantik, kok, Tan. Serius," lirih Romeo. Serena mendongak, tersenyum menatap suaminya.

"Lo juga ganteng, kalau nggak jail atau resek," balas Serena lalu menunjukkan cengiran khasnya hingga membuat ujung hidungnya berkerut.

Romeo semakin mendekat, ia memegang dagu Serena lalu menempelkan bibirnya pada bibir Serena. Keduanya larut berpagut. Egek alkohol membuat darah keduanya mendidih.

Keduanya terus saling melumat dan kini Serena sudah duduk di atas pangkuan suaminya. Terus saja permainan berlanjut hingga di atas ranjang. Serena tersenyum dengan kedua mata sayu saat melihat gerakan Romeo membuka kaos yang dikenakan sementara Serena juga sudah polos karena ulah suaminya.

Serena tak kuasa menahan hasrat diri, hingga rasa nyeri menerjang dan ia mendorong Romeo menjauh. Keasadarannya terkumpul, pun Romeo yang langsung berguling ke sebelah kanan. Ia tutupi Serena dengan selimut.

"Maaf, Tan," bisiknya kemudian berlari cepat masuk ke kamar mandi. Serena mengigit bibirnya, ia merutuki dirinya yang hampir tak perawan karena Romeo plus bir yang ia minum.

Romeo ke mana? Ia terpaksa menuntaskan hasratnya sendiri di kamar mandi, hal itu Serena tau karena suara erangan Romeo sayup terdengar saat Serena kembali memakai kaos dan celana pendeknya. Serena diam, saat teringat tadi Romeo menjamah tubuhnya juga tanda kerjaan Romeo jelas terlihat di dadanya, hal itu membuat Serena menghela napas sambil mematut diri di cermin.

Romeo keluar dari kamar mandi, Serena merapikan ranjang dan selimut yang sempat acak-acakkan.

Keduanya berbaring tapi saling memunggungi, tidak ada yang bersuara, hanya dengkuran halus yang terdengar. Hampir ... saja.

Bersambung,

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status