Setelah berdebat cukup panjang melalui telepon, mau tidak mau Dayana akhirnya menyetujui permintaan Sakhala untuk menenui Ruth besok.
Dia malah bangun kesiangan karena lupa memasang alarm. Untung saja dia masih memiliki cukup waktu untuk bersiap-siap karena janji untuk bertemu dengan ibu Sakhala jam sepuluh pagi nanti.
"Aku harus memakai baju yang mana, ya?" tanya Dayana pada diri sendiri.
"Ini terlalu terbuka, kalau yang ini warnanya terlalu mencolok. Argh! Aku bingung sekali mau pakai yang mana!” Dayana menggeram kesal sambil mencocokkan dres satu persatu ke tubuh mungilnya.
Setelah mengeluarkan hampir seluruh pakaian di lemarinya, Dayana akhirnya menemukan satu dres yang cocok untuknya. Sebuah midi dress berbahan satin berwarna cream yang terlihat cocok dengan kulit putihnya.
"Kalau dilihat-lihat, dress ini lumayan manis. Warnanya juga tidak terlalu mencolok dan yang terpenting modelnya tidak terlalu terbuka." Dayana berputar beberapa kali di depan cermin.
"Baiklah, aku akan memakai dress ini, semoga aku tidak terlihat aneh.”
Dayana segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi dia langsung menuju meja rias untuk berdandan. Dia hanya memakai bedak, pemerah bibir, dan sedikit perona pipi karena dia tidak ingin tampil terlalu mencolok. Dayana terlihat sangat cantik meskipun hanya memakai make up tipi, seperti Aprodhite.
[Sakha, aku sudah siap. Aku akan berangkat ke rumahmu sekarang]
Dayana mengirim pesan singkat pada Sakhala. Tidak lama kemudian ada pesan masuk dari Sakhala. Lelaki itu berpesan agar dia hati-hati saat pergi ke rumahnya.
Dayana mencoba untuk fokus dan hati-hati mengemudikan mobilnya sesuai pesan Sakhala. Namun, pikiran gadis itu malah melayang ke mana-mana. Entah kenapa Dayana mendadak ragu untuk bertemu dengan ibu Sakhala karena dia tidak mempunyai hubungan apa pun dengan lelaki itu.
Dayana merasa sangat menyesal sudah menawarkan diri untuk menjadi istri Sakhala. Lelaki yang menjadi atasannya di kantor itu bahkan sudah terlanjur memberi tahu sang ibu kalau mereka sudah menjalin hubungan serius.
'Apa yang sudah kamu lakukan, Day? Lihatlah, kamu membuat seorang ibu berharap lebih terhadap kehidupan putranya,' batin Dayana.
Tiga puluh menit kemudian Dayana tiba di rumah Sakhala. Pintu gerbang dibuka oleh seorang lelaki paruh baya yang mungkin adalah salah satu penjaga di rumah Sakhala.
"Terima kasih, Pak," ucap Dayana ramah setelah membuka kaca mobilnya.
"Sama-sama, Non," balas penjaga itu.
Jantung Dayana berdetak lebih cepat dari pada biasanya karena dia sebentar lagi akan bertemu dengan ibu Sakhala yang mungkin sebentar lagi akan menjadi ibu mertuanya.
Berbagai macam pertanyaan melintas di dalam pikiran Dayana, menerka-nerka seperti apa sosok ibu Sakhala. Bagaimana kalau ibu Sakhala tidak menyukainya?
"Ya Tuhan, aku gugup sekali," gumam Dayana sambil meremas kesepuluh jemari tangannya yang terasa dingin. Gadis itu tersentak karena pintu yang berada di hadapannya tiba-tiba terbuka.
"Halo, Day! Kamu sudah sampai ternyata."
"A-aku baru saja sampai," ucap Dayana berusaha menghilangkan kegugupannya.
Sakhala memperhatikan Dayana dari atas sampai bawah. Sepertinya dia terpesona dengan kecantikan Dayana.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu, Sakha? Apa penampilanku aneh?"
"Ah, maaf. Kamu terihat sangat cantik, Dayana. Baju itu terlihat cocok sekali denganmu."
Rasa panas sontak menjalari wajah Dayana, meninggalkan semburat merah di kedua pipinya. Jujur, Dayana malu mendapat pujian dari Sakhala padahal pujian itu bukan yang pertama kali dia dapatkan.
"Terima kasih sudah mau memenuhi undangan mamaku, Day. Aku tahu kamu pasti sangat gugup sekarang. Tapi jangan khawatir, mamaku orang baik. Jadi, bersikaplah seperti biasa," terang Sakhala.
"Apa terlihat jelas kalau aku sedang gugup?"
Sakhala tersenyum lantas menggenggam tangan Dayana dan menautkan jemari mereka. "Jangan cemas. Semuanya pasti akan berjalan dengan lancar. Ayo, masuk, mama sudah menunggumu di dalam."
Sakhala dan Dayana berjalan bersama menuju ruang keluarga. Dayana mengedarkan pandang ke seluruh penjuru rumah Sakhala. Ada beberapa barang antik dan foto keluarga yang terpajang di dinding dan di atas meja.
Ruth yang sedang duduk di sofa berwarna emerald green seketika berdiri ketika Sakhala dan Dayana datang menghampirinya.
"Selamat siang, Tante. Saya Dayana, teman Sakha." Dayana memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan ke Ruth.
"Selamat siang, Dayana. Saya Ruth, mama Sakha. Wah, kamu ternyata cantik sekali." Ruth memeluk Dayana sekilas lantas mencium kedua pipi gadis itu bergantian.
"Terima kasih, Tante. Ini, Dayana bawakan buah untuk Tante." Dayana mengulurkan sekeranjang buah yang dia beli sebelum pergi ke rumah Sakhala.
"Sakha pasti yang memberi tahu kamu kalau mama suka buah. Terima kasih banyak, Dayana. Lain kali jangan membawakan mama buah lagi," balas Ruth sambil menerima parsel berisi buah anggur dan mangga yang Dayana ulurkan pada dirinya.
"Sebentar, ya. Mama ambilkan minum dulu. Oh, iya, Dayana, jangan panggil tante, panggil mama saja."
Dayana merasa sedikit ragu untuk menjawab, tapi dia akhirnya menganggukkan kepala. "Em, iya, Ma."
Lima menit kemudian Ruth kembali dari dapur sambil membawa beberapa camilan dibantu oleh seorang pelayan yang mengekori di belakangnya.
"Jangan sungkan-sungkan ya, Day. Anggap saja rumah sendiri."
"Iya, Ma. Terima kasih," jawab Dayana.
"Sakha sudah pernah cerita sama mama tentang hubungan kalian. Jadi, kapan kalian akan menikah?"
"Apa Mama tidak terlalu terburu-buru?"
"Ah, maaf." Ruth menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Mama terlalu senang karena Sakha baru pertama kali ini mengajak seorang gadis datang ke rumah. Mama harap kalian benar-benar serius melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebuh serius,” jelas Ruth sambil menatap Dayana.
"Sepertinya kita masih butuh waktu, Ma. Iya kan, Sakha?"
Sakhala mengangguk, menyetujui ucapan Dayana.
"Baiklah, nikmati dulu masa pendekatan kalian. Mama juga pernah muda, kok. Hanya saja, mama berharap kalian tidak bermain-main dengan pernikahan karena menikah itu tidak hanya menyatukan dua orang saja, tapi dua keluarga. Pikirkan baik-baik sebelum kalian memutuskan untuk menikah."
"Iya, Mamaku sayang," balas Sakhala.
Ruth pun mengajak Dayana mengelilingi taman yang berada di halaman belakang untuk melihat koleksi tanaman hias miliknya. Mulai dari harga yang paling murah hingga puluhan juta.
Sakhala hanya diam memandangi dua punggung wanita yang sedang berjalan menuju ke halaman belakang. Perasaan bersalah terpancar jelas dari kedua sorot matanya. Sakhala merasa bersalah sudah membohongi Ruth. Namun, dia terpaksa melakukannya agar Ruth berhenti memaksanya untuk mengikuti kencan buta.
"Maafkan Sakhala, Ma," lirih lelaki bermarga Jordan itu.
Ruth dan Dayana terlihat asyik berbincang-bincang. Ruth ternyata memiliki selera musik yang sama dengan Dayana. Obrolan mereka mengalir begitu saja. Ruth sepertinya menyukai Dayana karena gadis itu mendengar ucapannya dengan baik.
Dayana memberi tahu Ruth kalau dia bekerja di kantor Sakhala. Namun, dia tidak memberi tahu wanita itu kalau pernah melakukan one nights stand dengan Sakhala.
Bagaimana reaksi Ruth kalau tahu dia pernah tidur dengan putranya?
"Sakha, lihat ini." Dayana mengusap perutnya yang tampak semakin membesar. Sakhala sontak mengalihkan pandang dari layar laptopnya lalu menatap Dayana dan ikut mengusap perut istrinya itu dengan lembut."Halo, Jagoan Papa. Sehat-sehat ya, di dalam perut mama. Papa sudah tidak sabar ingin ketemu sama kamu," ucap Sakhala sambil tersenyum karena merasakan pergerakan dari calon buah hatinya yang masih berada di dalam perut Dayana."Apa kamu bisa merasakannya, Sakha?"Sakhala mengangguk. Kedua matanya tampak berbinar merasakan gerakan dari calon buah hatinya. "Dia pasti tidak sabar ingin bertemu sama mama papanya."Perasaan Dayana seketika menghangat melihat Sakhala yang sedang berbicara dengan calon buah hati mereka. Dia bisa melihat dengan jelas jika Sakhala sangat menyayangi buah hatinya."Sakha," panggil Dayana pelan."Iya, Sayang?" "Dokter Tasqia kemarin bilang kalau aku mungkin akan melahirkan akhir bulan nanti. Tapi kenapa perutku sekarang sering merasa mulas?" tanya Dayana sambil
Dayana menjalani masa kehamilannya dengan penuh kebahagiaan meskipun ini bukan kehamilannya yang pertama. Minggu ini usia kehamilannya tepat tujuh bulan. Dayana merasa napasnya menjadi lebih berat dan sesak dari pada biasanya karena janin yang ada di dalam perutnya semakin membesar.Sebagai seorang suami, Sakhala berusaha memberikan yang terbaik untuk Dayana. Seperti dua hari yang lalu, dia baru saja membelikan istrinya itu sebuah sofa santai khusus untuk ibu hamil yang harganya puluhan juta. Sakhala sengaja membelinya agar Dayana merasa nyaman. Selain itu dia tidak tega melihat Dayana yang terus mengeluh karena pinggangnya sakit dan pegal-pegal. Dayana menganggap Sakhala terlalu berlebihan. Namun dia sendiri tidak bisa menolak karena Sakhala membeli sofa itu tanpa sepengetahuan dirinya. Selain itu, dia juga tidak ingin berdebat dengan Sakhala karena itu hanya akan menguras energinya.Dayana duduk di sofa ruang keluarga dengan wajah bahagia. Dia tersenyum saat mengingat pesta gender
Keesokan harinya Dayana bangun dengan kondisi tubuh yang segar bugar karena dia semalam tidur dengan sangat nyenyak. Dia bahkan tidak terganggu dengan suara alarm yang dia pasang sebelum tidur.Dayana melirik jam digital yang ada di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Ternyata sekarang sudah jam tujuh pagi dan dia ingat kalau hari ini Sakhala ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat untuk babymoon. "Sakha sudah bangun belum, ya?" gumam Dayana sambil beranjak dari tempat tidurnya dengan hati-hati.Biasanya Sakhala selalu membantunya saat turun, tapi beberapa minggu ini dia harus melakukannya sendiri karena perutnya selalu merasa mual bila berada di dekat Sakhala. Mungkin saja ini bawaan bayi yang berada di dalam kandungannya.Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk dari luar. "Apa kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Sakhala sambil membuka sedikit pintu kamarnya untuk melihat Dayana. Tingkah lelaki itu benar-benar mirip seorang pencuri yang mengintai rumah korbannya."Aku sudah bangun
Dayana terbangun dari tidurnya karena perutnya tiba-tiba terasa sangat mual. Dia pun langsung bangun lalu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Sakhala yang mendengar Dayana muntah-muntah ikut terbangun dan segera menghampiri istrinya itu. "Kamu nggak papa, Sayang?" Sakhala mengetuk pintu kamar mandi dengan perasaan khawatir. Dayana tidak menjawab panggilan Sakhala dan terus muntah-mutah. Rasanya Sakhala ingin sekali menemani Dayana di dalam sana, akan tetapi dia tidak bisa masuk karena pintu kamar mandi dikunci Dayana dari dalam. "Sayang?!" Sakhala terus berdiri di depan pintu kamar mandi sambil terus memanggil Dayana. Dia akan mendobrak pintu kamar mandi tersebut jika Dayana tidak kunjung keluar. Namun, belum sempat dia melakukannya Dayana tiba-tiba membuka pintu kamar mandi tersebut dengan wajah yang terlihat sedikit pucat. Sakhala segera menghampiri Dayana lalu menuntun wanita itu agar duduk di atas tempat tidur. "Bagaiamana keadaanmu sekarang? Apa sudah
Dayana telah dipindahkan ke ruang rawat setelah menjalani proses pemindahan embrio di rahimnya. Wanita itu masih belum sadar karena efek bius. Sakhala tidak pernah beranjak dari sisi Dayana, dia duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Dayana sambil menggenggam jemari tangan wanita itu dengan erat. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Dayana membuka mata. Dia mengerjapkan kedua matanya perlahan untuk menyesuaikan dengan cahaya yang menerobos masuk ke dalam indra penglihatannya."Sayang?!" Sakhala sontak mengembuskan napas lega karena Dayana akhirnya membuka mata. Dia segera menekan tombol Nurse Call untuk memanggil perawat atau dokter agar memeriksa Dayana."Sakha ...," panggil Dayana pelan karena tubuhnya masih terasa lemas. Tiba-tiba saja pintu ruang rawatnya diketuk dari luar disusul dengan masuknya seorang perawat untuk memeriksa kondisinya"Bagaimana keadaan Ibu Dayana sekarang? Apa Anda masih merasa pusing?" tanya perawat tersebut."Tidak, Sus. Tapi saya masih merasa sedikit
Waktu berjalan dengan begitu cepat, membawa semua hal berlalu bersamanya. Hari ini adalah hari yang penting bagi Sakhala dan Dayana. Sudah genap empat belas hari pasangan itu menunggu hasil dari program bayi tabung yang telah mereka jalani selama kurang lebih satu bulan. "Apa kamu cemas?" tanya Sakhala terdengar lembut. Genggaman tangannya pada Dayana tidak terlepas sedikit pun sejak mereka memasuki halaman rumah sakit."A-aku baik-baik saja."Sakhala menggeleng pelan karena wanita yang berjalan di sampingnya itu tidak pandai berbohong. "Kamu masih ingat ucapanku kemarin malam, kan? Apa pun hasilnya kita pasrahkan sama Tuhan. Yang terpenting kita sudah melakukan yang terbaik," ucap Sakhala berusaha menyalurkan energi positif pada Dayana. "Iya, aku tahu. Terima kasih karena kamu sudah ada di sampingku selama ini," balas Dayana pelan.Kedua pasangan itu pun akhirnya tiba di depan pintu ruangan bercat putih dengan sebuah papan nama bertuliskan Dokter Tasqia, SpOG.Sebelum menarik han