Share

3. Lintar Dihadang Bu Rasti

Dengan demikian, Lintar langsung pamit kepada Edi dan segera melangkah menuju beranda rumah tersebut untuk menemui Devia dan Eva.

Memang benar apa yang dikatakan oleh Edi, Devia saat itu tengah berbincang santai dengan Eva di teras rumahnya. Gadis cantik berkulit putih itu tampak senang ketika melihat kedatangan Lintar. 

"Ya, Allah! Lintar! Akhirnya datang juga," desis Devia tersenyum lebar meluruskan pandangannya ke arah Lintar.

Lintar balas tersenyum sambil melangkah menuju ke arah beranda rumah sahabatnya itu. Setelah berada di hadapan Devia dan Eva, Lintar langsung mengucapkan salam, "Assalamualaikum." 

"Wa'alaikum salam," jawab Devia dan Eva.

Devia bangkit dan langsung mempersilakan Lintar untuk duduk, "Silahkan duduk, Tar!"

"Iya, Dev. Terima kasih," jawab Lintar.

Lintar melangkah menuju ke arah kursi yang ada di teras rumah tersebut,, kemudian ia duduk bersebelahan dengan Eva.

"Kamu pasti mau menjemput Eva. Iya, 'kan?" tanya Devia tersenyum-senyum menatap wajah Lintar.

Lintar balas tersenyum dan sedikit menganggukkan kepala. Kemudian berpaling ke arah Eva yang tampak biasa-biasa saja, tidak ada respon baik yang tersirat dari raut wajah Eva.

Sikap Eva tampak dingin tidak sebahagia Devia dalam menyambut kedatangan Lintar, Eva tidak mempedulikan adanya Lintar di sebelahnya. Terpancar jelas dari raut wajahnya, ada sebuah perasaan kesal dan benci terhadap Lintar yang sudah menolak mentah-mentah cinta dan kasih sayangnya. 

Sebagai seorang tuan rumah, tentu Devia merasa tidak nyaman melihat sikap Eva seperti itu. Lantas, ia pun berkata, "Eva, kamu tidak boleh bersikap seperti ini! Kasihan Lintar yang sudah datang menemui kita di sini." Devia memandang lekat wajah sahabat baiknya itu.

"Maafkan aku, Va. Kita ini sudah lama bersahabat, aku tidak mau karena persoalan kecil, kita jadi bermusuhan," kata Lintar mulai angkat bicara.

"Percuma saja kita bersahabat. Kamu tidak menghargai perasaanku."

Eva menyahut tanpa menoleh sedikit pun ke arah Lintar, ia terus buang muka. Seakan-akan tidak mau melihat wajah Lintar.

"Eva! Lintar, 'kan sudah minta maaf," timpal Devia sedikit memberikan nasihat kepada sahabat baiknya itu.

Eva hanya diam saja tidak menyahut perkataan dari Devia, dua bola matanya tampak kosong memandang jauh ke depan. Entah apa yang tengah ia pandang kala itu? 

Lintar menarik napas dalam-dalam, kemudian berpaling ke arah Devia yang sedari tadi memandangi dirinya. Lintar memberikan isyarat kepada Devia, seakan-akan meminta bantuan kepada sahabatnya itu agar mau membujuk Eva supaya tidak marah lagi kepadanya. 

Devia pun memahami apa yang diisyaratkan oleh Lintar. Lantas, Devia bangkit dan sedikit menggeser kursi tempat duduknya lebih mendekat ke arah Eva. Kemudian, ia duduk kembali, dipandanginya wajah sahabatnya itu. 

"Kamu tidak boleh bersikap seperti ini! Walau bagaimanapun, Lintar ini adalah sahabatmu, sahabat kita berdua! Kawan baik kita, dan merupakan seorang kakak yang baik untuk kita yang masih polos ini," kata Devia memberikan nasihat kepada kawan baiknya itu. 

Eva hanya diam saja, ia tidak menyahut sepatah kata pun. Seakan-akan tidak mau mendengar nasihat dari Devia. 

"Segala masalah di dunia ini akan hilang jika kita saling bicara, bukannya saling membicarakan satu sama lain." Devia terus memberikan nasihat kepada Eva dengan harapan sahabat baiknya itu tidak bersikap seperti itu lagi di hadapan Lintar. 

'Persahabatan itu lembut seperti gelas, sekali pecah itu dapat diperbaiki tapi tidak dengan retakan dan serpihannya,' batin Eva. 

Setelah lama diam, akhirnya Lintar mulai membuka mulut di hadapan Eva dan Devia. Ia menghela napas dalam-dalam, dua bola matanya lurus memandang wajah Eva yang duduk bersebelahan dengan Devia. 

"Aku mohon ... tolong berikan waktu untuk aku! Supaya aku bisa memutuskan hal yang terbaik, aku menolak cintamu bukan karena tidak menyayangimu. Semua demi kebaikan persahabatan kita untuk saat ini!" timpal Lintar bersuara lirih. "Aku harap kamu mengerti, biarkanlah waktu yang akan menjawab semuanya!" sambung Lintar berusaha memberikan penjelasan atas keputusannya yang sudah menolak cinta Eva. 

Demikianlah, setelah mendengar kalimat yang terucap dari mulut Lintar, Eva mulai mengangkat wajahnya. Gadis itu tersenyum dingin menatap wajah pria tampan yang sangat dicintainya. 

"Ya, aku mengerti," kata Eva singkat, kemudian kembali menundukkan kepala. 

Lintar dan Devia tersenyum lebar. Mereka saling berpandangan tampak bahagia, karena Eva sudah mulai membuka diri untuk memaafkan Lintar. 

"Nah, seperti itu. Kita ini sahabat sejak dulu, jadi tidak elit banget kalau harus pecah gara-gara perasaan cinta," kata Devia sambil tertawa kecil. 

"Ah, kamu, Dev. Bisa saja," hardik Eva mendelik ke arah Devia. 

Devia pun tertawa lagi ketika melihat Eva yang tersipu-sipu mendengar perkataan darinya, "Hahaha...." 

"Sekarang kamu ikut pulang denganku, yah?! Ibumu sangat mengkhawatirkan kamu, Va!" ajak Lintar lirih, dua bola matanya terus memandangi wajah Eva yang cantik itu. 

Eva menarik napas dalam-dalam, kemudian menjawab, "Tidak usah, Tar! Aku bisa pulang sendiri, kok." 

"Baiklah, kalau memang kamu tidak mau pulang bersamaku. Tapi kamu janji! Harus pulang hari ini!" kata Lintar terus memandangi wajah Eva yang duduk di sebelahnya. "Tadi ibumu datang ke rumahku. Ibumu bilang, jika hari ini kamu tidak pulang, maka dia akan melaporkan aku ke pihak kepolisian," tambah Lintar memberitahu Eva tentang ancaman dari ibunya. 

"Iya, aku janji. Hari ini aku pasti pulang, kok. Maafkan atas sikap ibuku ya, Tar," sahut Eva meyakinkan Lintar yang masih penuh keraguan terhadap dirinya. 

Dengan demikian, Lintar sedikit merasa lega. Lantas, ia pun langsung pamit saat itu juga kepada Devia dan juga Eva, karena Lintar ada urusan penting dengan Dani sore itu. 

Setelah berlalunya pria tampan dari hadapannya, Eva pun kembali melanjutkan perbincangannya dengan Devia. 

"Ternyata apa yang kamu katakan tadi benar, Dev. Lintar akhirnya datang juga ke sini," kata Eva lirih. 

"Tapi—" Devia tidak melanjutkan perkataannya. 

"Tapi kenapa, Dev?" tanya Eva tampak penasaran. 

Sedikit ragu-ragu, Devia pun menjawab, "Itu, masalah ibumu mau melaporkan Lintar kepada polisi. Itu sungguhan, Va?" 

"Ah, kamu! Kamu, 'kan tahu sendiri ibuku seperti apa?" 

Dengan demikian, Devia pun tersenyum lebar. Lantas, ia coba mengalihkan pembicaraan. 

"Aku yakin! Sebenarnya Lintar itu menyayangi kamu. Akan tetapi, ada hal lain yang menjadi penghalang, sehingga Lintar tidak menerima cinta kamu," imbuh Devia berkesimpulan. 

Bola mata Eva tampak membulat menatap wajah Devia, ia penasaran dengan apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu. 

"Maksud kamu penghalang apa?" tanya Eva mengerutkan kening. 

"Hemmm! Sudahlah, nanti juga kamu tahu sendiri apa yang menjadi penyebabnya," jawab Devia enggan mengatakan sesuatu yang baru ia duga. Tentang alasan Lintar menolak cinta sahabatnya itu. 

"Kamu itu tidak jelas kalau bicara!" hardik Eva mendelik ke arah Devia. 

"Sudahlah, kita bahas nanti saja! Sekarang kita makan dulu!" sahut Devia bangkit dan langsung mengajak Eva untuk segera masuk ke dalam rumah. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status