Share

Jungkir Balik Dunia Alana
Jungkir Balik Dunia Alana
Author: Bintang Perak

Chapter 1

Author: Bintang Perak
last update Last Updated: 2025-08-24 22:45:27

"Tolooong! Tolooong! Siapa pun tolong aku!"

Sudah terpojok, punggungnya menyentuh dinding ruangan remang tempat dia disekap. Kalaupun ada celah melarikan diri, Alana tak yakin akan berhasil. Pria itu berada tepat dihadapannya. Tidak ada benda secuil pun untuk dijadikan senjata. Hanya debu dan aroma sesak dari lapuknya kondisi ruangan.

"Teriak! Teriaklah sepuasmu! Tidak akan ada yang menolong dan mendengar suaramu di tempat ini!” Laki-laki itu menyeringai. Ketukan kakinya tanpa suara, melangkah semakin mendekat pada Alana. Matanya liar dan lapar, siap menerkam.

Alana beringsut gemetar.

"Jangan, Tuan! Aku mohon ... lepaskan aku!”

“Semua laki-laki di desa begitu tergila-gila padamu. Dan sekarang kamu sudah ada di hadapanku, mana mungkin aku menyia-nyiakan kesempatan ini!” Satu per satu kancing kemeja yang dikenakan dilepas lelaki itu. Dia adalah salah satu dari sekian banyak OLD (Obsessive Love Disorder), yang tergila-gila pada Alana.

Menangis dan menggeleng tanpa bisa berbuat melebihi kesanggupannya yang hanya sebatas memukul-mukul dan mendorong dengan tekanan lemah, Alana putus asa.

Perlawanannya tidak ada pengaruh, kekuatannya sama sekali bukan tandingan seorang penculik berbadan kekar.

“Ya, Tuhan ... tolong selamatkan aku.” Sebatas itu harapan yang menggema di dalam hati.

"Tenang, Cantik. Aku akan bermain dengan sangat lembut. Kau juga akan sangat menikmatinya." Sekarang kemejanya sudah terlepas, ada di genggaman tangan, kemudian melemparnya ke sembarang arah, pria itu siap dengan kebejatannya.

“Tidak! Kumohon ... jangan."

“Aku sudah 'tak tahan untuk segera merasakan tubuhmu yang mulus ini. Ayolah, Cantik. Tidak seru kalau terus berontak, pasrah saja dan kita bersenang-senang."

“Cuihh!”

Bukannya marah, lelaki itu malah tersenyum seringai saat Alana meludahinya, lalu menyesap jemarinya dengan erotis. "Bahkan air liur mu pun begitu terasa manis. Benar-benar membuat gila.”

Benar-benar menggila. Leher dan wajah Alana dijelajahnya dengan kecupan liar dan kasar, tidak lembut seperti katanya sesaat lalu.

Jeritan Alana menantang jagat. Memukul-mukul dan mendorong hanya berakhir nahas. Aroma kalaf pria itu membuatnya terdesak.

“Tolooooong!"

Tempat itu sepi dan jauh dari keramaian, bangunan tua yang terbengkalai.

Tidak ada siapa pun, tidak untuk sekedar membuatnya merasa punya kesempatan untuk terbebas.

Nafsu pria itu sudah tidak bisa dikendalikan. Pakaian atas Alana koyak secarik bagian pundak.

“TIDAAK!”

Akan tetapi ... bersamaan dengan teriakan keras terakhir kali ....

BUGGGH!

“Arggh!"

Ya, masih ada Tuhan.

Keadaan membeku sesaat, pria itu memegani tengkuknya sembari menoleh ke belakang dengan gerakan kaku, urat wajahnya meregang karena tekanan sakit yang teramat sangat.

“Kamuー”

Tanpa sempat melawan, sudah lebih dulu kehilangan kesadarannya.

Alana terkejut, pria bajingan itu ambruk menimpa tubuhnya. Lalu pasang matanya melihat sosok yang sangat dia kenali berdiri dengan tatapan cemas.

“Isan!”

Seorang anak laki-laki bisu, 14 tahunーtetangganya di Tanjung Sekar, malaikat yang dikirim Tuhan untuk menyelamatkannya.

Setelah melempar balok yang digunakannya memukul, Isan menarik tubuh pria penculik dari tubuh Alana dan mengempasnya ke tepi. "Hmm! Hmm!" Lalu mengulurkan tangannya ke hadapan Alana.

Alana mendongak menatap wajah anak lelaki yang tidak bisa bicara itu. “Terima kasih, Isan,” ucapnya. Diterimanya uluran tangan Isan lalu berdiri.

Isan mengangguk dengan senyuman tipis, yang mungkin maknanya: 'senang bisa menolong Kakak'.

Setelah itu keduanya berjalan bergandengan menuju jalan keluar dengan langkah Alana yang masih lemah.

“Kamu hebat, San.”

Satu tangan Isan menepuk dada, sombong. Alana terkekeh di antara lelah. Sampai sesaat kemudian eskpresinya berganti bingung. "Tapi, San ... dari mana kamu tahu kalau Kak Lana dibawa ke sini?”

Isan menjelaskan dengan bahasa isyarat, yang makna penjelasannya; Dia melihat Alana diseret paksa masuk ke dalam sebuah mobil bak tua di jalanan sepi, dari sana anak itu langsung mengikuti dengan sepeda butut yang kebetulan sedang dikendarainya.

Alana terharu dan melontar berulang terima kasihnya.

Mereka berdua memutuskan pulang berjalan kaki. Sepeda usang milik Isan tidak cukup kuat dipakai bonceng berdua.

Satu jam termakan untuk sampai ke Tanjung Sekar, desa tempat tinggal Alana dan Isan. Matahari sudah hampir lenyap saat keduanya sampai di depan halaman rumah Alana.

“Kamu pulang saja, San. Mbok pasti sudah sangat mengkhawatirkan kamu. Sekali lagi terima kasih, ya.”

Isan tersenyum dan mengangguk, lalu mengayuh sepedanya meninggalkan Alana.

Selepas kepergian Isan.

Pelan dan hati-hati, Alana menginjakkan dua kakinya di teras rumah berbahan kayu. Pintu tidak terkunci saat ruas jari-jemari memutar handle.

Tepat saat tubuhnya satu langkah melewati pintu ....

"Dari mana saja kamu, Jalang?!"

Jantung Alana terlonjak kaget.

Sambutan Marni memekakkan gendang telinga. Dengan perlahan kepalanya bergerak ke sisi itu. “Bibi.”

Ya, Marni adalah bibinyaーbibi yang garang, tidak ada lembut-lembutnyaーberlaku hanya pada Alana.

Alana menunduk takut, jari-jari tangannya saling menjalin satu sama lain di depan perut.

“Jawab pertanyaanku, Bodoh!" bentak Marni, perhatiannya tertuju pada robekan di baju Alana, lalu berdecak, “Ck, benar-benar jalang!”

“A- aku. Aku ta- tadi..." Alana tergagap, bingung. Marni sudah pasti tak akan menerima penjelasannya.

“Jawab yangー”

“Lana!” Suara Kakek Sadeli memecah tema, mengusik perangai Marni. “Kamu pulang, Nak? Dari mana saja kamu? Kakek cemas sekali!” Dia keluar dari kamarnya karena mendengar teriakan putri keduanya itu.

Marni mendelik 'tak suka, lagi-lagi bapaknya datang menyelamatkan keponakan yang sangat dibencinya nyaris sampai ke ubun-ubun itu.

“Maafkan Lana, Kek, sudah membuat Kakek khawatir,” ucap Alana, menyambut hangat pelukan kakeknya.

Sesaat pelukan itu dilepas, sekarang Kakek Sadeli menelisik tampilan Alana yang tidak biasa. “Apa yang terjadi padamu, Nak? Kenapa berantakan seperti ini?"

“Anu ... aku ... aku tadi ....” Alana ragu mengutarakan. Namun pada Kakek Sadeli, dia tidak akan mungkin bisa berbohong. “Aku tadi diculik, Kek! Aku hampir dilecehkan!"

“Apa?!” Kakek Sadeli terkejut setengah mati. “Siapa yang menculikmu, Nak?! Di mana kejadiannya?!” Dari wajah lalu ke lengan Alana, Kakek menelisiknya dengan gerakan rusuh. “Kamu tidak apa-apa, 'kan?!”

“Aku baik-baik saja, Kek,” jawab Alana. “Orang itu ... aku tidak tahu. Aku tidak mengenalinya sama sekali. Tiba-tiba dia membekapku di jalan sepulang dari perkebunan.”

“Halaah ... jangan bohong kamu!” Marni menyergah. “Pasti kamu memang sengaja pergi bersama lelaki itu, 'kan? Pakai alasan diculik segala.”

"Tidak, Bi. Aku tidak berbohong!" tampik Alana. “Aku benar-benar diculik. Orang itu membawaku ke bangunan tua yang cukup jauh dari desa ini."

“Lalu siapa yang dengan senang hati menyelamatkanmu?! Apakah si Dirga kekasihmu itu, hah?!"

Alana menunduk, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan, Bi."

Bibir Marni tersenyum remeh. "Sudah kuduga, kamu pasti berbohong. Mana bisa kamu terlepas begitu saja dari penculik."

Alana kembali ragu memberitahu, tapi lagi-lagi dia selalu sulit mengarang cerita. "Isan yang sudah menyelamatkan aku, Bi.”

"Hahaha!" Tawa Murni meledak keras, menggema di seluruh ruang. "Siapa katamu? Isan? Isan si bocah gagu itu? Hahaha! Lalu menurutmu aku akan percaya begitu saja, huh?!" Dalam sekejap rautnya kembali bengis, matanya melotot lebar seolah menelan Alana.

"Benar, Bibi. Memang benar Isan yang sudah menyelamatkan aku." Alana berusaha meyakinkan walaupun hasilnya jelas bisa ditebak.

“Dasar perempuan sialan! Sudah tahu salah, masih menyangkal juga!"

“Cukup, Marni!" Kakek Sadeli membentak keras, sabarnya hilang. "Lana, pergilah ke kamarmu, Nak. Nanti saja kamu ceritakan pada Kakek. Sekarang beristirahatlah.”

Alana menurut tanpa berkata. Melangkah seraya mengusap sisa basahan air mata di garis pipi.

“Dan kamu Marni, jaga mulut kotormu itu!”

"Bapak selalu saja membela anak sialan itu." Marni tak terima. Kakek Sadeli sudah berlalu tanpa mendengar apa yang dia ucapkan.

Koridor kosong yang tadi dilalui Alana tajam ditatap Marni. “Dasar gadis sialan! Kamu akan menyesal seumur hidup karena telah hadir di tengah-tengah keluarga kami."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 7

    “Cepat! Jangan berjalan seperti siput!” Bentakan demi bentakan Marni 'tak ada habisnya, Alana hanya bisa pasrah mengikuti semau bibinya yang durjana itu. Sampai di halaman rumah. “Senyum! Jangan pasang wajah seperti habis disiksa seperti itu!” peringatan Marni tepat di depan telinga Alana, suara menggeram dan penuh tekanan, tidak ingin dibantah. Selangkah masuk ke dalam rumah, ekspresi Marni tiba-tiba melunak, mencuatkan keheranan Alana. Dan keheranan itu terjawab saat seraut wajah ditemukan pasang matanya. Jantung yang mula tenang seketika bertabuh kencang. “Juragan Wasesa!” Lelaki tua itu duduk santai bersadar sofa dengan kaki bersilang. Seringai mewarnai wajah saat tatapan Alana menjumpainya. “Saya sudah membawa Alana, Juragan," kata Marni. Juragan Wasesa tersenyum senang. “Bagus, Nyonya Marni.” “Lana! Cepat pergi dari sini, Nak!" Pandangan Alana terentak ke lain arah. “Kakek!” Terkejut kedua kali, kiri kanan tubuh Kakek Sadeli dicekal dua orang anak buah Juragan Wasesa.

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 6

    Angin berembus kencang, menerbangkan dedaunan tua yang sudah menyerah dari tangkai bagian pohon.Suara deru air sungai yang mengalir deras, menemani Alana yang terduduk di atas bebatuan dengan memeluk lipatan kaki.Air mata masih setia mendampingi, mewakili segala yang dirasakannya sekarang. Ingin berlari sekencang-kencangnya, melepas semua beban yang sesak penuh di dada, tapi kakinya terlalu lemah untuk diajak berlari.Ketika larut dalam melodi, Alana tersentak. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. “Isan!”Wajah anak itu riang dengan senyumnya.“Kamu memancing?" tanya Alana seraya berdiri.Isan mengangguk seraya mengangkat pancingan dan ember kecil di kedua tangan.“Sudah dapat ikannya?”“Hmm.”“Coba lihat!"Ember kecil berisi ikan disodorkan Isan segera pada Alana.“Wah, ada dua, besar-besar! Kamu hebat, San!”Pujian itu melebarkan senyuman Isan. Setelah menaruh wadah ikannya di atas batu, ia bertanya balik pada Alana, “Kakak sendiri sedang apa di sini?" (Isyarat).Pertanyaan

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 5

    Kailash Daniel sudah menyelesaikan urusannya di desa itu. Merasa telah dekat dengan Alana dan keluarga, sebelum kembali ke ibukota, dia menyempatkan mampir kembali ke rumah itu. Sekedar pamit dan memberikan sedikit uang untuk Kakek Sadeli.Untungnya, Marni lagi-lagi sedang keluar saat Kailash datang. Jika tidak, maka Kailash akan menjadi tujuan barunya. Tentu saja menggunakan Utari sebagai umpan.Namun keburukan di saat sama, hari itu juga Dirga melihatーkedua kali, betapa Alana begitu akrab dengan pria asing yang mendadak menjadi rival di dunianya.Akan tetapi lagi-lagi seperti tolol, Dirga hanya melihat di kejauhan lalu pergi membawa setumpuk amarah dari rasa cemburu di ubun-ubun.Hari berikutnya.Kehidupan Alana setelah memutuskan keluar dari pekerjaannya di perkebunan Juragan Wasesa menjadi semakin ricuh. Mendengar bentakan Marni setiap waktu rasanya seperti memutuskan saraf sendiri.Dan hari ini, Alana memutuskan mencari pekerjaan di tempat lain. Dia berjalan ke arah pasar seorang

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 4

    “Mohon maaf, Juragan.” Kakek Sadeli lebih menegakkan badan untuk mendukung keseriusan kata yang akan dia ucapkan.“Bukannya saya sombong, bukannya saya tidak menghargai Anda, tapi Alana ... selain dia masih terlalu muda, dia juga ... hanya akan saya nikahkan dengan orang yang benar-benar dicintainya.”Kata-kata itu menohok, mengungkit perbedaan yang membumi langit terkait usia, Juragan Wasesa sedikit menajamkan mata.Kakek Sadeli yang tegas itu kemudian melanjutkan, “Dan meskipun kami hidup dalam keterbatasan, kami masih merasa cukup, kami tidak pernah kelaparan. Jadi ... silakan manfaatkan uang Anda yang berlimpah ini untuk kepentingan Anda yang lain. Sekali lagi saya mohon maaf, Juragan.”Koper yang terbuka dengan isi gepokan uang ditutup, lalu disodorkan kembali ke hadapan Juragan Wasesa oleh Kakek Sadeli. Itu mahar yang dipersembahkan untuk mempersunting Alana. Jumlah yang sangat banyak untuk harga seorang gadis kampung yang bahkan tidak berpendidikan tinggi.Mendapat penolakan de

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 3

    Pukul 18.30 malam di meja makan.“Apa Lana belum juga pulang, Tari?" Kakek Sadeli bertanya, beliau baru saja mengisi duduk sebuah kursi di samping cucunyaーUtari, anak perempuan Marni.“Sepertinya belum, Kek," jawab Tari, sambil menyendok nasi ke piring kosong milik sang kakek.“Kemana perginya anak itu?"“Palingan juga dia di bawa laki-laki, Pak!” Marni menimpal, wajahnya selalu kecut jika menyangkut Alana.“Bu ... berhentilah berkata buruk tentang Kak Lana,” Utari menegur ibunya.“Kamu jangan ikut-ikutan membela gadis liar itu seperti Kakekmu, Tari! Dia itu tidak pantas dikasih hati."Utari dan Kakek Sadeli hanya saling melempar pandang tanpa mengatakan apa pun. Berdebat dengan Marni bukan hal yang patut dikejar.Mereka melanjutkan makan tanpa bicara lagi.Saat sama, suara ketukan pintu terdengar, menyentak segenap perhatian.“Nah, itu pasti Lana!” Kakek beranjak semangat.“Biar Tari yang buka pintunya, Kek!”Kakek mengangguk dan duduk lagi.Utari beranjak dan berjalan menghampiri pi

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 2

    Dua hari berlalu ....Alana kini sedang berada di tengah-tengah hamparan luas sebuah perkebunan teh di desanyaーDesa Tanjung Sekar. Tidak ada waktu untuk menggulung perasaan takut setelah penculikan itu, tidak boleh trauma.Di punggungnya, dia menggendong sebuah keranjang bambu berukuran besar, tempatnya menampung pucuk-pucuk daun teh yang telah dipetiknya.“Lana."Seseorang menepuk pundaknya dari belakang.Alana terpancing perhatian dan mendapati seraut wajah, lalu tersenyum lebar. "Dirga.”Pemuda manis bernama Dirga itu kekasihnya.“Kenapa ke sini? Kamu tidak bekerja?"Dirga menggeleng seraya merapat ke samping Alana. "Ada rapat di pusat kota, aku malas ikut. Lebih baik ke sini menemani kamu kerja.”“Hmm, begitu," tanggap Alana, meneruskan kembali pekerjaannya. “Tapi pekerjaanku akan sangat membosankan. Kamu pasti akan kabur dalam sepuluh menit.”“Tidak akan!” sanggah Dirga, mulai ikut membantu, berkutat dengan daun-daun teh. “Bersama gadis tercantik di Tanjung Sekar, siapa pun akan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status