Share

Just alone
Just alone
Author: zinny

SATU

Seorang laki-laki menghentikan laju mobilnya di dalam basemen apartemen. Dia duduk di belakang kemudi mobil, kemudian merogoh kantung jas untuk mengambil sebuah kotak bludru kecil, dia membuka tutup kotak kecil tersebut berulang kali, setelah puas melihatnya, dia memasukan kembali kotak kecil itu kedalam kantong jasnya.

Sebelum keluar dari mobil dia mencoba menelepon seseorang, tapi sayang telepon tersebut tidak diangkat. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari mobil dengan membawa serangkaian bunga mawar putih, bunga kesukaan pacarnya. Lalu dia berjalan memasuki gedung apartemen tak lupa sebuah senyum yang tak lepas dari wajahnya.

Dia berniat untuk memberi kejutan kepada pacarnya. Sudah satu minggu mereka tidak bertemu, bukannya dia tidak mau bertemu pacarnya, karena kesibukan pekerjaan yang mengharuskan dia untuk menyelesaikan tugas keluar kota.

Dayva alfaro nama laki-laki itu. Usianya masih dua puluh tujuh tahun, di usianya yang masih muda dia sudah memiliki beberapa cabang minimarket disetiap daerah. Latar belakang orang tuanya seorang pengusaha juga memudahkan Dayva menjadi sukses di usianya sekarang.

Dayva alfaro wajah tampan, berbadan tegak, tinggi sekitar seratus delapan puluh lima sentimeter, rambut lurus, dan bola mata berwarna coklat.

Dengan langkah pasti Dayva memencet nomer pin apartemen pacarnya. Laki-laki itu meletakkan serangkaian bunga mawar putih di atas meja. Kemudian melepaskan jasnya dan juga melonggarkan dasinya setelah itu dia duduk di sofa ruang tamu.

Apartemen yang sepi membuat dia sedikit heran, dia berpikir mungkin pacarnya sedang keluar membeli sesuatu. Tapi melihat lampu kamar pacarnya menyala, dia berdiri melangkah menuju kamar pacarnya, langkah kakinya terhenti saat mendengar sebuah suara,

"Aaahhhkkk... Aaaahhkk.. terus sayang.."

Laki-laki itu terdiam ditempatnya samar-samar terdengar suara wanita yang dia kenal, tapi dia takut jika yang dia dengar salah. Dia di buat semakin terkejut ketika sebuah suara di dengarnya lagi.

"Aaahhhkkk... lebih cepat sayang..,"

Dengan langkah cepat Dayva melangkahkan kakinya menuju satu-satunya kamar di dalam apartemen. Dengan tangan bergetar dia membuka pintu kamar pacarnya.

CEKLEK...

Pintu terbuka, betapa terkejutnya laki-laki itu melihat dengan mata kepala sendiri. Di atas ranjang ada sepasang laki-laki dan gadis, sama-sama dalam keadaan telanjang dan si gadis berada di bawah tubuh laki-laki itu, yang keduanya sangat dikenal olehnya. Mereka adalah pacar dan sahabat Dayva. Berniat memberi kejutan malahan dia yang mendapatkan kejutan.

Pacarnya bernama Rena, sedangkan sahabatnya bernama Alan. Laki-laki itu tak pernah membayangkan pacar dan sahabat baiknya dalam satu ranjang, membuatnya tanpa banyak bicara bergerak mendekat kearah Alan dan menarik tubuhnya dari atas ranjang hingga jatuh ke lantai.

Bukk

Bukk

Bukkk

Terdengar laki-laki itu menghantam Alan berkali-kali, tapi Alan tak membalas pukulannya. Malahan Alan terlihat senang melihat reaksi Dayva.

"Hentikan Dayva! hentikan!" jerit Rena sambil memakai selimut sebagai penutup tubuhnya.

Tapi dia tak menghiraukannya, dia tetap memukul Alan tanpa ampun. Meskipun Rena mencoba untuk menarik tubuh Dayva, tetep saja usahanya tidak berhasil. Laki-laki itu sudah di penuhi oleh amarah yang tak bisa di bendung lagi.

Berulang kali Rena berteriak dan menangis, tapi tetap saja dia tak menghiraukannya. Merasa sudah lelah laki-laki itu berdiri,

"KITA PUTUS,"

Dua kata yang dia katakan untuk Rena.

"Aku gak mau kita putus kaya gini, dengerin penjelasaan aku dulu," ucap Rena.

Rena mencoba meraih tangan Dayva, tapi tangan Rena di tepis olehnya.

Meskipun terdengar suara Rena memanggil-manggil namanya. Dengan langkah pasti Dayva berjalan menuju kearah pintu keluar, tanpa menoleh ke belakang.

Rena berniat untuk mengejarnya, tapi Rena sadar bahwa dia hanya memakai selimut untuk menutupi tubuhnya.

"Brengsek!" umpat Dayva dari balik kursi kemudinya sambil memukul-mukul dan meremas setir kemudi mobil.

"Sejak kapan mereka bermain di belakang ku? kenapa aku gak pernah curiga dengan mereka!" ucap laki-laki itu pada diri sendiri.

Dayva tidak berniat untuk pulang ke apartemennya karena terlalu banyak kenangan antara dia dan Rena.

Jalanan malam yang sudah sepi memudahkan laki-laki itu melajukan mobilnya dengan cepat. Hingga mobil yang dia kendarai sampai di depan sebuah minimarket.

*******

Seorang gadis melangkah menuju depan jendela apartemennya sambil membawa secangkir teh hangat yang dia buat untuk menemaninya.

Dari posisi itu, gadis tersebut dapat melihat bagaimana suasana kota surabaya saat malam hari. Terlihat sangat indah karena berada di ketinggian, kerlap kerlip lampu kota menghibur badan dan juga matanya yang lelah akibat seharian berada di depan laptop.

Langit malam ini terlihat semakin indah karena terjadi fenomena alam yaitu terjadinya gerhana bulan total merah,  yang hanya terjadi setiap seratus sembilan puluh lima tahun sekali.

Gadis itu merasa beruntung, lalu dia merogoh saku celananya untuk mengambil sebuah benda pipih. Kemudian benda pipih itu dia arahkan menghadap langit bersiap-siap untuk memotretnya.

Setelah berhasil memotretnya, gadis itu melihat langit dan benda pipih tersebut secara bergantian sambil tersenyum. Di masuk kembali benda pipih itu kedalam kantung celananya.

Kamar yang selalu sunyi, karena gadis itu selalu sendirian di dalam apartemen kecilnya.

Dia bernama Amelia calista menderita fobia kecemasan sosial (antrofobia) yang membuat dia kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Amelia Calista berbadan kecil, karena tinggi badannya hanya sekitar seratus lima puluh lima sentimeter, berkulit kuning langsat, bola mata coklat, dan berambut hitam sebahu.

Panggilannya Amel, dia seorang penulis novel online, jadi dia melakukan semua kegiatan di dalam rumah. Keluar rumah pun hanya untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Itupun dia lakukan hanya satu minggu sekali, selebihnya dia akan memesan makanan secara online.

Amel masih berada di depan jendela, sampai terdengar bunyi perut Amel yang meminta untuk di isi. Langkah kaki Amel tertujuh di depan pintu lemari pendingin, saat di buka tidak terdapat makanan apa-apa. Amel memegang perutnya yang sudah terasa perih dan melirik jam dinding yang sudah pukul sebelas malam.

Tanpa pikir panjang Amel meraih jaket hodie dengan ukuran yang hampir menutupi sebagian tubuhnya, tak lupa dia memakai masker.

Sebelum dia membuka pintu rumahnya, Amel mengeluarkan sebagian kepalanya lalu dia menengok arah kanan dan kiri. Amel menarik nafas panjang lalu di hembuskannya melalui mulut, merasa lega karena tak terlihat orang. Amel mulai melangkahkan kakinya keluar rumah dan berjalan cepat sambil sekali-kali melihat kanan kiri menuju minimarket dua puluh empat jam di dekat apartemennya.

******

Setelah sampai di mini market, dengan langkah pasti Amel mengambil keranjang belanja dan memasukan kebutuhan yang dia perlukan untuk stok makan di lemari pendinginnya. Amel yang merasa sudah cukup belanjaanya, kemudian dia membayar ke kasir, tapi didepan kasir tidak orang. Amel hanya berdiri saja dan menengok kanan kiri, tanpa bersuara.

Dengan langkah terburu-buru seorang laki-laki datang dan berdiri di depan meja kasir. Dia Toni mahesa, sahabat sekaligus supervisor minimarket milik Dayva. Toni bersahabat  dengan Dayva mulai dari SMA, karena ibunya seorang janda dan mempunyai dua orang adik, mengharuskan dia untuk mencari uang, akhirnya dia memutuskan untuk tidak kuliah. Toni sangat bersyukur mempunyai sahabat Dayva, karena dengan ijasah Toni yang cuma SMA, dia bisa mendapatkan perkerjaan seorang supervisor dan juga menjadi orang kepercayaan Dayva. Karena Toni memerlukan uang lebih, jadi dia juga mengambil sif malam pada salah satu minimarket yang masih memerlukan pegawai.

"Maaf kak, lama menunggu," ucap Toni

"....." Amel mengangukan kepala

"Ada yang diperlukan lagi, Kak," tanya kasir minimarket

"...," Amel hanya menggelengkan kepala, sambil melirik nama petugas kasir yang bernama Toni.

"Totalnya Rp.345.000, Kak" ucap Toni kasir minimarket lagi.

"...,"  sekali lagi Amel menjawab hanya mengangukan kepala sambil menyerahkan uang Rp.400.000.

"Kembalinya Rp.65.000, terima kasih, Kak," lanjut Toni.

Tanpa menjawab Amel keluar dari minimarket tersebut. Saat akan membuka pintu, dari arah berlawanan tanpa sengaja Amel menabrak seorang laki-laki, hingga tubuh Amel jatuh ke lantai.

"Aaahhhkkkk.....!!" teriak Amel sambil cepat-cepat berdiri dan berlari sekencang-kencangnya.

*****

Dengan nafas yang masih memburu Amel masih berusaha menormalkan nafasnya sehabis berlari kencang. Amel duduk di belakang pintu masuk apartemennya, menutup wajah dengan kedua tangannnya dan hanya bertumpuh dengan kedua lututnya. Dia masih selalu bersembunyi dalam ketakutannya dan selalu menangis dalam diam.

Keadaan sepi dalam apartemen menambah tangisan Amel semakin keras tapi tertahan dengan tangannya sendiri yang menutup mulutnya. Hal seperti ini bukan pertama kali untuk Amel, dia sudah berulang kali mencoba untuk tidak lari saat bertemu orang, tapi tidak mudah. Setiap kali dia mencoba memberanikan diri, semakin besar pula ketakutan yang dirasakannya.

Tiga puluh menit berlalu, Amel mulai mengangkat kepala, menghapus air matanya dan menegakan tubuhnya yang masih lemah. Kemudian dia berjalan perlahan sambil meraba dinding-dinding tembok agar tak terjatuh hingga sampai di dalam kamarnya.

Saat sampai di dalam kamar Amel duduk di tepi ranjang, kemudian membuka lemari kecil di sisi ranjang dan mengambil sebuah obat bertuliskan sertraline.

Sertraline adalah obat untuk menangani depresi, obat itu bisa membuat pikiran orang menjadi tenang dan menimbulkan efek meningkatan rasa kantuk yang berat.

Amel  mengambil satu butir lalu dengan cepat obat itu dia telan. Kemudian Amel merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Mengambil selimut d tepi ranjang kemudian menyelimuti tubuhnya dengan selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya kecuali bagian kepalanya, hanya hitungan menit Amel sudah tertidur pulas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status