Share

TIGA

"Toni, masuk kantor ku sekarang!" perintah Davya dari dalam ruang kantor

Tok

Tok

Tok

​Toni mengetuk pintu kantor Dayva.

"Masuk!" perintah Dayva lagi.

Toni membuka pintu, kemudian berdiri di depan Dayva.

"Ada apa bos manggil aku?" 

"Kau kenal ma cewek yang baru aja kesini?" 

Dengan dagu yang di topang dengan kedua tangannya Dayva menunggu jawaban dari Toni.

"Aku gak tau namanya bos, tapi dia kesini satu minggu sekali dan selalu malam hari kaya tadi malam," jelas Toni

"Oke kalau begitu kamu boleh pergi!" usir Dayva kepada Toni.

"Siap bos," jawab Toni sambil melangkah pergi.

"Kirain mau naikin gaji, ternyata tanya soal cewek," cibir Toni saat keluar dari kantor Dayva

"Aku denger Ton, gaji mu gak aku tambah, malahan aku kurangin,"

"Lah...jangan bos, maaf," mendengar ucapan Dayva, Toni masuk lagi ke dalam kantor, dengan kedua telapak tangan menyatu. Tanda minta maaf. Dan duduk di depan Dayva.

"Kau itu kalau masalah duit cepet banget minta maafnya," ucap Dayva tersenyum melihat ulah dari sahabat sekaligus pegawainya.

"Gimana ya? Soalnya ini menyangkut kebutuhan hidup," jawab Toni sambil tersenyum.

"Eh.. kalau cewek barusan ke sini lagi beritahu aku ya..," pinta Dayva

"Oke..., tapi Rena mau kau taruh mana?"

"Ku buang, udahlah jangan bahas Rena!"

"Lagi bertengkar ma dia?"

"Bukan bertengkar lagi, aku udah putus ma dia,"

"Lah.., kenapa? bukannya kau mau kasih cincin ke dia?"

"Rena selingkuh ma Alan,"

"Apa? Rena selingkuh? Ma Alan?" tanya Toni, yang tiba-tiba berdiri dari kursi.

"Iya.., iya.., kau tak dengar aku ngomong apa tadi? kau tanya lagi, aku potong gaji kau! ini waktunya jam kerja bukan jam istirahat!" tegas Dayva.

"Iya... Iya.. bos!" sahut Toni sambil keluar dari ruang kerja Dayva.

*****

Semenjak perkenalan dengan Amel, Dayva sering terbayang wajah Amel. Dia merasa Amel berbeda dengan gadis lain, apalagi Rena mantan pacarnya. Gadis lain akan berusaha mendekatinya dan selalu bersikap agresif, belum lagi dengan cara mereka berpenampilan terlalu terbuka.

Dayva merasa berbeda dengan Amel, tubuh yang kecil, hodie yang kebesaran, wajah tanpa make up, sikapnya yang sedikit malu-malu dan yang paling membuat Dayva senang adalah suaranya yang lembut seperti spon cake. Bahkan satu minggu ini Dayva tak bisa berkerja dengan tenang. Amel seperti candu sulit untuk melepaskan pikirannya dari Amel, Dayva berharap bisa cepat bertemu Amel lagi.

Hampir tiap malam dalam satu minggu ini, Dayva menunggu kedatangan Amel di mini  marketnya dan malam ini Dayva mulai percaya ucapan Toni karena Dayva melihat Amel sedang memilih barang-barang belanjaannya.

Karena mini market sudah mulai sepi. Dayva yang melihat Amel akan menuju kasir, segera dia bergegas menuju kasir terlebih dahulu.

Dayva melihat Toni akan mendekat kemudian Dayva memberi isyarat tangan yang di kibas-kibas kepada Toni untuk menjauh dari meja kasir. Toni pun mengerti isyarat dari bosnya, dia memilih pergi karena ini perintah bosnya.

Amel meletakan barang belanjaannya di atas meja kasir.

"Hai, kita ketemu lagi," sapa Dayva dengan senyumnya.

"...." Amel melihat Dayva dan mengangukan kepala.

"Ini saja belanjanya, ada yang diperlukan lagi?"

"...." Amel menggelengkan kepalanya.

"Totalnya Rp.400.000,"

"..." Amel menyerahkan uangnya kepada Dayva.

"Kalau mau kita bisa mengobrol dicafe depan sana," tunjuk Dayva kearah cafe sebrang mini market.

"..." Amel menggelengkan kepala, dia mengambil barang belanjaannya dan keluar dari mini market

Disisi lain Toni yang diam-diam memperhatikan tingkah laku bosnya, merasa terhibur dengan kejadian tersebut karena baru kali ini dia melihat ada gadis yang menolak ajakan dari bosnya.

"Mang enak di cuekin," gumum Toni sambil ketawa pelan menutup mulutnya.

Kemudian Toni bergegas menuju meja kasir yang sudah ditinggalkan Dayva.

Dayva yang tidak di hiraukan Amel, mengambil topi milik Toni di bawa meja kasir. Dayva memilih diam-diam mengikuti Amel dari belakang. Saat Amel menoleh Dayva akan bersembunyi.

*****

Dua hari kemudian..

Amel masih berkutat dengan layar laptop yang menampilkan destinasi pariwisata, sebetulnya Amel ingin jalan-jalan ketempat-tempat tersebut, tapi dia masih belum ada keberanian. Entahlah kapan keberaniaan Amel akan muncul.

"Suatu hari aku pasti akan kesana," gumam Amel sambil tersenyum.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam dan Amel masih belum memejamkan mata. Hingga suara bell terdengar membuyarkan konsentasinya. Amel berfikir mungkin suara itu dari bell rumah tetangganya. Namun begitu bell kembali berbunyi, dan Amel yakin jika itu bell rumahnya.  Amel berfikir kembali, dia tidak memesan makan online, akhirnya Amel beranjak menuju pintu.

Setelah melihat dari balik tirai, Amel merasa tidak mengenal orang tersebut, untuk berjaga-jaga Amel ngambil tongkat bisbol dan memegangnya erat-erat.

Bell kembali berbunyi untuk ketiga kalinya, Amel memberanikan diri untuk membuka sedikit pintu. Tanpa sadar tongkat bisbol yang di pegang Amel mendarat di kepala Dayva.

Dhuak!

Dhuak!

Dhuak!

Terdengar pukulan di kepala Dayva hingga tiga kali.

"Aduh! aduh! aduh!" rintih Dayva kesakitan sambil memegang kepalanya

Amel yang tidak tau harus berbuat apa, secara reflek menutup pintu kembali dan tidak menghiraukan Dayva yang masih merintih kesakitan.

"Untuk apa dia kesini? apa masih ada barang aku yang tertinggal disana? bagaimana dia bisa menemukan apartemen ku? padahal di dompet ku tidak ada alamat apartemen ini? bagaimana keadaan laki-laki itu? apa dia baik-baik saja setelah aku pukul? apa mungkin dia sudah mati?" tanya Amel pada diri sendri.

"Tidak.., tidak.. tidak mungkin dia mati cuma gara-gara aku pukul?" lanjut tanya Amel lagi sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Kemudian Amel mengintip dari balik tirai, untuk memastikan keadaan Dayva.  Tapi setelah di lihat lagi Dayva sudah tidak berada disana. Karena masih ragu, Amel memutuskan untuk membuka sedikit pintu apartemennya, tapi sekali lagi dia tidak menemukan Dayva. Amel menutup pintu kembali dan duduk di balik pintu.

Tanpa sadar dia sudah duduk selama tiga puluh menit di depan pintu. Amel mulai bangkit dan meletakan tongkat bisbolnya. Tapi rasa cemas itu tidak berhenti karena berbagai pertanyaan masih melintas di pikirannya. Amel yang bertambah rasa gelisah, dia berjalan mondar-mandir, sekali-kali dia meremas rambut dan menggigit jari kuku tangannya. Tidak kuat dengan isi pikirannya, Amel memilih menuju kamar untuk meminum obatnya, menenangkan diri dan merebahkan tubuhnya, kemudian Amel mulai bisa tidur.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
yah abiiiiis,penasaran sama lanjutannya (T-T ) kakak ada sosmed ga? aku pingin follow biar bisa keep up ama cerita2nya kakak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status