Share

KALI KEDUA
KALI KEDUA
Author: Nahla Farisya

BAB 1

Suara burung berkicau saling bersahutan. Sinar mentari menembus celah-celah jendela. Biasanya setelah shalat subuh segera ke dapur. Namun kali ini tidak. Pikiranku yang membuatku tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sebagai seorang istri. Ya,aku mulai jenuh dengan pernikahan ini. Kuhembuskan napas berpikir bahwa segala beban akan ikut keluar. Nyatanya tak jua hilang dari hati dan pikiranku. Sungguh aku lelah. Ini lebih berat dari yang kukira.

 

 Kulipat mukenah dan sajadah. Dan ku taruh diatas dipan. Melangkah menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan wajah yang sangat kusut seperti pakaian yang lama belum di setrika. Mengeringkan wajah kemudian keluar dari kamar mandi. Diluar kamar terdengar suara pisau dan telenan yang beradu. Kuhela napas dan kuhembuskan sangat kencang. Dia sudah sibuk di dapur sepagi ini. Mungkin dia mengira aku belum bangun. Sebenarnya dia bukan suami yang buruk. Dia baik bahkan sangat baik. Pria beristri mana yang sudah sibuk di dapur sepagi ini? Padahal istrinya segar bugar. Hanya suasana hatinya saja yang sedikit bermasalah. 

 

Kubuka pintu kamar menuju dapur. Terlihat punggungnya yang tengah membelakangiku. Dia memang seorang pria yang sempurna. Pria tampan,mapan dan memiliki jabatan yang sangat tinggi di kantornya. Usia muda tak menghalanginya untuk mengepakan sayap di dunia bisnis. Tak ada yang kurang darinya. Hanya saja selama 2 tahun sebagai suami dia tak ubahnya orang asing untukku. Kami hanya berlaku sebagai suami istri di depan kolega dan keluarganya saja. Selebihnya kami menjalani hidup masing-masing.

 

Dulu kami adalah senior dan junior di kampus ternama di ibu kota. Dia mengambil management bisnis. Sedangkan aku mengambil filologi karena rasa sukaku pada aksara. Bagi semua orang dia adalah sosok yang sangat sempurna. Bukan hanya fisik namun sikapnya yang humble pada setiap orang dan juga pintar mengambil hati orang lain. Walaupun begitu dia tampak selalu dingin dan ketus pada setiap wanita. Begitu pula padaku. Dia membangun dinding kokoh yang sangat tinggi pada semua orang. Batasan yang dia bangun seolah tak pernah tertembus oleh siapa pun.

 

Aku dan dia menjalani pernikahan kontrak. Pernikahan yang bahkan tak terlintas di pikiranku. Sikapnya yang terkesan menjaga jarak. Bahkan menutup diri membuatku tersiksa. Kami bagaikan dua orang asing yang tinggal dalam satu atap. Bayangkan ketika keberadaan kita ada namun seolah tiada. Menyakiti secara tidak langsung.

 

"Duduklah. Aku sudah membuat nasi goreng." Dia berkata sambil memakai jas. Dia melihatku sekilas lalu berbalik. 

 

"Ba-baik." Ucapku tergagap. 

 

"Makanlah yang banyak. Kamu terlihat kurusan. Pipimu tirus." 

 

"Iya kah?" Tanyaku sambil memegangi pipiku. Dia hanya tersenyum samar. 

 

"Jangan lupa nanti sore ada undangan makan malam bersama kolega." Ujarnya tanpa menatapku. Tangannya begitu sibuk memakai dasi. 

 

"Iya. Jam berapa acaranya?"

 

"Jam 7 malam. Nanti aku kirim mobil untuk menjemputmu."

 

"Ya baiklah."

 

"Aku berangkat." Ucapnya sambil berlalu.

 

Tak ada uluran tangan ataupun kecupan hangat di kening seperti suami istri pada umumnya. Hubungan kami sangatlah kaku. Bahkan amat sangat kaku. Dia sibuk dengan bisnis dan dunianya. Aku pun begitu. Sibuk memikirkan diri sendiri. Hubungan aneh ini sudah bertahan 2 tahun lamanya. 

 

"Andai kau bisa memandangku sedikit saja..." Pikiranku melayang pada kejadian dua tahun yang lalu.

 

Flash back

 

"Menikahlah denganku." Ucapnya 2 tahun yang lalu. Di sebuah kafe di tengah kota dia menjagakku bertemu.

 

"A-apa?"

 

"Jadilah istriku." Ucapnya sekali lagi.

 

"Jangan bercanda. Ini gak lucu." Aku terkekeh pelan.

 

"Aku tidak bercanda." 

 

"Leluconmu tidak lucu sama sekali senior." Tuturku sambil menelisik wajah serius dihadapanku. Namun tak ada kebohongan ataupun gurauan di wajahnya.

 

"Ini bukan lelucon." Jawabnya berbalik menatapku dengan serius sambil memcondongkan tubuhnya. Sedangkan aku memundurkan tubuhku.

 

"Aku tau kamu butuh uang. Dan aku butuh seorang istri." Ucapnya sarkas dan membuat wajahku mengeras seketika. Aku sungguh emosi. Hingga tanpa kusadari aku memajukan badanku. 

 

"Kalau anda mengajak ketemuan hanya untuk omong kosong mending aku pulang saja. Buang-buang waktu." Kutenggak minuman di hadapanku hingga tandas. Rasanya ubun-ubun kepalaku panas. Kuberanjak pergi namun tangan kokoh itu menahanku.

 

"Simbiosis mutualisme."

 

"Lupakanlah. Aku tak tertarik." Kuhempaskan tanganku agar terlepas dari genggamannya.

 

"Keluargaku meminta syarat aneh. Mereka ingin melihatku menikah sebelum menjabat sebagai direktur utama."

 

"Ya tinggal menikah. Apa masalahnya?"

 

"Masalahnya aku tak memiliki pacar atau teman dekat. Kakakku yang memintaku menemuimu. Kamu butuh uang. Dan aku hanya butuh status."

 

"Aku memang butuh uang. Tapi aku tak mau menikah tanpa cinta. Apalagi kita tak begitu saling kenal." Ucapku sambil berdiri. 

 

" Aku akan menjamin hidupmu. Tak perlu mengemis uang pada orang-orang sombong itu. Kau hanya berperan sebagai istriku saat acara penting. Lalu kita jalani hidup masing-masing. Aku takkan mencampuri urusanmu begitu pula sebaliknya."

 

"Aku tak tertarik." Ucapku berbalik.

 

"Aku akan memberimu uang untuk melunasi hutang ayahmu. 1 Milyar pun akan aku bayarkan." Ucapnya santai. Sedangkan mataku terbelalak mendengar kata 1 Milyar.

 

"Mau kau beri 100 Milyar pun aku tak sudi." Sanggahku

 

"Pikirkanlah tawaranku." Usulnya. Mata kami beradu pandang. Sorot matanya begitu tajam. Lalu meredup.

 

"Jika kepalamu sudah tak sekeras batu. Datanglah ke kantorku. Ini kartu namanya. Aku tunggu." Tuturnya sebelum beranjak pergi. 

 

"Pe-De sekali dia." Gerutuku.

 

 Aku hanya diam mematung melihat kartu nama di hadapanku. Rasendria Group.

 

ERLAND RASENDRIA.

 

DIREKTUR UTAMA.

 

Tanganku gemetar mengeja aksara pada kartu kecil di hadapanku. Bukankah ini perusahaan terkenal? Lalu sekejap kemudian mataku beralih ke tubuh tegap yang keluar dari kafe dan melesatkan mobil Lexus hitamnya. Jadi yang ada di depanku adalah orang itu? Yang dibicarakan di infotainment dan masuk nominasi di majalah Forbes tahun ini sebagai pria terseksi dan terkaya. 

 

Aku tertegun memikirkan perkataannya. Pria yang aneh. Bagaimana bisa dia mengajakku menikah. Padahal baru kemarin dia menolongku yang terjatuh di pinggir jalan karena kejaran para renternir gila itu. Lalu kemudian mengajakku bertemu di kafe hari ini. Aku melangkahkan kaki ke depan kasir untuk membayar bill. Tetapi kasir itu bilang sudah dibayar. Hah syukurlah dia membayar minumanku. Jadi aku tidak harus jalan kaki pulang dari sini. Mana tadi dia ga ngajakin pulang bareng. Pria menyebalkan.

 

Aku berjalan sambil memikirkan tawaran anehnya tadi. Apa katanya? Menjadi istrinya saat acara penting? Cih apakah dia tak berpikir bahwa aku perempuan yang memiliki perasaan bukan boneka hidup yang bisa diatur semaunya. Seenaknya saja.

 

Kulangkahkan kaki membelah jalanan yang tak terlalu padat karena gerimis. Enah kenapa hatiku begitu bimbang. Satu sisi kata-katanya benar. Sisi yang lain aku tak mau menerimanya begitu saja. Ah sudahlah aku sudah terlalu pusing memikirkan hidupku. Ditambah pria absurd tadi.

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status