Share

KALI KEDUA
KALI KEDUA
Penulis: Nahla Farisya

BAB 1

Penulis: Nahla Farisya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-26 09:07:55

Suara burung berkicau saling bersahutan. Sinar mentari menembus celah-celah jendela. Biasanya setelah shalat subuh segera ke dapur. Namun kali ini tidak. Pikiranku yang membuatku tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sebagai seorang istri. Ya,aku mulai jenuh dengan pernikahan ini. Kuhembuskan napas berpikir bahwa segala beban akan ikut keluar. Nyatanya tak jua hilang dari hati dan pikiranku. Sungguh aku lelah. Ini lebih berat dari yang kukira.

 

 Kulipat mukenah dan sajadah. Dan ku taruh diatas dipan. Melangkah menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan wajah yang sangat kusut seperti pakaian yang lama belum di setrika. Mengeringkan wajah kemudian keluar dari kamar mandi. Diluar kamar terdengar suara pisau dan telenan yang beradu. Kuhela napas dan kuhembuskan sangat kencang. Dia sudah sibuk di dapur sepagi ini. Mungkin dia mengira aku belum bangun. Sebenarnya dia bukan suami yang buruk. Dia baik bahkan sangat baik. Pria beristri mana yang sudah sibuk di dapur sepagi ini? Padahal istrinya segar bugar. Hanya suasana hatinya saja yang sedikit bermasalah. 

 

Kubuka pintu kamar menuju dapur. Terlihat punggungnya yang tengah membelakangiku. Dia memang seorang pria yang sempurna. Pria tampan,mapan dan memiliki jabatan yang sangat tinggi di kantornya. Usia muda tak menghalanginya untuk mengepakan sayap di dunia bisnis. Tak ada yang kurang darinya. Hanya saja selama 2 tahun sebagai suami dia tak ubahnya orang asing untukku. Kami hanya berlaku sebagai suami istri di depan kolega dan keluarganya saja. Selebihnya kami menjalani hidup masing-masing.

 

Dulu kami adalah senior dan junior di kampus ternama di ibu kota. Dia mengambil management bisnis. Sedangkan aku mengambil filologi karena rasa sukaku pada aksara. Bagi semua orang dia adalah sosok yang sangat sempurna. Bukan hanya fisik namun sikapnya yang humble pada setiap orang dan juga pintar mengambil hati orang lain. Walaupun begitu dia tampak selalu dingin dan ketus pada setiap wanita. Begitu pula padaku. Dia membangun dinding kokoh yang sangat tinggi pada semua orang. Batasan yang dia bangun seolah tak pernah tertembus oleh siapa pun.

 

Aku dan dia menjalani pernikahan kontrak. Pernikahan yang bahkan tak terlintas di pikiranku. Sikapnya yang terkesan menjaga jarak. Bahkan menutup diri membuatku tersiksa. Kami bagaikan dua orang asing yang tinggal dalam satu atap. Bayangkan ketika keberadaan kita ada namun seolah tiada. Menyakiti secara tidak langsung.

 

"Duduklah. Aku sudah membuat nasi goreng." Dia berkata sambil memakai jas. Dia melihatku sekilas lalu berbalik. 

 

"Ba-baik." Ucapku tergagap. 

 

"Makanlah yang banyak. Kamu terlihat kurusan. Pipimu tirus." 

 

"Iya kah?" Tanyaku sambil memegangi pipiku. Dia hanya tersenyum samar. 

 

"Jangan lupa nanti sore ada undangan makan malam bersama kolega." Ujarnya tanpa menatapku. Tangannya begitu sibuk memakai dasi. 

 

"Iya. Jam berapa acaranya?"

 

"Jam 7 malam. Nanti aku kirim mobil untuk menjemputmu."

 

"Ya baiklah."

 

"Aku berangkat." Ucapnya sambil berlalu.

 

Tak ada uluran tangan ataupun kecupan hangat di kening seperti suami istri pada umumnya. Hubungan kami sangatlah kaku. Bahkan amat sangat kaku. Dia sibuk dengan bisnis dan dunianya. Aku pun begitu. Sibuk memikirkan diri sendiri. Hubungan aneh ini sudah bertahan 2 tahun lamanya. 

 

"Andai kau bisa memandangku sedikit saja..." Pikiranku melayang pada kejadian dua tahun yang lalu.

 

Flash back

 

"Menikahlah denganku." Ucapnya 2 tahun yang lalu. Di sebuah kafe di tengah kota dia menjagakku bertemu.

 

"A-apa?"

 

"Jadilah istriku." Ucapnya sekali lagi.

 

"Jangan bercanda. Ini gak lucu." Aku terkekeh pelan.

 

"Aku tidak bercanda." 

 

"Leluconmu tidak lucu sama sekali senior." Tuturku sambil menelisik wajah serius dihadapanku. Namun tak ada kebohongan ataupun gurauan di wajahnya.

 

"Ini bukan lelucon." Jawabnya berbalik menatapku dengan serius sambil memcondongkan tubuhnya. Sedangkan aku memundurkan tubuhku.

 

"Aku tau kamu butuh uang. Dan aku butuh seorang istri." Ucapnya sarkas dan membuat wajahku mengeras seketika. Aku sungguh emosi. Hingga tanpa kusadari aku memajukan badanku. 

 

"Kalau anda mengajak ketemuan hanya untuk omong kosong mending aku pulang saja. Buang-buang waktu." Kutenggak minuman di hadapanku hingga tandas. Rasanya ubun-ubun kepalaku panas. Kuberanjak pergi namun tangan kokoh itu menahanku.

 

"Simbiosis mutualisme."

 

"Lupakanlah. Aku tak tertarik." Kuhempaskan tanganku agar terlepas dari genggamannya.

 

"Keluargaku meminta syarat aneh. Mereka ingin melihatku menikah sebelum menjabat sebagai direktur utama."

 

"Ya tinggal menikah. Apa masalahnya?"

 

"Masalahnya aku tak memiliki pacar atau teman dekat. Kakakku yang memintaku menemuimu. Kamu butuh uang. Dan aku hanya butuh status."

 

"Aku memang butuh uang. Tapi aku tak mau menikah tanpa cinta. Apalagi kita tak begitu saling kenal." Ucapku sambil berdiri. 

 

" Aku akan menjamin hidupmu. Tak perlu mengemis uang pada orang-orang sombong itu. Kau hanya berperan sebagai istriku saat acara penting. Lalu kita jalani hidup masing-masing. Aku takkan mencampuri urusanmu begitu pula sebaliknya."

 

"Aku tak tertarik." Ucapku berbalik.

 

"Aku akan memberimu uang untuk melunasi hutang ayahmu. 1 Milyar pun akan aku bayarkan." Ucapnya santai. Sedangkan mataku terbelalak mendengar kata 1 Milyar.

 

"Mau kau beri 100 Milyar pun aku tak sudi." Sanggahku

 

"Pikirkanlah tawaranku." Usulnya. Mata kami beradu pandang. Sorot matanya begitu tajam. Lalu meredup.

 

"Jika kepalamu sudah tak sekeras batu. Datanglah ke kantorku. Ini kartu namanya. Aku tunggu." Tuturnya sebelum beranjak pergi. 

 

"Pe-De sekali dia." Gerutuku.

 

 Aku hanya diam mematung melihat kartu nama di hadapanku. Rasendria Group.

 

ERLAND RASENDRIA.

 

DIREKTUR UTAMA.

 

Tanganku gemetar mengeja aksara pada kartu kecil di hadapanku. Bukankah ini perusahaan terkenal? Lalu sekejap kemudian mataku beralih ke tubuh tegap yang keluar dari kafe dan melesatkan mobil Lexus hitamnya. Jadi yang ada di depanku adalah orang itu? Yang dibicarakan di infotainment dan masuk nominasi di majalah Forbes tahun ini sebagai pria terseksi dan terkaya. 

 

Aku tertegun memikirkan perkataannya. Pria yang aneh. Bagaimana bisa dia mengajakku menikah. Padahal baru kemarin dia menolongku yang terjatuh di pinggir jalan karena kejaran para renternir gila itu. Lalu kemudian mengajakku bertemu di kafe hari ini. Aku melangkahkan kaki ke depan kasir untuk membayar bill. Tetapi kasir itu bilang sudah dibayar. Hah syukurlah dia membayar minumanku. Jadi aku tidak harus jalan kaki pulang dari sini. Mana tadi dia ga ngajakin pulang bareng. Pria menyebalkan.

 

Aku berjalan sambil memikirkan tawaran anehnya tadi. Apa katanya? Menjadi istrinya saat acara penting? Cih apakah dia tak berpikir bahwa aku perempuan yang memiliki perasaan bukan boneka hidup yang bisa diatur semaunya. Seenaknya saja.

 

Kulangkahkan kaki membelah jalanan yang tak terlalu padat karena gerimis. Enah kenapa hatiku begitu bimbang. Satu sisi kata-katanya benar. Sisi yang lain aku tak mau menerimanya begitu saja. Ah sudahlah aku sudah terlalu pusing memikirkan hidupku. Ditambah pria absurd tadi.

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KALI KEDUA   BAB 22

    Tubuhku gemetar... Erland mendekatkan tubuhnya sedangkan aku memundurkan tubuhku. Dia tersenyum namun lima detik kemudian dia mendekatkan wajahnya. Dan CUP. Satu kecupan berhasil dicurinya dariku. Kucoba untuk bangkit. Namun tangannya berhasil menahanku. Sekali lagi dia mendekatkan wajahnya. Seketika aroma mint berembus menerpa wajahku. Getaran di dadaku semakin bertalu. Tanpa sadar kupejamkan mataku. Hingga hembusan napasnya terasa sangat dekat. "Kau sangat cantik istriku." Bisiknya. Aku membuka mata dan terlihat senyuman manis itu di depan mataku. Kupalingkan wajah ke kanan. Namun hembusan napasnya terasa di leher. "Aku menginginkanmu sayang." Lirihnya. Bulu kudukku terasa meremang bahkan aliran darahku terasa cepat. "Apa yang kau inginkan?" Tanyaku polos. "Hakku. Yaitu tubuhmu." "Ja-jangan!" "Kenapa? Bukankah kita sudah terlalu lama menunggu moment malam pertama ini setelah tertunda berbulan

  • KALI KEDUA   BAB 21

    Sebulan setelah kejadian itu ayah dan ibu kembali ke rumah. Keadaan ibu mulai berangsur membaik walaupun tatapannya masih sedikit kosong. Ayah tak pernah meninggalkan ibu sejenak pun. Hingga malam itu ibu memintaku datang ke kamarnya. Ibu menangis memelukku begitu pula aku. Bagaimanapun beliau adalah seseorang yang sangat berarti dalam hidupku."Ada rahasia yang harus kamu ketahui nak. Tapi ibu mohon jangan potong cerita ibu hingga selesai.""Baik bu. Aku akan mendengarkan baik-baik.""Malam senin 27 tahun yang lalu. Ibu menemukan seorang bayi perempuan cantik di depan gubuk kami. Saat itu ayah kamu pulang setelah mengairi sawah terkejut melihat ibu sudah menggendong bayi merah. Ayah meminta ibu untuk menyerahkan bayi itu pada perangkat desa. Namun ibu bergeming. Hati ibu tertaut pada bayi mungil itu." Ibu berhenti lantas menarik napas sejenak."Lima tahun kemudian,tuan Rasendria datang ke rumah ini untuk membawamu pergi. Namun ibu lagi dan lagi mem

  • KALI KEDUA   BAB 20

    Pikiranku begitu buntu mendengar bahwa orang tuaku di jemput oleh orang yang tak dikenal. Aku masuk ke dalam rumah dan mencoba mencari petunjuk. Namun tak kutemukan sedikitpun. Aku hanya bisa manangis dan menghibur diriku sendiri agar tenang. Namun tak bisa. Hingga suara handphone menyadarkanku agar lekas menghubungi pihak berwajib. Tapi saat aku memencet tombol dial. Nomor tak dikenal terpampang dilayar 5.5 inch ditanganku."Hallo..." Ucapku tak sabar. Aku yakin jika dilah yang membawa ayah dan ibu."Bagaimana kejutan dariku?" Ucap seseoramg di seberang sana. Aku sangat mengenal suaranya."Dimana ayah dan ibuku jalang." Tanyaku sarkas."Tentu saja di tempat yang...ra-ha-sia." Sahutnya tertawa."Ini tidak lucu. Cepat katakan dimana ayah dan ibuku?""Tentu saja aku tidak mau.""Lalu apa maumu?""Oh malangnya. Apa kau mau mengabulkannya jika tau apa mauku?""Ya. Apa maumu dan jangan sakiti ayah dan ibuku!""Tentu sa

  • KALI KEDUA   BAB 19

    Berada dalam pelukannya hanya membuatku merasa sesak. Tak sepicing pun mataku terpejam. Semua rasa terasa menguap begitu saja. Aku ingin menyelami dasar hatinya. Namun aku pun tersedak rasa dari ombak perasaanku sendiri. Hembusan napasnya jelas terasa di tengkuk ku. Begitu teratur dan nyaman mungkin dia sudah terlelap dalam mimpi indahnya.Kuelus lengannya dengan lembut. Dan menggumamkan kata maaf. Dan aku tersentak saat tangan itu bergerak membalikkan tubuhku mengahadapnya. Ternyata dia belum tidur. Dia tersenyum."Kau belum tidur?" Dia bertanya seraya menyinkirkan anak rambutku yang berkeliaran di wajahku."Belum. Aku tidak bisa tidur." Sahutku menatap manik matanya yang cobalt."Jangan terlalu dipikirkan. Apapaun pilihanmu aku akan mengabulkannya." Yakinnya."Lalu kenapa kau masih mengenakan cincin?" Tanyaku menunjuk jari manisnya."Ah ya. Selama dua tahun aku tak pernah melepasnya. Jadi boleh aku menggunakannya sampai selesai persi

  • KALI KEDUA   BAB 18

    Seminggu telah berlalu. Radit dan Michael sangat membantuku di laboratorium. Mengarahkan ini dan itu. Aku merasa sangat terbantu berkat mereka. Bahkan Radit sempat ngotot ingin mengantarku dan menjemputku namun Mike selalu mengingatkannya agar tak menggangguku apalagi mencampuri urusanku. "Menurutlah padaku Dit sebelum kau jadi daging cincang. Kau ingat betapa mengerikannya pria itu jika marah?" Mike berkata datar pada Radit yang disambut kekehan. "Ya,ya. Apa salahnya mengantarnya pulang atau menjemputnya? Toh dia juga sepupu kita." Bantah Radit kemudian "Tapi tindakanmu sangat lancang." Mike menoyor kepala Radit gemas. "Ah tidak apa-apa aku pulang sendiri saja." Segera kusudahi perdebatan mereka. "Apa Kak Erland tinggal bersamamu?" "Tidak. Aku tinggal sendirian. Tapi sewaktu-waktu Erland mampir." "Wah jadi benar rumor itu? Kalau begitu kapan-kapan kami boleh main kan? Aku ingin bertemu Kak Erland." Rumor apa? Tan

  • KALI KEDUA   BAB 17

    Setelah kepergian Antony,hanya dua wanita itu yang terlihat sibuk menata barang-barangku. Aku berkeliling melihat satu persatu ruangan. Rumah ini lebih kecil dari rumah sebelumnya. Hanya ada dua kamar,ruang tamu,ruang keluarga dan dapur. Di belakang rumah ada taman kecil dan kolan ikan. Sepertinya aku memang tidak butuh pelayan. Erland berlebihan sekali. "Ada yang bisa kami kerjakan lagi nona?" Tawar salah satu yang terlihat lebih tua. "Tidak. Duduklah. Kita belum sempat berkenalan." Kupersilahkan mereka duduk. "Baik nona." Mereka malah duduk di lantai. Aku terkejut. "Di kursi saja. Lantainya sangat dingin." "Maaf nona. Tidak apa-apa kami sudah biasa." "Jangan dibiasakan jika dirumahku. Aku ingin kalian nyaman disini." "Baik nona. Terima kasih." Lalu keduanya dusuk diatas kursi. "Siapa nama kalian?" Tanyku seraya memandang keduanya bergantian. "Nama saya Fitri dan dia adik saya Nia nona Maudy." Fitri

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status