Share

BAB 3

Penulis: Nahla Farisya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-26 09:14:22

TING

 

TONG

 

Bel rumah berbunyi. Mungkin itu adalah Pak Bayu supir keluarga suamiku. Aku segera merapikan riasan wajahku. Mematut diri di cermin. Rambutku pun sudah rapih. Tak perlu menyanggulnya karena Erland suamiku tak menyukainya. Lebih suka jika rambutku tergerai. Lipstik warna peach dan dress yang minggu kemarin dibelikan olehnya. Dia yang akan rempong menyiapkan ini dan itu agar istrinya tak terlihat kampungan.

 

"Setidaknya jangan membuatku malu." Itu yang selalu dia katakan padaku.

 

Kulangkahkan kaki keluar rumah. Pak Bayu menyambutku dengan senyum khasnya. Setelah itu beliau membukakan pintu belakang untukku. Ku ucapkan terimakasih. Lalu mobil pun melesat ke hotel Emerald di tengah kota. Tadi  Erland menelpon jika dia sudah menunggu di lobby hotel. 

 

"Nona Maudy permen kesukaan anda ada di kotak samping mobil." Ucap Pak Bayu memcahkan kesunyian. Sepertinya beliau menyadari jika aku sangat gugup.

 

"Ah iya terima kasih pak." Ucapku tulus.

 

"Sama-sama nona."

 

Pria yang tengah mengemudi itu bernama Pak Bayu. Entah sudah berapa tahun dia mengabdi untuk tuan Rasendria Atmaja. Pembawaannya yang tenang dan ramah membuatku merasa nyaman. Dia sangat mirip dengan Ayah. Apalagi yang menyangkut dengan Erland dia begitu setia dan sangat disayangi oleh suamiku. Katanya sedari kecil Erland diurus oleh Pak Bayu. Mama dan Papa mertuaku terlalu sibuk di dunia bisnis. 

 

Aku menikmati permen kesukaanku. Alphenlibe caramel. Biasanya Kak Erland selalu menyetoknya di mobil. Entah sejak kapan dia  memperhatian kebiasaanku mengemut permen agar mengurangi rasa gugupku. 

 

"Apa permen itu sangat enak?"

 

"Bukan hanya enak tapi ini memberikan efek melebihi kafein pada cokelat."

 

"Oya? Kamu ga batuk makan segitu banyaknya?"

 

"Kalau makannya setoples ya batuk."

 

"Kalau begitu aku akan stok permen ini khusus untukmu."

 

Itulah sekelumit perjalanan kami untuk honeymoon ke Bali. Yang pada kenyataannya tak pernah terjadi. Sebab dia memesan 2 ranjang di hotel. Dia mirip kanebo kering. Kaku dan sangat amat menjengkelkan.

 

Sepanjang perjalanan aku menikmati pemandangan malam yang tersaji di luar sana. Kelap-kelip lampu jalanan dan banyaknya kendaraan menambah semarak jalanan ibu kota. Hingga perjalanan yang memakan waktu menjadi tak terasa adanya.

 

Setibanya di hotel. Disana Kak Erland tengah berbincang dengan rekan bisnisnya. Disampingnya Antony begitu berkelas berdiri disamping suamiku. Asisten suamiku itu tak akan beranjak dari sisi tuannya. Pak Bayu membukakan pintu mobil lalu membungkuk. Kuanggukan kepala dan segera melangkah menghampiri suamiku. Kak Erland tersenyum melihatku datang. Mengulurkan tangan dan menggenggamnya. 

 

"Antony,silahkan kau nikmati hidangan. Kau bebas tugas." Erland tersenyum mengibaskan tangan pada Antony yang dibalas dengan anggukan kepala. 

 

Sandiwara dimulai. Di depan semua orang kami bersikap layaknya pasangan yang harmonis. Bergandengan tangan bahkan saling menatap. Berbading 180 derajat dari kenyataan. Saling memuji dan berkata mesra. Sebenarnya ini yang paling memuakkan.

 

" Kak Erland semakin mesra saja sama istri ya. Kami jadi iri. Ho ho ho." Ucap Andri salah satu kolega bisnis suamiku sekaligus suami Vanya sepupu Erland. Kami hanya tersenyum menanggapi ucapannya.

 

"Percuma saja mesra toh nyatanya sampe sekarang belum punya momongan." Ucap Vanya sepupu dari suamiku.

 

"Oh iya. Kenapa kalian belum memiliki momongan?" Tanya Andri kemudian.

 

"Kami sedang menikmati waktu berdua. Maklum kami tidak berpacaran." Jawab Erland sambil memandangku teduh.

 

"Bilang aja takut istrimu gemuk kan?" Ujar Vanya to the point.

 

"Gemuk ataupun kurus itu tidak masalah. Begitu pula punya anak. Itu hak preogatif Tuhan. Kita tidak perlu ikut campur urusan Tuhan. Sama seperti tidak perlunya kita mencampuri urusan orang lain." Kak Erland menjawabnya sambil tersenyum. Namun kata-katanya sangat tajam. Aku hanya diam dan menundukan kepala. 

 

"Sok bijak. Cih."

 

"Yang paling penting adalah rasa cinta kita yang tidak berubah. Ya kan sayang?" Erland bertanya sambil tersenyum. Bahkan tangannya memeluk pinggangku posesif sambil.

 

"I-iya tentu saja." Ujarku menimpali.

 

"CK. Sok romantis." Ucap Vanya sambil berlalu pergi. 

 

"Hahaha maafkan istriku yaa Kak. Dia memang suka iri melihat istrimu yang tidak berubah. Meskipun sudah lama menikah." Ujar Andri kemudian.

 

"Ya tidak masalah." Ucap Kak Erland kemudian. Setelah itu mereka berlalu pergi. 

 

Lalu tangan itu terlepas. Kuhela napas. Suasana tadi sangat menegangkan. Sampai aku tak bisa bernapas dibuatnya. Apalagi melihat suamiku dan Vanya bersitegang tadi.

 

"Lain kali jangan diam saja. Kadang kala mereka harus dilawan agar tidak semakin semena-mena." Bisiknya sambil mengedipkan mata. 

 

"Iya. Aku hanya tidak tahu harus menjawab apa." Ujarku ragu.

 

Beberapa kolega bisnis suamiku melintas. Bahkan ada yang dengan sengaja menabraku. Namun dengan sigap Erland menarikku kedalam pelukannya. Itu membuatku menahan napas. 

 

"Berhati-hatilah." Ucapnya sambil melepas pelukan. 

 

"I-iya."

 

"Erland,bisa kita bicara sebentar?" Tanya Rafael.

 

"Ya tunggu saja disana. Aku ingin bicara dengan istriku."

 

"Baiklah." 

 

"Ambilah makanan yang kamu suka sayang. Aku tunggu di meja depan sana." Ucap Erland sambil menunjuk salah satu meja.

 

"Ba-baik. Kakak apa ga makan?"

 

"Jangan panggil kakak disini. Panggil dengan kata sayang. Kita perlu meyakinkan banyak orang." 

 

"I-iya sa-sayang." Pipiku menghangat. Kulihat suamiku menyunggingkan senyum. Sangat manis.

 

"Bagus. Aku tunggu disana." Tuturnya lembut. Dipandangi begitu membuatku salah tingkah. Dia sangat menyeramkan saat begini. 

 

Aku hanya mengangguk dan melenggang ke arah meja prasmanan yang tersedia. Mataku sungguh berbinar melihat banyaknya makanan yang membuatku meneguk saliva berkali-kali. Namun kembali kuteringat kata-kata yang diucapkan suamiku. Sayang?

 

Ah andai setiap hari kau memperlakukanku seperti ini suamiku. Pastilah aku akan amat sangat bahagia. Tak perlu ku pikirkan perceraian setiap saat. Hingga membuatku tak bisa tidur setiap malamnya. Gumamku dalam hati. 

 

Aku teringat malam pertama kami kala itu. Aku yang gugup setengah mati. Menunggunya memasuki kamar. Namun hingga tengah malam dia tak kunjung datang. Aku memilih memejamkan mata dan berusaha untuk tidur. Namun kantuk tak kunjung hadir. Hingga aku berniat mencarinya. Semua ruangan sudah gelap gulita. Aku sedikit bergidik ngeri. 

 

"Kau belum tidur?" Tanya seseorang.

 

"Kyaaa..." Teriakku kencang. Seketika lampu menyala terang.

 

"Jangan berteriak. Nanti tetangga akan berpikir yang bukan-bukan." Ucapnya membuatku terdiam.

 

"Kau membuatku terkejut."

 

"Tidurlah. Jangan menungguku. Aku akan tidur di ruang kerja." 

 

"Fiuuh. Syukurlah."

 

"Jangan berpikir macam-macam. Tidak ada tidur bersama. Pernikahan ini murni karena status. Tidak lebih."

 

"Ah iya. Aku pun berpikir sama."

 

"Kamar itu memang di siapkan untukmu. Aku akan membagi dua wilayah rumah ini. Kamu bagian depan dan aku bagian belakang. Jangan memasuki kamarku dan ruang kerjaku. Selain dua ruangan itu kau boleh menggunakannya." 

 

"Baik. Aku mengerti."

 

Sejak hari itu aku tak pernah sekalipun melanggar larangan yang dia buat untukku. Aku dan dia bagai orang asing dalam satu atap. 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • KALI KEDUA   BAB 22

    Tubuhku gemetar... Erland mendekatkan tubuhnya sedangkan aku memundurkan tubuhku. Dia tersenyum namun lima detik kemudian dia mendekatkan wajahnya. Dan CUP. Satu kecupan berhasil dicurinya dariku. Kucoba untuk bangkit. Namun tangannya berhasil menahanku. Sekali lagi dia mendekatkan wajahnya. Seketika aroma mint berembus menerpa wajahku. Getaran di dadaku semakin bertalu. Tanpa sadar kupejamkan mataku. Hingga hembusan napasnya terasa sangat dekat. "Kau sangat cantik istriku." Bisiknya. Aku membuka mata dan terlihat senyuman manis itu di depan mataku. Kupalingkan wajah ke kanan. Namun hembusan napasnya terasa di leher. "Aku menginginkanmu sayang." Lirihnya. Bulu kudukku terasa meremang bahkan aliran darahku terasa cepat. "Apa yang kau inginkan?" Tanyaku polos. "Hakku. Yaitu tubuhmu." "Ja-jangan!" "Kenapa? Bukankah kita sudah terlalu lama menunggu moment malam pertama ini setelah tertunda berbulan

  • KALI KEDUA   BAB 21

    Sebulan setelah kejadian itu ayah dan ibu kembali ke rumah. Keadaan ibu mulai berangsur membaik walaupun tatapannya masih sedikit kosong. Ayah tak pernah meninggalkan ibu sejenak pun. Hingga malam itu ibu memintaku datang ke kamarnya. Ibu menangis memelukku begitu pula aku. Bagaimanapun beliau adalah seseorang yang sangat berarti dalam hidupku."Ada rahasia yang harus kamu ketahui nak. Tapi ibu mohon jangan potong cerita ibu hingga selesai.""Baik bu. Aku akan mendengarkan baik-baik.""Malam senin 27 tahun yang lalu. Ibu menemukan seorang bayi perempuan cantik di depan gubuk kami. Saat itu ayah kamu pulang setelah mengairi sawah terkejut melihat ibu sudah menggendong bayi merah. Ayah meminta ibu untuk menyerahkan bayi itu pada perangkat desa. Namun ibu bergeming. Hati ibu tertaut pada bayi mungil itu." Ibu berhenti lantas menarik napas sejenak."Lima tahun kemudian,tuan Rasendria datang ke rumah ini untuk membawamu pergi. Namun ibu lagi dan lagi mem

  • KALI KEDUA   BAB 20

    Pikiranku begitu buntu mendengar bahwa orang tuaku di jemput oleh orang yang tak dikenal. Aku masuk ke dalam rumah dan mencoba mencari petunjuk. Namun tak kutemukan sedikitpun. Aku hanya bisa manangis dan menghibur diriku sendiri agar tenang. Namun tak bisa. Hingga suara handphone menyadarkanku agar lekas menghubungi pihak berwajib. Tapi saat aku memencet tombol dial. Nomor tak dikenal terpampang dilayar 5.5 inch ditanganku."Hallo..." Ucapku tak sabar. Aku yakin jika dilah yang membawa ayah dan ibu."Bagaimana kejutan dariku?" Ucap seseoramg di seberang sana. Aku sangat mengenal suaranya."Dimana ayah dan ibuku jalang." Tanyaku sarkas."Tentu saja di tempat yang...ra-ha-sia." Sahutnya tertawa."Ini tidak lucu. Cepat katakan dimana ayah dan ibuku?""Tentu saja aku tidak mau.""Lalu apa maumu?""Oh malangnya. Apa kau mau mengabulkannya jika tau apa mauku?""Ya. Apa maumu dan jangan sakiti ayah dan ibuku!""Tentu sa

  • KALI KEDUA   BAB 19

    Berada dalam pelukannya hanya membuatku merasa sesak. Tak sepicing pun mataku terpejam. Semua rasa terasa menguap begitu saja. Aku ingin menyelami dasar hatinya. Namun aku pun tersedak rasa dari ombak perasaanku sendiri. Hembusan napasnya jelas terasa di tengkuk ku. Begitu teratur dan nyaman mungkin dia sudah terlelap dalam mimpi indahnya.Kuelus lengannya dengan lembut. Dan menggumamkan kata maaf. Dan aku tersentak saat tangan itu bergerak membalikkan tubuhku mengahadapnya. Ternyata dia belum tidur. Dia tersenyum."Kau belum tidur?" Dia bertanya seraya menyinkirkan anak rambutku yang berkeliaran di wajahku."Belum. Aku tidak bisa tidur." Sahutku menatap manik matanya yang cobalt."Jangan terlalu dipikirkan. Apapaun pilihanmu aku akan mengabulkannya." Yakinnya."Lalu kenapa kau masih mengenakan cincin?" Tanyaku menunjuk jari manisnya."Ah ya. Selama dua tahun aku tak pernah melepasnya. Jadi boleh aku menggunakannya sampai selesai persi

  • KALI KEDUA   BAB 18

    Seminggu telah berlalu. Radit dan Michael sangat membantuku di laboratorium. Mengarahkan ini dan itu. Aku merasa sangat terbantu berkat mereka. Bahkan Radit sempat ngotot ingin mengantarku dan menjemputku namun Mike selalu mengingatkannya agar tak menggangguku apalagi mencampuri urusanku. "Menurutlah padaku Dit sebelum kau jadi daging cincang. Kau ingat betapa mengerikannya pria itu jika marah?" Mike berkata datar pada Radit yang disambut kekehan. "Ya,ya. Apa salahnya mengantarnya pulang atau menjemputnya? Toh dia juga sepupu kita." Bantah Radit kemudian "Tapi tindakanmu sangat lancang." Mike menoyor kepala Radit gemas. "Ah tidak apa-apa aku pulang sendiri saja." Segera kusudahi perdebatan mereka. "Apa Kak Erland tinggal bersamamu?" "Tidak. Aku tinggal sendirian. Tapi sewaktu-waktu Erland mampir." "Wah jadi benar rumor itu? Kalau begitu kapan-kapan kami boleh main kan? Aku ingin bertemu Kak Erland." Rumor apa? Tan

  • KALI KEDUA   BAB 17

    Setelah kepergian Antony,hanya dua wanita itu yang terlihat sibuk menata barang-barangku. Aku berkeliling melihat satu persatu ruangan. Rumah ini lebih kecil dari rumah sebelumnya. Hanya ada dua kamar,ruang tamu,ruang keluarga dan dapur. Di belakang rumah ada taman kecil dan kolan ikan. Sepertinya aku memang tidak butuh pelayan. Erland berlebihan sekali. "Ada yang bisa kami kerjakan lagi nona?" Tawar salah satu yang terlihat lebih tua. "Tidak. Duduklah. Kita belum sempat berkenalan." Kupersilahkan mereka duduk. "Baik nona." Mereka malah duduk di lantai. Aku terkejut. "Di kursi saja. Lantainya sangat dingin." "Maaf nona. Tidak apa-apa kami sudah biasa." "Jangan dibiasakan jika dirumahku. Aku ingin kalian nyaman disini." "Baik nona. Terima kasih." Lalu keduanya dusuk diatas kursi. "Siapa nama kalian?" Tanyku seraya memandang keduanya bergantian. "Nama saya Fitri dan dia adik saya Nia nona Maudy." Fitri

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status