Share

BAB 4

Author: Nahla Farisya
last update Last Updated: 2021-07-26 09:26:18

Aku menikmati salad buah dengan tidak selera. Bagaimana aku harus berselera? Makan malam hanya dengan potongan buah dan sayuran. Padahal disana potongan daging rendang begitu nikmat. Lalu ada ayam lado mudo. Ayam pop dan juga kerupuk udang. Orang Indonesia macam aku berasa tak makan hanya dengan potongan buah macam ini. Tetapi tadi gerombolan Keluarga Rasendria yang terhormat itu menyuruhku makan salad buah. Itupun harus di iringi cibiran pedas. Yang katanya orang kampung mana tahan lihat makanan enak. Hingga terpaksalah aku hanya mengambil salad ini dengan hati dongkol.

Aku hanya menghentak hentakkan sendok. Tanpa berniat menyuapkannya kedalam mulutku. Sungguh ku tak berselera sama sekali. Hingga tangan besar nan halus itu meyentuh tanganku. Dia mengambil sendok di tanganku. Dan meletakkannya di samping piring.

"Jangan memaksa apa yang tak kamu suka." Sarannya seraya mengelus punggung tanganku.

Ku dongakkan kepala menatapnya. Dia berdiri lalu menarik tanganku keluar. Aku hanya menurut saja tanpa bertanya. Aku tak mau terlihat kacau di depan para kolega suamiku. Setiap orang yang berpapasan dengan kami menyapa dengan hormat. Bahkan kulihat Antony tengah meladeni beberapa sepupu wanita suamiku yang super centil.

Kami melewati ballroom hotel lalu berbelok ke restoran yang ada di hotel. Sepertinya dia akan makan. Karena sedari tadi dia hanya menenggak air putih. Walaupun orang kaya suamiku tak suka wine dan sejenisnya. Katanya dia penganut hidup sehat garis keras. Dia membuatku kagum. Pantaslah badannya begitu bagus. Dia menjaga pola makannya. Dan mungkin rajin fitness.

Sesampainya di restoran dia mengajakku duduk di dekat jendela. Pemandangannya sangat indah hingga membuatku terpukau. Dia menarik kursi dan memintaku duduk. Bak seorang ratu. Aku menurut saja. Malam ini dia memperlakukanku dengan sangat lembut dan istimewa.

"Pesanlah apapun yang kamu mau. Makan salad buah mana kenyang." Ujarnya sambil memberikan buku menu.

"Apapun? Apa kau yakin?" Jawabku ragu sambil menatapnya.

"Uangku takkan habis untuk memborong semua menu di restoran ini." Ucapnya angkuh sambil melipat tangan di dada.

"Sombongnya tuan muda di hadapanku ini." Batinku. 

Tapi tak apalah menguras uangnya sedikit. Akhirnya aku memesan nasi, steak tenderloin dan juga jus alpukat. Sekalian makanan pendamping seperti Macaroon dan ice cream. Tak peduli diet. Toh makan sebanyak apapun tubuhku tetaplah segini. Mungkin saking banyaknya cacing dalam perutku. Sedangkan tuan muda di dampingku hanya memesan sandwich tuna mayo dan robusta. Apalah makanan kayak gitu mana kenyang.

Setelah datang aku segera menyantapnya. Pria dihadapanku hanya melongo melihatku melahap semua makanan di hadapanku. Biarlah dikata rakus. Aku memang sangat lapar. Karena seharian tadi hanya makan nasi goreng buatan Erland. Lalu sibuk mencari gaun yang pas untuk datang ke acara ini. Anggaplah ini bayaran atas kerja kerasku hari ini.

"Pelan-pelan saja. Tak ada yang mau makanan bekas begitu. Dan lagi hanya kamu seorang yang makan steak pake nasi. Padahal salad kentang itu lumayan banyak." Ucapnya santai kayak dipantai jarinya menunjuk piringku yang campur aduk.

"Uhuk. Uhuk." Aku tersedak dan segera mengambil minum. Kutenggak air putih hingga tandas.

"Baru saja kubilang." Ujarnya sambil mengelap bibir merah mudanya. 

"Lagian kakak ngapain ngomong gitu? Rasanya sakit tapi ga berdarah." Gerutuku lirih.

"Aku hanya berbicara fakta." Tandasnya. 

"Membuatku tak berselera saja." Gerutuku.

"Habiskan makananmu. Kalau tak habis kau bayarlah sendiri." Ucapnya.

"Enak saja. Ogah. Baiklah pasti kuhabiskan."

"Ya habiskan. Lalu pulang." 

"Oke." Aku mengunyah makanan di hadapanku sambil sesekali melirik wajah tampan di hadapanku yang tengah menatap layar handphone. 

Hingga pandangan kami bertemu. Segera kualihkan pandangan dan mengunyahnya secepat mungkin. Dia tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Wajahku pasti sudah seperti kepiting rebus kali ini. Yang akupun tak tau semerah itu atau bahkan lebih buruk dari warna kepiting rebus. Kenapa wajah tampan nan menyebalkan itu selalu senang menggodaku. 

Selasai makan,segera kami melangkah kembali ke ruang pertemuan tadi. Dia beramah tamah dengan beberapa koleganya. Semua orang memujinya sangat romantis. Bak penganten baru. Tangannya sungguh posesif memeluk dan merangkul bahuku. Jujur aku risih sekaligus muak. Hanya saja inilah kegunaanku. Tak apalah ini bentuk rasa terimakasih pada suami anehku. Setelah berpamitan pada mereka. Kemudian menarik tanganku meninggalkan ballroom. Lalu membukakan pintu mobil. Namun disana empat pasang mata RASENDRIA memperhatikan kami.

"Sepertinya mereka masih ingin memastikan sesuatu. Baiklah kita mulai." Bisiknya lembut.

Lalu benda kenyal nan lembut itu mengecup bibirku. Tangannya mengelus lembut pipiku. Kukalungkan tanganku pada lehernya. Aku sudah semakin mahir saja melakukan ini. Walaupun bukan yang pertama tetap sukses membuat dadaku berdebar tak karuan. Hanya 1 menit namun waktu terasa begitu lambat. Dia terpana melihatku antusias membalas ciumannya. Terlihat bola matanya melebar kemudian menutup. Setelah saling berpagutan,aku menarik diri. Aku takut kelepasan. Segera saja dia membukakan pintu mobil. Dan aku masuk menghenyakkan tubuhku di kursi samping kemudi. Lexus hitam tancap gas membelah jalanan ibu kota.

Sepanjang perjalanan pulang. Kami hanya diam. Hanya alunan musik klasik yang mengiringi perjalanan kami menuju rumah. Ah membosankan sekali. Musik ini hanya membuatku ngantuk. Perut kenyang ditambah musik yang lembut sukses membuatku menguap. Hingga akhirnya aku tak tahan. Mataku terpejam.

Aku memimpikan hal yang baru saja terjadi. Bibirnya yang hangat dan lembut masih terasa di bibirku. Lambat laun pagutannya terasa menuntut. Hingga membuat napasku tidak beraturan. Mimpi ini terasa sangat nyata. Hingga aku terbangun dari mimpi. Kusentuh bibirku. Terasa basah dan perih. Apakah aku berciuman sepanjang malam?

Allahu akbar...Allahu akbar!

Kumandang adzan membangunkanku. Kutegakkan tubuhku dan ku edarkan pandangaku. Ini kan kamarku. Lalu kapan aku masuk ke kamar? Bukannya semalam aku ketiduran di mobil? Jangan-jangan. Kusibak selimut dan kuraba pakaianku.

"Fiuuuh untunglah." Legaku seraya menghembuskan napas.

Masih utuh. Berarti semalam dia menggendongku ke kamar? Astaga naga bagaimana ini. Segera berlari ke kamar mandi mengambil wudhu. Lalu mendirikan shalat.

Selesai sholat aku mengendap-endap ke kamarnya. Kutarik handle pintu. Ternyata tak di kunci. Aku masuk ke kamarnya. Namun ranjangnya kosong. Yah mungkin dia sedang mandi atau wudhu. Aku berbalik hendak menuju dapur. Namun sebuah tangan menarikku hingga membuatku tersentak. 

"Kamu sedang apa? Mau ngintip?" 

DEG

"En-nggak. Aku mau masak." Jawabku gugup.

"Oh, kirain mau ngucapin terima kasih karena sudah menggendongmu sampai ke kamar."

"Jadi benar Kakak menggendongku sampai kamar?" Tanyaku spontan.

"Tentu saja. Mana mungkin kamu berjalan sedangkan tidurmu seperti orang mati."

"Apa? Kau!" Tunjukku kesal.

"Dan sepertinya kau menggigau ingin kucium."

Cess. Wajahku terasa panas. Jujur aku sangat malu karena teringat kejadian semalam. 

"Dasar menyebalkan." Langsung saja aku pergi dari kamarnya. 

"Lain kali jangan sembarangan masuk ke kamarku. Bagaimana kalau aku tak pakai baju? Bisa-bisa kamu tidak bisa tidur setiap malam." Tuturnya yang sontak membuatku berhenti. Dia terkekeh pelan seraya menutup bibirnya dengan tangan.

"Dasar mesum!" Ucapku bergegas masuk ke kamar. Ku urungkan masak ke dapur. Pagi-pagi bikin orang kesal saja. 

Tak lama ku dengar dia membuka pintu depan. Kulihat dari jendela kamar. Dia menaiki sepeda keluar rumah. Mungkin beli lontong sayur kesukaannya. Kuhembuskan nafas. Haruskah aku bercerai? Walaupun kebersamaan kami selama ini tak seperti pernikahan pada umumnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KALI KEDUA   BAB 22

    Tubuhku gemetar... Erland mendekatkan tubuhnya sedangkan aku memundurkan tubuhku. Dia tersenyum namun lima detik kemudian dia mendekatkan wajahnya. Dan CUP. Satu kecupan berhasil dicurinya dariku. Kucoba untuk bangkit. Namun tangannya berhasil menahanku. Sekali lagi dia mendekatkan wajahnya. Seketika aroma mint berembus menerpa wajahku. Getaran di dadaku semakin bertalu. Tanpa sadar kupejamkan mataku. Hingga hembusan napasnya terasa sangat dekat. "Kau sangat cantik istriku." Bisiknya. Aku membuka mata dan terlihat senyuman manis itu di depan mataku. Kupalingkan wajah ke kanan. Namun hembusan napasnya terasa di leher. "Aku menginginkanmu sayang." Lirihnya. Bulu kudukku terasa meremang bahkan aliran darahku terasa cepat. "Apa yang kau inginkan?" Tanyaku polos. "Hakku. Yaitu tubuhmu." "Ja-jangan!" "Kenapa? Bukankah kita sudah terlalu lama menunggu moment malam pertama ini setelah tertunda berbulan

  • KALI KEDUA   BAB 21

    Sebulan setelah kejadian itu ayah dan ibu kembali ke rumah. Keadaan ibu mulai berangsur membaik walaupun tatapannya masih sedikit kosong. Ayah tak pernah meninggalkan ibu sejenak pun. Hingga malam itu ibu memintaku datang ke kamarnya. Ibu menangis memelukku begitu pula aku. Bagaimanapun beliau adalah seseorang yang sangat berarti dalam hidupku."Ada rahasia yang harus kamu ketahui nak. Tapi ibu mohon jangan potong cerita ibu hingga selesai.""Baik bu. Aku akan mendengarkan baik-baik.""Malam senin 27 tahun yang lalu. Ibu menemukan seorang bayi perempuan cantik di depan gubuk kami. Saat itu ayah kamu pulang setelah mengairi sawah terkejut melihat ibu sudah menggendong bayi merah. Ayah meminta ibu untuk menyerahkan bayi itu pada perangkat desa. Namun ibu bergeming. Hati ibu tertaut pada bayi mungil itu." Ibu berhenti lantas menarik napas sejenak."Lima tahun kemudian,tuan Rasendria datang ke rumah ini untuk membawamu pergi. Namun ibu lagi dan lagi mem

  • KALI KEDUA   BAB 20

    Pikiranku begitu buntu mendengar bahwa orang tuaku di jemput oleh orang yang tak dikenal. Aku masuk ke dalam rumah dan mencoba mencari petunjuk. Namun tak kutemukan sedikitpun. Aku hanya bisa manangis dan menghibur diriku sendiri agar tenang. Namun tak bisa. Hingga suara handphone menyadarkanku agar lekas menghubungi pihak berwajib. Tapi saat aku memencet tombol dial. Nomor tak dikenal terpampang dilayar 5.5 inch ditanganku."Hallo..." Ucapku tak sabar. Aku yakin jika dilah yang membawa ayah dan ibu."Bagaimana kejutan dariku?" Ucap seseoramg di seberang sana. Aku sangat mengenal suaranya."Dimana ayah dan ibuku jalang." Tanyaku sarkas."Tentu saja di tempat yang...ra-ha-sia." Sahutnya tertawa."Ini tidak lucu. Cepat katakan dimana ayah dan ibuku?""Tentu saja aku tidak mau.""Lalu apa maumu?""Oh malangnya. Apa kau mau mengabulkannya jika tau apa mauku?""Ya. Apa maumu dan jangan sakiti ayah dan ibuku!""Tentu sa

  • KALI KEDUA   BAB 19

    Berada dalam pelukannya hanya membuatku merasa sesak. Tak sepicing pun mataku terpejam. Semua rasa terasa menguap begitu saja. Aku ingin menyelami dasar hatinya. Namun aku pun tersedak rasa dari ombak perasaanku sendiri. Hembusan napasnya jelas terasa di tengkuk ku. Begitu teratur dan nyaman mungkin dia sudah terlelap dalam mimpi indahnya.Kuelus lengannya dengan lembut. Dan menggumamkan kata maaf. Dan aku tersentak saat tangan itu bergerak membalikkan tubuhku mengahadapnya. Ternyata dia belum tidur. Dia tersenyum."Kau belum tidur?" Dia bertanya seraya menyinkirkan anak rambutku yang berkeliaran di wajahku."Belum. Aku tidak bisa tidur." Sahutku menatap manik matanya yang cobalt."Jangan terlalu dipikirkan. Apapaun pilihanmu aku akan mengabulkannya." Yakinnya."Lalu kenapa kau masih mengenakan cincin?" Tanyaku menunjuk jari manisnya."Ah ya. Selama dua tahun aku tak pernah melepasnya. Jadi boleh aku menggunakannya sampai selesai persi

  • KALI KEDUA   BAB 18

    Seminggu telah berlalu. Radit dan Michael sangat membantuku di laboratorium. Mengarahkan ini dan itu. Aku merasa sangat terbantu berkat mereka. Bahkan Radit sempat ngotot ingin mengantarku dan menjemputku namun Mike selalu mengingatkannya agar tak menggangguku apalagi mencampuri urusanku. "Menurutlah padaku Dit sebelum kau jadi daging cincang. Kau ingat betapa mengerikannya pria itu jika marah?" Mike berkata datar pada Radit yang disambut kekehan. "Ya,ya. Apa salahnya mengantarnya pulang atau menjemputnya? Toh dia juga sepupu kita." Bantah Radit kemudian "Tapi tindakanmu sangat lancang." Mike menoyor kepala Radit gemas. "Ah tidak apa-apa aku pulang sendiri saja." Segera kusudahi perdebatan mereka. "Apa Kak Erland tinggal bersamamu?" "Tidak. Aku tinggal sendirian. Tapi sewaktu-waktu Erland mampir." "Wah jadi benar rumor itu? Kalau begitu kapan-kapan kami boleh main kan? Aku ingin bertemu Kak Erland." Rumor apa? Tan

  • KALI KEDUA   BAB 17

    Setelah kepergian Antony,hanya dua wanita itu yang terlihat sibuk menata barang-barangku. Aku berkeliling melihat satu persatu ruangan. Rumah ini lebih kecil dari rumah sebelumnya. Hanya ada dua kamar,ruang tamu,ruang keluarga dan dapur. Di belakang rumah ada taman kecil dan kolan ikan. Sepertinya aku memang tidak butuh pelayan. Erland berlebihan sekali. "Ada yang bisa kami kerjakan lagi nona?" Tawar salah satu yang terlihat lebih tua. "Tidak. Duduklah. Kita belum sempat berkenalan." Kupersilahkan mereka duduk. "Baik nona." Mereka malah duduk di lantai. Aku terkejut. "Di kursi saja. Lantainya sangat dingin." "Maaf nona. Tidak apa-apa kami sudah biasa." "Jangan dibiasakan jika dirumahku. Aku ingin kalian nyaman disini." "Baik nona. Terima kasih." Lalu keduanya dusuk diatas kursi. "Siapa nama kalian?" Tanyku seraya memandang keduanya bergantian. "Nama saya Fitri dan dia adik saya Nia nona Maudy." Fitri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status