Share

BAB 4

Aku menikmati salad buah dengan tidak selera. Bagaimana aku harus berselera? Makan malam hanya dengan potongan buah dan sayuran. Padahal disana potongan daging rendang begitu nikmat. Lalu ada ayam lado mudo. Ayam pop dan juga kerupuk udang. Orang Indonesia macam aku berasa tak makan hanya dengan potongan buah macam ini. Tetapi tadi gerombolan Keluarga Rasendria yang terhormat itu menyuruhku makan salad buah. Itupun harus di iringi cibiran pedas. Yang katanya orang kampung mana tahan lihat makanan enak. Hingga terpaksalah aku hanya mengambil salad ini dengan hati dongkol.

Aku hanya menghentak hentakkan sendok. Tanpa berniat menyuapkannya kedalam mulutku. Sungguh ku tak berselera sama sekali. Hingga tangan besar nan halus itu meyentuh tanganku. Dia mengambil sendok di tanganku. Dan meletakkannya di samping piring.

"Jangan memaksa apa yang tak kamu suka." Sarannya seraya mengelus punggung tanganku.

Ku dongakkan kepala menatapnya. Dia berdiri lalu menarik tanganku keluar. Aku hanya menurut saja tanpa bertanya. Aku tak mau terlihat kacau di depan para kolega suamiku. Setiap orang yang berpapasan dengan kami menyapa dengan hormat. Bahkan kulihat Antony tengah meladeni beberapa sepupu wanita suamiku yang super centil.

Kami melewati ballroom hotel lalu berbelok ke restoran yang ada di hotel. Sepertinya dia akan makan. Karena sedari tadi dia hanya menenggak air putih. Walaupun orang kaya suamiku tak suka wine dan sejenisnya. Katanya dia penganut hidup sehat garis keras. Dia membuatku kagum. Pantaslah badannya begitu bagus. Dia menjaga pola makannya. Dan mungkin rajin fitness.

Sesampainya di restoran dia mengajakku duduk di dekat jendela. Pemandangannya sangat indah hingga membuatku terpukau. Dia menarik kursi dan memintaku duduk. Bak seorang ratu. Aku menurut saja. Malam ini dia memperlakukanku dengan sangat lembut dan istimewa.

"Pesanlah apapun yang kamu mau. Makan salad buah mana kenyang." Ujarnya sambil memberikan buku menu.

"Apapun? Apa kau yakin?" Jawabku ragu sambil menatapnya.

"Uangku takkan habis untuk memborong semua menu di restoran ini." Ucapnya angkuh sambil melipat tangan di dada.

"Sombongnya tuan muda di hadapanku ini." Batinku. 

Tapi tak apalah menguras uangnya sedikit. Akhirnya aku memesan nasi, steak tenderloin dan juga jus alpukat. Sekalian makanan pendamping seperti Macaroon dan ice cream. Tak peduli diet. Toh makan sebanyak apapun tubuhku tetaplah segini. Mungkin saking banyaknya cacing dalam perutku. Sedangkan tuan muda di dampingku hanya memesan sandwich tuna mayo dan robusta. Apalah makanan kayak gitu mana kenyang.

Setelah datang aku segera menyantapnya. Pria dihadapanku hanya melongo melihatku melahap semua makanan di hadapanku. Biarlah dikata rakus. Aku memang sangat lapar. Karena seharian tadi hanya makan nasi goreng buatan Erland. Lalu sibuk mencari gaun yang pas untuk datang ke acara ini. Anggaplah ini bayaran atas kerja kerasku hari ini.

"Pelan-pelan saja. Tak ada yang mau makanan bekas begitu. Dan lagi hanya kamu seorang yang makan steak pake nasi. Padahal salad kentang itu lumayan banyak." Ucapnya santai kayak dipantai jarinya menunjuk piringku yang campur aduk.

"Uhuk. Uhuk." Aku tersedak dan segera mengambil minum. Kutenggak air putih hingga tandas.

"Baru saja kubilang." Ujarnya sambil mengelap bibir merah mudanya. 

"Lagian kakak ngapain ngomong gitu? Rasanya sakit tapi ga berdarah." Gerutuku lirih.

"Aku hanya berbicara fakta." Tandasnya. 

"Membuatku tak berselera saja." Gerutuku.

"Habiskan makananmu. Kalau tak habis kau bayarlah sendiri." Ucapnya.

"Enak saja. Ogah. Baiklah pasti kuhabiskan."

"Ya habiskan. Lalu pulang." 

"Oke." Aku mengunyah makanan di hadapanku sambil sesekali melirik wajah tampan di hadapanku yang tengah menatap layar handphone. 

Hingga pandangan kami bertemu. Segera kualihkan pandangan dan mengunyahnya secepat mungkin. Dia tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Wajahku pasti sudah seperti kepiting rebus kali ini. Yang akupun tak tau semerah itu atau bahkan lebih buruk dari warna kepiting rebus. Kenapa wajah tampan nan menyebalkan itu selalu senang menggodaku. 

Selasai makan,segera kami melangkah kembali ke ruang pertemuan tadi. Dia beramah tamah dengan beberapa koleganya. Semua orang memujinya sangat romantis. Bak penganten baru. Tangannya sungguh posesif memeluk dan merangkul bahuku. Jujur aku risih sekaligus muak. Hanya saja inilah kegunaanku. Tak apalah ini bentuk rasa terimakasih pada suami anehku. Setelah berpamitan pada mereka. Kemudian menarik tanganku meninggalkan ballroom. Lalu membukakan pintu mobil. Namun disana empat pasang mata RASENDRIA memperhatikan kami.

"Sepertinya mereka masih ingin memastikan sesuatu. Baiklah kita mulai." Bisiknya lembut.

Lalu benda kenyal nan lembut itu mengecup bibirku. Tangannya mengelus lembut pipiku. Kukalungkan tanganku pada lehernya. Aku sudah semakin mahir saja melakukan ini. Walaupun bukan yang pertama tetap sukses membuat dadaku berdebar tak karuan. Hanya 1 menit namun waktu terasa begitu lambat. Dia terpana melihatku antusias membalas ciumannya. Terlihat bola matanya melebar kemudian menutup. Setelah saling berpagutan,aku menarik diri. Aku takut kelepasan. Segera saja dia membukakan pintu mobil. Dan aku masuk menghenyakkan tubuhku di kursi samping kemudi. Lexus hitam tancap gas membelah jalanan ibu kota.

Sepanjang perjalanan pulang. Kami hanya diam. Hanya alunan musik klasik yang mengiringi perjalanan kami menuju rumah. Ah membosankan sekali. Musik ini hanya membuatku ngantuk. Perut kenyang ditambah musik yang lembut sukses membuatku menguap. Hingga akhirnya aku tak tahan. Mataku terpejam.

Aku memimpikan hal yang baru saja terjadi. Bibirnya yang hangat dan lembut masih terasa di bibirku. Lambat laun pagutannya terasa menuntut. Hingga membuat napasku tidak beraturan. Mimpi ini terasa sangat nyata. Hingga aku terbangun dari mimpi. Kusentuh bibirku. Terasa basah dan perih. Apakah aku berciuman sepanjang malam?

Allahu akbar...Allahu akbar!

Kumandang adzan membangunkanku. Kutegakkan tubuhku dan ku edarkan pandangaku. Ini kan kamarku. Lalu kapan aku masuk ke kamar? Bukannya semalam aku ketiduran di mobil? Jangan-jangan. Kusibak selimut dan kuraba pakaianku.

"Fiuuuh untunglah." Legaku seraya menghembuskan napas.

Masih utuh. Berarti semalam dia menggendongku ke kamar? Astaga naga bagaimana ini. Segera berlari ke kamar mandi mengambil wudhu. Lalu mendirikan shalat.

Selesai sholat aku mengendap-endap ke kamarnya. Kutarik handle pintu. Ternyata tak di kunci. Aku masuk ke kamarnya. Namun ranjangnya kosong. Yah mungkin dia sedang mandi atau wudhu. Aku berbalik hendak menuju dapur. Namun sebuah tangan menarikku hingga membuatku tersentak. 

"Kamu sedang apa? Mau ngintip?" 

DEG

"En-nggak. Aku mau masak." Jawabku gugup.

"Oh, kirain mau ngucapin terima kasih karena sudah menggendongmu sampai ke kamar."

"Jadi benar Kakak menggendongku sampai kamar?" Tanyaku spontan.

"Tentu saja. Mana mungkin kamu berjalan sedangkan tidurmu seperti orang mati."

"Apa? Kau!" Tunjukku kesal.

"Dan sepertinya kau menggigau ingin kucium."

Cess. Wajahku terasa panas. Jujur aku sangat malu karena teringat kejadian semalam. 

"Dasar menyebalkan." Langsung saja aku pergi dari kamarnya. 

"Lain kali jangan sembarangan masuk ke kamarku. Bagaimana kalau aku tak pakai baju? Bisa-bisa kamu tidak bisa tidur setiap malam." Tuturnya yang sontak membuatku berhenti. Dia terkekeh pelan seraya menutup bibirnya dengan tangan.

"Dasar mesum!" Ucapku bergegas masuk ke kamar. Ku urungkan masak ke dapur. Pagi-pagi bikin orang kesal saja. 

Tak lama ku dengar dia membuka pintu depan. Kulihat dari jendela kamar. Dia menaiki sepeda keluar rumah. Mungkin beli lontong sayur kesukaannya. Kuhembuskan nafas. Haruskah aku bercerai? Walaupun kebersamaan kami selama ini tak seperti pernikahan pada umumnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status