Share

BAB 8

Aku meringkuk diatas ranjang. Perutku terasa ditusuk-tusuk ribuan jarum. Sakit dan perih. Kuraih obat pereda nyeri lambung dan mengunyahnya. Kutarik selimut semakin rapat. Mataku terpejam namun tak bisa tidur.

TOK

TOK

TOK

Suara ketukan pintu membuat mataku terbuka. Aku bangkit dari ranjang dengan terhuyung kugapai gagang pintu dan membukanya. Wajah tampan itu tersenyum tangannya menenteng segelas teh manis dan semangkuk bubur. Dia segera masuk dan menuntunku. Mendudukanku diatas ranjang. Sikapnya yang lembut membuatku nyaman.

"Kubuatkan bubur putih. Tadi kuhaluskan dengan foodprocesor dulu. Kemarin dokter bilang magh-mu kambuh. Harus makan yang halus." Kuperhatikan gerak bibirnya dan mengangguk. 

"Taruh saja diatas meja nanti kumakan." Ujarku merebahkan diri.

"Kau harus banyak makan. Kusuapi ya." Bujuknya menyendokkan bubur.

"Aku bisa makan sendiri." Ucapku merebut sendok dan mangkuk. Menyuapkan sedikit bubur kedalam mulut.

"Biar kusuapi." Bujuknya sekali lagi. 

"Perutku mual." Aku bergegas ke kamar mandi. Lalu mengeluarkan semua isi dalam perutku. 

HUEK. HUEK. HUEK. Keluar sudah semua isi perutku. Aku terkulai lemas. Tangan hangat dan besar itu memijat tengkukku lembut. Lalu menggendongku kembali ke ranjang. Meminumkan teh hangat. Lambungku terasa nyaman.

"Jangan terlalu dipaksakan. Nanti kuhubungi dokter Rey untuk memeriksamu atau kita kerumah sakit saja?" Sarannya sambil membenarkan selimut.

"Tak perlu. Aku hanya butuh istirahat sebentar." Tolakku halus. Aku hanya ingin tidur.

"Istirahatlah. Kalau butuh sesuatu panggil saja. Aku ada diruang kerja."

"Kakak ga masuk kantor?"

"Ada banyak orang di kantor. Sedangkan kamu sendirian. Ijin sehari tak masalah." Ucapnya tersenyum mengelus rambutku. Lalu beranjak pergi.

Hanya senyuman itu yang kulihat selama 2 tahun ini.  Dan senyuman itu pula yang sering mengganggu tidurku akhir-akhir ini. Saat seperti ini aku rindu ayah dan ibu. Air mata mengalir tak terbendung lagi. Ingin rasanya memeluk mereka. Namun hanya sebingkai foto ini yang bisa menggantikan mereka untuk kupeluk erat.

Kurasakan usapan lembut di pipi dan jemariku. Aku tak bisa membuka mata. Namun sentuhannya bisa kurasakan. Hembusan napasnya yang hangat terasa begitu dekat. Sangat dekat. Hingga kemudian aku membuka mata.

Pupilku melebar melihat wajahnya yang tertidur tepat berhadapan denganku. Tangan kanannya dijadikan bantal sedangkan yang kiri memeluk tubuhku erat. Entah kenapa aku begitu merasa nyaman dan tenang menatap wajah yang begitu lelapnya. Bahkan dia tersenyum manis.  Entah mimpi apa yang dia lihat dalam tidurnya.

Kuukir wajah tenangnya dalam sanubariku. Aku tak ingin mengganggu tidurnya. Hingga yang kulakukan hanya memandanginya dan menghidu aroma tubuhnya. Aroma yang menenangkan jiwa.

"Kita tidak pernah sedekat ini." Batinku. 

Matanya sedikit terbuka. Kututup mata berpura-pura tidur. Dia memindahkan kepalaku dan menarik tangannya. 

"Aku tahu kau sudah bangun." Ucapnya sambil mencubit pipiku. Lalu segera duduk.

"Auh." Aku mengaduh sambil mengusap pelan pipiku.

"Kamu kangen sama keluargamu? Semalam kamu mengigau memanggil ayah dan ibu. Mau kuantar pulang?" 

"Ti-tidak perlu. Aku sudah lumayan baikkan. Lagian aku gak mau bikin mereka khawatir karena pulang tiba-tiba." Jujurku 

"Yasudah. Kalau ingin pulang bilang saja. Aku akan mengantarmu. Hari ini aku harus pergi ke kantor. Ada rapat pemegang saham dan dewan direksi." Ucapnya sambil merenggangkan otot-otot tubuhnya.

"Baik. Sepertinya aku juga akan berangkat ke sekolah." Ujarku menyibak selimut. Hendak menuju kamar mandi.

"Sayangnya tadi sudah bilang cuti ke kepsek. Istirahatlah. Jangan terus memaksakan diri." Matanya menatapku tajam. Kuurungkan niatku untuk mandi dan menghempaskan kembali tubuhku di ranjang.

"Tapi aku bosan kalau terus menerus dirumah." Ucapku sendu

"Aku sudah memasang wifi di kamarmu."

"Hah? Benarkah?" Teriakku girang.

"Ya tentu saja."

"Baiklah aku pasti akan betah di kamar."

"Baik-baik dirumah. Aku akan pulang lebih cepat."

"Ya ya segeralah pergi nanti terlambat." Usirku padanya dengan mendorong tubuhnya keluar kamar.

"Berani sekali mengusir tuan rumah." Gumamnya menggerutu.

Tak kupedulikan ocehannya. Langsung kusambar laptop putih yang teronggok diatas nakas. Menonton film live-action kesayanganku. Tak lupa kusiapkan camilan dan minuman. Lupa sudah segala penderitaanku yang selalu kesepian dirumah ini. Kenapa tidak dari dulu saja. Dia teramat pelit untuk hal-hal seperti ini. Bukan karena tak mampu hanya saja dia selalu melakukan sesuatu yang tidak terduga dan tak terbaca sama sekali. 

Entah jam berapa sekarang? Efek datang bulan membuatku malas ngapa-ngapain. Dan lihatlah seharian ini hanya di kamar. Ya mau bagaimana lagi. Meskipun satu rumah kami seperti memiliki wilayah masing-masing. Dan semalam dia seenaknya naik ke ranjangku. Sementara aku? Tak selangkahpun boleh menginjakkan kaki di kamarnya. Menyebalkan. Kamarnya selalu terkunci. Sebenarnya ada apa di kamarmya. Sungguh aku penasaran.

Dorongan rasa bosan dan penasaran. Akhirnya kuputuskan untuk mengunjungi kamarnya. Selama ini dia tak mau seorang pun memasuki kamarnya bahkan hanya untuk membersihkannya. Saat sakitpun dia hanya mengunci pintu. Dan akan terbuka saat dia keluar atau masuk kamar. 

"Jangan-jangan dia menyembunyikan sesuatu yang membahayakan." Ucapku bersenandika. 

Kulewati batasan yang kami sepakati. Sedikit maju mundur. Namun rasa penasaran membuatku memantapkan langkah. Aku mengendap-endap bagaikan pencuri dirumah sendiri. Ah tidak,lebih tepatnya di rumah suamiku sendiri. Menengok ke segala arah. Terutama pintu depan. Siapa tahu dia pulang secara tiba-tiba. Dan akhirnya aku sampai di depan kamarnya. Walaupun dekat namun terasa sangatlah jauh. Gugup, kucoba membuka pintunya dengan sedikit ragu. Dan..

KLAK

WOW dia tak mengunci pintunya. Kemungkinanan dia lupa menguncinya karena terburu-buru. Semerbak wangi khas tubuhnya menguar di segala penjuru kamar. Inikah kamar laki-laki? Mengejutkan. Kamar ini lebih rapih dari yang kuduga. Dia memang sangat perfect dalam hal apapun. Bahkan penataan ruang ini teramat rapih dan elegan. Aku jadi malu. Sedetik kemudian ada rasa bersalah yang muncul namun kutepis. Apa salahnya seorang istri memasuki kamar suaminya? Itu pembelaan yang klise.

Kuamati sekeliling ruangan. Dan mataku tertumbuk pada rak buku yang tersusun sangat rapih. Kusentuh satu persatu buku yang ada. Hingga mataku tertuju pada satu buku aneh. Diantara semua buku hanya buku itu yang membuatku tertarik karena sampulnya merah merona. Akhirnya tergerak untuk mengambilnya. Namun kutersentak kaget saat tiba-tiba rak bergetar. 

KREK

Rak bergerak menampilkan sebuah ruang rahasia. Ruangan dalam ruangan. Mataku mengerjap bebarapa kali. Mengumpulkan cahaya dalam keremangan. Hingga beberapa detik kemudian mataku mulai beradaptasi. Aku tertegun melihat ruangan tersebut. Ada banyak foto di dinding ruangan yang lumayan luas itu.Foto-foto itu bagaikan susunan puzle. Dan membentuk siluet wajah seseorang. Seperti laki-laki. Aku seperti melihat wajah suamiku versi tua. Aku tak bisa melohat dengan jelas satu persatu foto yang entah berjumlah berapa. Mungkin ratusan ataupun ribuan. Saat kitelisik lebih dalam. Disana tertulis ETRAMA RASENDRIA. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status