Share

KALI KEDUA
KALI KEDUA
Penulis: Sann dyy

Senja Tak Lagi Jingga

Semburat senja menetap pada langit. Warnanya jingga melukiskan keindahan dan kedamaian yang tak bisa diragukan. Senja pertanda mentari akan pamit dan berganti rembulan. Tak ada iringan hujan menemani perpisahan kali ini dan tak ada pula suara rengekan langit yang berkilat listrik. Semua terasa damai. Sepertinya semesta memang mengikhlaskan kepergian mentari. 

Memang apa yang perlu diratapi dari perpisahan kecil ini? Mentari memang pergi, namun ia juga berjanji akan kembali esok hari. Mentari hanya pergi sementara bukan untuk selamanya. Mentari berjanji karena sangat mencintai bumi. 

Jika dalam ranah dua anak manusia yang saling mencintai. Ketika sang pria harus pergi dan menjanjikan kepulangan dengan segera, maka sang wanita tidak akan sengsara bila itu terealisasi. Betapa indahnya menanti, kita bisa memupuk rasa agar mekar ketika bersama. Berdamai dengan semesta di tengah suara-suara kerinduan saling berbisikan. 

Got all this time on my hands

Might as well cancel our plans, yeah

I could stay here for a lifetime

So lock the door and throw out the key

Can’t fight this no more it’s just you and me

Nada dering ponsel Byanca membawanya kembali dari renungan seputar senja. Tanpa harus melihat nama penelepon pun dia sudah tahu siapa pelakunya. Nada dering itu khusus dibedakan Byanca.  

“Ya, Sayang.”

“By…”

Byanca tak salah. Itu adalah Abian—suaminya. Namun suaranya sangat dalam seakan ada sesuatu yang menyumbat tenggorokan. Raut bahagia yang sedari tadi terpancar di rona wajah Byanca mendadak menjadi muram. Degup jantung Byanca jadi tak menentu. Hatinya memberi sinyal ada sesuatu buruk yang akan terjadi. Byanca sangat mengenali Bian. Ia hapal setiap sisi dari pria yang menikahinya lima tahun silam. 

“Aku akan pulang dan memasakkan sapi panggang untukmu. Cepat kembali!” Byanca mengubah topik pembicaraan. Ia tak siap akan kenyataan yang ingin disampaikan Bian. Entah apapun itu,  bahkan kini air mata wanita itu sudah keluar.

Ia melipat bibir ke dalam. Menangis dalam diam agar tak terdengar oleh Bian. 

“By, maaf…”

Kaki Byanca melemas, apa yang ditakutkannya terjadi. Ada hal buruk yang ingin disampaikan Bian sampai ia harus meminta maaf. Apa ini ada hubungannya dengan –

“Apa yang kamu dengar dari berita itu benar, By. Aku tak menyangkalnya. Maafkan aku.” 

Byanca ingin menolak jika yang mengatakan itu bukan Bian. Semenjak semalam—ketika foto suaminya dan seorang wanita tersebar ke jejaring media, Byanca seolah menutup mata dan telinga. Ia hanya ingin mendengar kalimat bantahan Bian, tapi hari ini Bian mengakuinya.  Angin berhembus dari arah jendela seakan ingin membawa Byanca terbang agar hilang dari permasalahan ini.

Sulit bagi Byanca mempercayai ini semua. Bagaimana bisa ia membayangkan pria yang tak pernah bosan mengungkapkan cinta padanya kini berkhianat hanya karena seorang wanita? Apa ia sudah tidak cantik? Apa ia sudah tidak menarik? Apa ia tidak pantas dijadikan istri untuk selamanya? Apa Bian sudah tak mencintainya lagi? Atau karena wanita itu jauh lebih sempurna darinya?

 “Kenapa, Bian?” Byanca tak mau menyembunyikan suara tangisnya. Ia berkata dengan sesenggukan. “Kenapa kamu sejahat ini? Apa salahku? Katakan!” 

Jika alasan Bian selingkuh karena kesalahan Byanca, mungkin ia bisa menoleransi. Meski bayangan ia sudah menjadi istri yang baik dan penurut terus berputar di kepalanya, tak apa. Mungkin menjadi baik saja tidak cukup untuk seorang Abian.  Terkadang seseorang tidak mensyukuri apa yang dimiliki dan ketika itu hilang, maka timbul penyelesaian. Wajarnya memang begitu, manusia terlalu biasa dalam penyesalan.

“Kamu sempurna, By.”

Semakin Byanca mendengar pujian Bian. Semakin hatinya sakit tak tertahan.  Byanca menggigit bibirnya, menahan sesak yang siap menyeruak.

“Aku yang salah. Aku mengkhianati mu.”

Terdengar nada penyesalan menyapu telinga Byanca. Ia tahu Bian pasti melakukan itu karena tidak sengaja. Byanca tak boleh menjadi orang lain untuk Bian. Ia harus memaafkan dan menerimanya. Ia harus membantu Bian. Byanca yakin dia pasti bisa.

“Bi… Aku akan selalu ada untukmu. Tak peduli …” 

Belum sempat ia menghabiskan kalimatnya, Bian langsung menyeka, “Jangan!”

“Aku akan melepas mu. Tinggalkan aku dan carilah kebahagiaan lain. Aku menceraikan mu, Byanca Anesta Tanjung.” 

“Bi…. Bi… Abian…” Byanca terus meneriaki nama Bian meski panggilan itu sudah terputus seiring kalimat perceraian yang terlontar.

Bercerai tidak pernah ada dalam kamus hidup Byanca. Selain itu, Islam tidak mengajarkan umatnya untuk bercerai, bahkan Allah sangat membenci perceraian meski  tak mengharamkannya. 

Semesta bisakah tidak bercanda? Kemarin aku masih menemukan versi Bian yang setia tapi kenapa sekarang kau mengubahnya menjadi seorang  pria yang berbeda? Bisakah ia menjadi seperti dulu saja? Aku ingin dia yang mencintai ku tanpa syarat dan tak akan pernah berkhianat.

Bian adalah cinta pertamanya. Lelaki yang ia mantapkan menjadi imam sepanjang hidup hingga surga. Byanca menghabiskan banyak waktu di masa lalu untuk meyakinkan kedua orang tuanya agar merestui pernikahan mereka. Ini kah hasil yang ia tuai? Perpisahan dan menyakitkan. Bian terlalu kejam kali ini. 

Tak ingin membuang waktu, Byanca membereskan barangnya dan bergegas pulang. Ia ingin meminta penjelasan dari Bian secara langsung. Bagaimanapun Byanca masih memiliki hak untuk mendengar kebenaran. Byanca siap menuruti keinginan Bian. Ia hanya ingin melihat wajah itu, meski untuk terakhir kali.

Ketika Byanca memasuki lift. Ia mendapati dirinya sendiri. Berangsur rasa sakit kembali memberi sinyal pada dirinya. Ia beringsut dan terduduk. Menangis dan menenggelamkan wajah di lipatan lutut. Byanca hancur kali ini. Ia hancur karena pria yang ia cintai.

Biasanya Bian menyiapkan bahunya sebagai tempat bersandar. Mengulurkan tangan untuk mengajak Byanca bangkit dari keterpurukan. Bian pula yang menghadiahi dengan kata-kata penenang. Tapi, sekarang Bian menghilang. Tenggelam di telan masa dan yang tersisa hanya kenangan.  Tak ada lagi Bian sebagai penawar lukanya. Yang ada Bian lah menjadi duri untuk luka itu sendiri.

Entah apa yang terjadi. Senja yang begitu menawan tadi mendadak berubah muram. Senja tak lagi jingga dan berganti hujan. Entah berapa lama waktu dihabiskan Byanca meratapi pilunya hingga tidak menyadari perubahan cuaca. Byanca merasa jika semesta kali ini bernasib sama dengannya. Sebelumnya pernikahannya dan Bian adalah pernikahan yang diidamkan banyak orang. Mereka bahagia dan penuh cinta, tapi kini semua berubah menjadi bencana hanya karena wanita lain. 

Byanca melupakan mobilnya dan berjalan di bawah hujan. Merentangkan tangan dengan tangis tak pernah hilang. Ia hanya ingin terus berjalan tanpa tahu tujuan. 

Akankah Bian sama dengan mentari yang pergi untuk kembali. Melepaskan untuk menarik kembali. Apakah ini juga sementara? Perpisahan ini hanya sementara, bukan?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status