Share

KARMA BERDARAH SANG CEO
KARMA BERDARAH SANG CEO
Author: irma_nur_kumala

KARMA - 01

last update Last Updated: 2023-09-08 10:28:17

"Selamat siang, Pak Alva Alexander.” Setelah keterdiaman beberapa menit, wanita itu membuka suara lebih dulu. “Perkenalkan, saya Nadine Arzetta. Sekretaris baru yang akan bekerja mulai hari ini. Mohon bantuan dan bimbingannya.”

Zetta mengeryit ketika calon bosnya—Alva, tidak menanggapi sapaannya malah nampak menikmati menyesap kopi di tangannya.

Rumor buruk perihal bosnya sudah khatam dia pelajari. Siapa yang tak mengenal Alva Alexander—CEO yang wajahnya hilir mudik di majalah-majalah gosip dan bisnis. Tentang ketampanan, kepintaran dan pengangkatannya menjadi CEO muda menggantikan Papinya. Zetta muak melihat sosoknya yang terlihat begitu sombong, semaunya sendiri dan merasa dirinya adalah pusat dunia.

Bahkan, beberapa hari lalu skandalnya mencuat dan menjadi bahan omongan dan incaran paparazi karena dia kedapatan menggoda sekretarisnya sendiri yang sudah bersuami. Itulah asal usul keberadaan Zetta di sini, menggantikan posisi kosong sekretaris. Itupun dia lakukan setelah ada tawaran dari pamannya.

Meski Om Jeremy, paman Zetta yang juga bekerja di sini bilang dia harus berhati-hati pada Alva, agaknya hal itu tidak berlaku bagi Zetta. Sejak mengalami kejadian buruk yang membuatnya trauma, sosok pria hidung belang seperti Alva Alexander hanyalah bos sampah yang menyebalkan. 

Kesal tidak mendapatkan atensi atas kedatangannya, Zetta kembali bersuara. "Pak Alva. Bapak tidak tuli kan? Jangan melamun Pak nanti kemasukan setan."

Setelah mengatakan hal itu, barulah Alva berbalik. Dengan tangan yang memegang cangkir kopi, mata pria itu menatap penuh nilai penampilan Zetta dari atas sampai bawah. 

Dalam hati Zetta tersenyum karena tahu apa yang sedang dipikirkan oleh bosnya. Alva pasti tidak menduga jika sekretaris barunya memiliki penampilan yang tidak sesuai dengan keinginannya. 

Saat sibuk dengan pikirannya sendiri, Zetta kaget saat Alva tersedak dan menyemburkan minumannya.

"Aduh!" pekik Zetta menutup mulutnya. "Tenang, Pak. Sebentar. Sebentar. Tisu mana tisu!"

Zetta memutar balik badannya mencari sesuatu. Dia berjalan cepat ke meja tamu yang ada di tengah ruangan saat melihat ada satu kotak tisu di sana. Diambilnya beberapa dengan gerakan cepat, membiarkan Alva nampak bengong tidak memedulikan tangannya yang basah. 

Zetta mendekat berusaha membersihkan tangan Alva tanpa benar-benar menyentuhnya dan hanya menyapukan tisu itu di tempat yang basah.

"Kalau bersihin itu yang niat dong. Bukan seperti itu caranya!”

Zetta kaget saat tiba-tiba Alva menarik tangannya yang masih memegang tisu untuk membersihkan sisa tumpangan kopi di tangannya.

“AKKHHH!!” reflek Zetta menjerit.

Buk!!

Zetta langsung menampar Alva karena sudah menyentuh tangannya. Sontak saja, hal itu membuat bosnya terdorong dan menyebabkan kopi hitam yang dipegang Alva justru tumpah semua ke jas abu-abu yang dipakainya.

"Ya Ampun!" 

Zetta panik sendiri, mengabaikan tangannya yang gemetaran setelah sentuhan Alva, dia berjalan mondar mandir di depan Alva yang ternganga.

Zetta hanya bisa menutup kedua telinganya dengan sembari tersenyum kaku. Gawat!

"KAU SUDAH GILA YA?!”

***

    Zetta meremas tangannya dengan gelisah sembari memperhatikan Alva yang menyanggah dagunya dengan malas di sofa. Matanya sejak tadi membaca kertas di tangan sambil sesekali meliriknya.  Wajahnya yang kena tampar terlihat merah dan dia harus berganti kemeja karena tumpahan kopi. 

Zetta merutuki kebodohannya sendiri. Ingatkan dia, setelah ini dia harus memasukkan kemeja dan jas Alva ke laundry. 

"Jadi, kau sudah berpengalaman menampar lelaki yang mencoba untuk menyentuhmu?"

Zetta meringis, "Begitulah, Pak. Masih sakit ya?"

"Nggak seberapalah pukulan kau tadi," katanya terlihat sok, mengelus pipinya sembari meringis. "Tapi, alangkah bijaknya kalau kau tadi memperingatkan saya dulu jangan main asal tampar aja.”

"Maaf, Pak. Saya kalau panik suka begitu."

Alva nampak menghela napas entah untuk yang ke berapa kalinya siang ini setelah kemunculannya. "Pukulanmu mantap juga sih."

"Saya belajar ilmu bela diri, Pak. Sudah biasa melawan lelaki genit yang suka pegang-pegang sembarangan, apalagi yang suka godain wanita bersuami, Pak."

Alva mendelik, "Kau nyindir saya?"

"Tidak, Pak. Nggak berani saya, Pak," Zetta cengengesan sambil menggelengkan kepala. Padahal, memang iya. Skandal yang dilakukan Alva dan terdengar hingga telinganya, membuat Alva bahkan layak untuk dihujat terang-terangan. Bukan disindir lagi.

Alva nampak kesal, "Saya itu bos kau mulai sekarang!!" Zetta mengatupkan bibirnya. Alva kembali melihat kertasnya. "Semua ini hanya karena traumatikmu?”

Zetta mengangguk. “Saya anti dengan lelaki model seperti Bapak yang sok kegantengan dan suka tebar-tebar pesona. Apalagi kalau urusan sentuh menyentuh. Itu sudah masuk dalam kategori waspada.”

Alva bengong. Mungkin, baru kali ini dia dihadapkan pada wanita dewasa model Zetta.   "Saya tidak paham maksud kalimat panjang kau tadi yang jelas-jelas omong kosong."

Zetta berdiri dari duduknya, membuat Alva diam memperhatikan dan berbicara penuh percaya diri.

"Jadi, Pak Alva Alexander yang saya hormati. Saya sudah mengikrarkan diri menjadi seorang anti fans bapak. Sebaiknya perlakukan saya hanya sebagai sekretaris. Mohon kerja samanya." Zetta melihat Alva nampak tidak percaya dengan perkataannya. "Jaga batas Bapak dengan saya dalam jarak aman atau saya tidak akan segan-segan menggampar Bapak seperti tadi lagi."

Zetta refleks menjauh saat Alva tiba-tiba berdiri di depannya. "Kau bermain-main dengan saya, Arzetta!!" ucapnya tajam.

Dari balik kacamatanya, Zetta bisa melihat dengan jelas ada kegusaran yang ditunjukkan oleh Alva. Mungkin respon dari ucapannya yang seperti menyatakan perang. Secara tidak langsung Zetta tahu apa yang dipikirkan bosnya itu. Pasti sebelum ini tidak ada wanita manapun yang tidak menginginkannya. Tidak ada yang namanya anti fans Alva Alexander, selain dirinya. Apalagi, hanya dia seoranglah yang mengutarakan hal itu secara terbuka di depannya langsung. Jelas hal itu seperti melukai ego seorang Alva Alexander sedemikian rupa.

"Predikat membanggakan itu playboy mempesona yang berhasil menjerat banyak wanita, you know? Mulai sekarang kau harus hati- hati, untuk tidak jatuh dalam pesonaku, Zetta." 

Zetta menegakkan tubuhnya, membenarkan posisi kaca matanya dan balik menatap Alva dengan pandangan berani. Dia sudah tidak bisa mundur lagi. "Bagiku Playboy itu sebutan halus untuk lelaki rapuh kesepian yang butuh cinta seperti kamu. Sebutan kasarnya sih PECUNDANG!" 

Nadine Arzetta menuding tepat di wajah Alva. Dia pikir, lelaki itu akan marah, tapi setelah itu yang muncul di wajah tampannya adalah senyuman miring bak reinkarnasi iblis kegelapan.

Kedua orang itu berdiri kokoh, tak mau kalah. Alva dengan tatapan penuh tantangan dan Zetta dengan sikap berani matinya. Zetta menyadari, dia sudah menandatangani kontrak kematiannya sendiri terutama untuk hatinya yang rapuh.

"Selamat, Nadine Arzetta. Kau baru saja membangunkan singa yang sedang tidur. Kita akan lihat, siapa yang akan menang." Alva maju selangkah. "Aku akan membuktikan, kalau kau sama seperti wanita lain di luar sana. CAMKAN ITU!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 98

    London, Enam tahun kemudian,Arzetta duduk memandangi megahnya London Eye yang bercahaya biru indah di kejauhan dengan senyuman mengembang di wajah. Terpaan angin malam musim semi menerbangkan helaian rambut panjangnya yang kemudian dia rapikan dengan tangan. Diedarkannya pandangan ke sekelilingnya yang ramai seraya menunggu.Semenjak menikah dan memiliki seorang putri, Arzetta tidak habis-habisnya merasa bersyukur karena bisa merasakan perasaan bahagia tidak terkira dengan berkah yang diberikan padanya. Mengingat perjuangan panjang mereka yang tidak mudah di lalui untuk bisa bersama sampai akhirnya menikah.Masa lalu sebentuk kenangan yang akan tetap terpatri di dalam ingatannya sampai kapanpun. Kadang di saat malam ketika dia terbangun dan mendapati Alva sedang tertidur pulas sambil memeluk putri kecilnya yang tidur di antara mereka membuatnya meneteskan air mata bahagia. Tidak ada hal lain yang diinginkan Zetta selain kebahagiaan suami dan putrinya.Alva Alexander sendiri sudah ber

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 97

    "Di mana mereka?" desis Alva dengan tangan terkepal saat menemukan Gevan, Zafier dan Jeremy di lobby hotel."Wuih cepet banget kamu—""DI MANA MEREKA?" bentak Alva seraya menarik kerah kemeja Zafier dengan amarah."Oke. Tenangkan dirimu, Bung," sela Gevan."Bagaimana aku bisa tenang kalau ada lelaki lain yang mengganggu Istriku?" ucapnya seraya melepaskan cekalannya dan mengacak rambutnya sendiri.Gevan berdecak, "Mungkin dia client-nya Zetta.""Ah, bodoh amat! Aku harus naik ke atas dan mencari tahu.""Kita temani," ucap Jeremy yang langsung menekan tombol lift, "Supaya kamu nggak ngamuk seperti singa.""Ahh brengsek! Makin runyam aja. Ini tuh gara-gara kalian!" Alva memukul perut Zaf, melepak kepala Gevan dan menendang kaki Jeremy dengan kesal di dalam lift yang membawa mereka ke lantai atas."Shit!" umpat Gevan sementara Jeremy mengertakkan giginya."Orang sabar di sayang Tuhan, Bung," gumam Zafier seraya memegangi perutnya yang langsung mendapat kepalan tangan Alva.Hari sudah ha

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 96

    "Hmm, Sayang—" Alva mengacak rambutnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya dengan penampilan yang berantakan juga bau minuman keras yang menyengat. Semalaman ketiga lelaki brengsek itu sudah memprovokasi untuk menumpahkan kekesalan karena lelaki yang mengobrol dengan Zetta itu ke minuman keras yang akhirnya membuatnya mabuk dan tidak sadarkan diri di salah satu kamar hotel sampai pagi sendirian dan harus kalang kabut pulang ke rumah dan mendapati Arzetta menunggunya di ruang tamu dengan wajah yang menyeramkan."Aku—" Alva bingung ingin menjelaskan dengan cara seperti apa supaya Zetta tidak marah."Kemarin sudah jelas aku bilang kalau kamu harus pulang satu jam lebih awal dari yang seharusnya karena kita rencananya mau ke rumah Mama. Aku sudah berusaha menghubungi kamu tapi nyatanya ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku tidak tidur semalaman menunggu kamu pulang di sofa itu tapi ternyata kamu pulang pagi dan dalam keadaan kacau setelah mabuk seperti ini—" Zetta melipat lengannya di dad

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 95

    Satu tahun kemudian, di Alexander Corp. New York "Eh setan!" Gevan refleks kaget."Eh, bokong!" ucap Zafier membuat Gevan langsung menendang kakinya."Kalian berdua sinting!" Jeremy mengatai mereka dalam bahasa Indonesia yang sekarang sukses dikuasainya."APA-APAAN INI?" sembur Alva Alexander yang tadi membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar saat mengetahui ada tiga lelaki yang sedang asyik menikmati koleksi red wine di dalam kantornya tanpa di undang.Dia baru saja memimpin rapat direksi dan kedatangan ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu tanpa pemberitahuan jelas membuatnya terus bertanya-tanya. Alva mendekati mereka seraya menggelengkan kepala, "Kalian nggak punya kerjaan?""Oh aku jelas orang penting yang selalu sibuk—""Sibuk bercinta maksudmu?" sela Alva menanggapi Zafier yang meminum wine dengan kaki disilangkan."Itu salah satunya," balasnya dengan santai. Alva memutar bola matanya."Kenapa sih kamu itu masuk ke kantor sendiri pakai aksi gebrak pintu model begitu sepe

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 94

    "Apa?""Apanya?" Alva balik bertanya."Kenapa sejak tadi kamu memandangiku seperti itu?"Alva menaikkan alisnya, "Memandangi bagaimana?"Zetta sedikit memajukan tubuhnya dan menumpukan kedua lengannya di atas meja, "Kamu menatapku seakan-akan ingin menelanjangiku saat ini.""Ohh—" Alva terkekeh, ikut memajukan tubuhnya dan bertopang dagu di depan Zetta, "Aku memang ingin sekali merobek gaun pengantinmu ini sekarang juga bahkan sebelum kita menginjakkan kaki di Maldives, Nyonya Alva Alexander," Tatapan gairah itu tergambar jelas di mata Alva.Zetta mendengus, "Aku harus terbiasa dengan panggilan itu.""Tentu saja, aku ini Suamimu sekarang," Alva menyisir rambutnya ke belakang dengan senyuman menawan."Lalu—" Zetta meneguk Red Wine dalam sekali teguk tanpa mengalihkan tatapan dari wajah Suaminya. Lalu mengambil strawberry di tumpukan paling atas buah-buahan yang ada di samping botol Red Wine dan memakannya dengan gerakan erotis. Ia mengecup dan memakan buah itu dengan sensual tepat di d

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 93

    "Katakan? Apa yang sebenarnya terjadi Zetta?" Alva menatap Zetta yang dia geret keluar dari gereja setelah menyuruh semua yang hadir di sana untuk tidak bergerak dari tempatnya sementara dia meminta penjelasan ke Zetta yang tiba-tiba muncul di siang bolong dengan busana pengantin dan tersenyum menatapnya."Kenapa kamu tiba-tiba bisa ada di sini sementara enam bulan yang lalu kamu jelas-jelas menolak kembali bersamaku bahkan menyuruhku pulang dan tidak usah mencarimu lagi?" Zetta hanya diam melihat kebingungan Alva. "Aku bahkan berpikir kalau kamu sudah menikah dengan lelaki Jepang itu!!!" "Nakamiya?" Zetta menggeleng. "Tidak. Dia guru merangkai bungaku." Alva mengerjapkan matanya, "Jadi kamu memang kursus di sana sambil menghukumku dengan membuatku terlunta-lunta di Jepang mencarimu selama lebih dari setahun?"Zetta tersenyum tanpa dosa, "Begitulah. Aku berniat membuka toko bunga di sini." Alva ternganga. "Aku pikir kamu tinggal menyuruh anak buahmu untuk mencariku. Aku sedikit ter

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 92

    Alva terdiam di depan gereja katedral yang dulu menjadi tempat pilihannya saat berniat menikahi wanita yang dicintainya secara mendadak tapi tidak pernah terlaksana. Tangga gereja sudah dipercantik dengan hiasan bunga. Lebih mewah dari yang dulu di lakukannya. Pintu di depan sana tertutup. Alva tertegun sesaat.Setelah beberapa bulan ini, dia mencoba untuk merelakan meski sangat tidak rela dan belajar untuk pelan-pelan melupakan tapi tidak sanggup, saat ini semua kenangan yang dia milikki tentang Zetta menyeruak. Dadanya begitu sakit seperti di hantam ribuan godam kasat mata. Hatinya dan hidupnya sudah dia tinggalkan di Jepang. Jadi saat Mamanya menatapnya dengan tatapan frustasi dan mengatakan akan dinikahkan dengan wanita pilihannya, Alva hanya mengangguk mengiyakan. Terserah saja. Alva sama sekali tidak peduli. Tubuhnya bebas untuk dimiliki tapi tidak hatinya."Semuanya sudah menunggu Pak." Edwin membuyarkan lamunannya. "Ayo masuk."Alva berjalan dengan langkah pelan menaiki anak t

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 91

    Alva masuk ke dalam gereja yang terlihat sepi itu seraya mengedarkan pandangan. Setelah bertanya sana sini akhirnya dia bisa menemukannya. Bangunannya tua tapi masih terawat dengan baik. Tiba-tiba dia terpaku memandangi satu sosok yang duduk sendirian di bagian depan terlihat sedang asyik berdoa. Alva melangkah dengan pelan dan duduk di sampingnya. Zetta menoleh dan tersentak kaget. Alva menatap ke arah depan dan mulai berdoa di sana mengabaikan Zetta yang diam memandanginya."568 hari atau 13.632 jam aku berkelana di Jepang untuk mencarimu Zetta," desah Alva. "Tolong dengarkan dulu perkataanku kali ini." Alva menoleh dan melihat mata abu-abu itu memandanginya dalam diam lalu Zetta menghela napasnya dan duduk bersandar di sana memilih menghadap ke depan."Aku memberimu satu kesempatan untuk berbicara. Setelah itu kamu harus kembali ke New York dan jangan mencariku lagi."Alva diam. Zetta menunggu. "Apa kamu bahagia di sini?" Alva yang juga melihat ke depan berkata lirih membuat Zetta

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 90

    Kyoto, Jepang.2 Minggu kemudian,Alva menggenggam erat secarik kertas di tangannya saat memandangi toko bunga di hadapannya. Jantungnya berdetak kencang membayangkan bagaimana reaksi Zetta saat dia akhirnya menemukannya setelah melalui waktu yang tidak sebentar untuk mencarinya. Tidak peduli meski tangan kirinya di perban karena patah tulang setelah bertabrakan dengan pengendara sepeda waktu itu dan harus dirawat di rumah sakit.Akhirnya dia menemukan toko bunga itu yang siang ini terlihat ramai pengunjung. Bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang Zetta lakukan di sana? Kursus merangkai bunga?Alva menarik napasnya lalu menghembuskannya dan bergerak masuk ke dalam toko yang langsung di sambut seorang wanita muda berwajah oriental yang mengikat satu rambutnya ke atas membentuk kuncir kuda."Ada yang bisa dibantu?" bahasa inggrisnya lancar tanpa cela. Alva tidak menjawab karena sibuk memandangi area dalam toko memperhatikan semua yang ada di sana."Permisi tuan? Ada yang bisa di bant

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status