Share

Bab 2 - Muak.

"Berhenti Nurma! Atau aku lempar bayimu!" teriak Ibu yang sudah ada didekat Arya. Secepat kilat dia menggendong anakku dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

Bayi Arya bergeliat, tak lama suara tangisnya terdengar. Ibu melototkan mata, menatap bengis kearahku.

"Lepas!" teriaknya sambil mengangkat lebih tinggi tubuh anakku.

Aku membeku ditempat, nyaliku mencuit melihat Arya menjadi sasaran kemarahan Nenek licik itu. Maya menepuk-nepuk tanganku yang masih menjerat dilehernya.

"Le-pas, siaal. Mau mati anak lo," ucapnya dengan suara tersendat-sendat.

Hatiku gerimis, meradang mendengar ocehannya. Bola mataku mengarah pada Maya, bukan melonggarkan tangan, aku malah semakin erat mencengkram lehernya.

"A-aa ..." Maya mengerang, wajahnya sudah memerah menandakan oksigen mulai melambat masuk ke dalam pernafasannya.

"Lepas, Nurma!" jerit Ibu lagi. Aku menoleh sinis, menantang sorot mata tajamnya.

"Lepas dulu anakku, aku akan melepas orang pemalas ini," ucapku dengan wajah datar. Aku sengaja tak melihat pada Arya yang tangisnya semakin kencang.

"Taruh Arya ditempatnya, atau Maya akan kehabisan nafas!" sambungku sambil mengeratkan cengkraman.

"To--long ..." suara Maya semakin menghilang, dan kehabisan tenaga memukuli tanganku.

"Jangan main-main Nurma. Lepas! Atau aku lempar bayi cengeng ini!" pekiknya dengan nafas menggebu-gebu.

Aku terpaku ditempat melihat raut wajah Ibu yang terlihat sungguh-sungguh.

Benarkah, Ibu akan melempar bayiku. Cucunya sendiri?

"Nurma!" teriak Ibu dengan mata menyalang, sorotnya tak lepas dari Maya yang mulai lemah tak berdaya.

"Baiklah ... kau sendiri yang meminta, bukan?" desis Ibu dengan wajah penuh amarah.

Tubuhku menggigil, mataku terpejam saat melihat Ibu ingin menghempaskan tubuh mungil cucunya sendiri.

"Ibu ..." jerit suara laki-laki yang sangat aku kenal.

Mata terbuka lebar, kulihat Mas Andri melototkan mata saat melihat aksi Ibu.

"Ibu mau apa sama, Arya!" Mas Andri berlari menuju Ibunya lalu merampas Arya dari tangan Ibu.

"Ibu mau bunuh anakku!" tanya Mas Andri dengan wajah memerah.

Pelan aku melepas cengkraman pada Maya, lalu melangkah mundur menjauhinya.

Ibu membeku ditempat, wajahnya sangat tegang mendengar ucapan Mas Andri.

"Ya ... Ibumu mau melempar anakmu, Mas. Dia mau membunuh anakmu!" sahutku dengan suara keras. Mas Andri menatap Ibu tak percaya, kulihat wajah Ibu sudah diliputi ketakutan.

"Bu--kan, bukan begitu, Nak. Kamu salah paham." jelas Ibu dengan suara bergetar. Karna baru kali ini, aku melihat Mas Andri sangat marah pada Ibunya sendiri.

"Apanya yang salah paham, aku dengar sendiri Ibu teriak-teriak ingin melempar bayiku!" balas Mas Andri dengan suara keras dan sorot mata yang menyalang.

"I-tu ... Uhuk, itu semua karna Nurma, Mas. Dia menyerang Ibu dan mencekik leherku," Maya bersuara sambil mengatur nafas dan terbatuk-batuk.

"Tidak mungkin Nurma berbuat begitu!" sargah Mas Andri, membuat bibir ini terangkat sebelah. Ada aliran dingin yang masuk ketengkuk leherku, saat mendengar pembelaannya. Tentu saja, karna selama menikah baru kali ini aku dibela olehnya.

"Nurma selalu sabar disuruh-suruh. Dia selalu menurut sama Ibu, mana mungkin Nurma mau melukai Ibu," sambungnya sambil menoleh kearahku. Aku hanya merunduk, memasang wajah sedih memelas.

Ya karna selama ini penglihatan Mas Andri seperti itu. Aku selalu patuh, tunduk dan takut pada Ibu mertua. Mustahil bukan, kalau hari ini tiba-tiba saja aku melawannya.

"Aku tidak bohong, Mas." bantah Maya.

"Sudah! Keluar dari kamarku. Awas kalau sampai Arya kenapa-kenapa!" sembur Mas Andri.

Maya menghentakkan kaki dengan keras diatas lantai, bangkit dari tempatnya. Menyeret tangan Ibu yang sejak tadi mematung menatap anak laki-laki kesayangannya.

Sepertinya Ibu shock, melihat Mas Andri yang biasa menurut bak kerbau yang dicucuk hidungnya kini berani melawannya.

"Sayang, anak Ayah. Kamu ga apa-apa kan, Nak?" Mas Andri menimang Arya, lalu menciumnya dengan rasa takut.

Walau Mas Andri buruk sebagai suami, tapi dia begitu menyayangi anaknya. Itulah salah satu alasan, aku bisa bertahan hidup sajauh ini.

"Nih, susui Arya. Dia kelihatannya sangat ketakutan!" Mas Andri menyerahkan Arya ketanganku. Tanganku bahkan masih bergetar, menerima Arya ke dalam pelukkan.

Syukur Alhamdulillah, kamu tidak apa-apa sayang. Kalau benar Ibu melemparmu, mungkin Bunda akan membunuh dua manusia tak berakal itu.

"Kamu mau kemana, Dek?" Langkah Mas Andri terhenti saat melihat ransel yang tergeletak dibawah lemari.

"Aku mau pergi, tidak ada gunanya lagi rumah tangga ini dipertahankan!" sahutku sambil menenangkan Arya dan menyusuinya.

"Pergi. Pergi kemana?" alis tebal itu menaut kencang.

"Kerumah orangtuaku. Kau tidak perlu repot-repot memulangkanku," sindirku. Setiap aku melakukan kesalahan dia selalu mengancam akan memulangkan aku, kini aku tak peduli.

Mas Andri terdiam, mengamati wajahku dan Arya bergantian.

"Aku tidak mengizinkanmu pulang," ucap Mas Andri, sambil melangkah keluar kamar.

"Terserah ... aku tak butuh izinmu. Aku sudah muak di perlakukan seperti babu dirumah ini!" jawabku sambil menatap sinis kearahnya.

Mas Andri menghentikan langkah, nampak terkejut mendengar ucapanku.

***Ofd.

Lanjut, tinggalkan jejak ya.

Salam hangat 🤗🤗

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status