Beranda / Romansa / KARMA IPAR JULID / Bab 1 - Brontak.

Share

KARMA IPAR JULID
KARMA IPAR JULID
Penulis: Azzila07

Bab 1 - Brontak.

Penulis: Azzila07
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-18 10:25:16

 

 

Byuurrrr ....

 

Aku terlonjak saat guyuran air mendarat di kepala.

 

"Uppss ... maaf. Gue pikir tidak ada orang," Maya, Adik perempuan suamiku, menempelkan tangan di mulutnya. Tanpa dosa dia langsung berbalik badan setelah menyiram kepalaku dengan air bekas rendaman cabai.

 

Perih dan panas bukan lagi kepala, tapi juga hati ini.

 

Aku yang sedang berjongkok memandikan Arya dikamar mandi, langsung membilas tubuh mungilnya. Untung saja guyuran itu tidak mengenai tubuh anakku.

 

"Enak ya, bangun siang langsung makan." Maya mencibir, saat aku membuka tudung saji.

 

"Masih pagi, baru jam delapan," sahutku tak acuh. Maya menatap sinis, tak suka mendengar jawabanku.

 

"Pagi-pagi tuh, bangun. Bantuin Ibu, jangan sibuk alasan menyusui," geramnya.

 

"Oh yasudah. Mulai nanti malam, kamu yang nemenin Arya tidur, sekalian susui. Biar aku yang beres-beres rumah," jawabku sambil melempar senyum lalu masuk kedalam kamar, setelah mengambil nasi beserta kawan-kawannya. Terdengar bantingan barang, diluar pintu.

 

Usia Arya belum genap tiga bulan, seminggu setelah melahirkan Ibu selalu menuntut agar aku melakukan pekerjaan rumah seperti biasa. Sejak menikah dengan Mas Andri, aku langsung diboyong kerumah Ibunya. Dan ternyata mereka memperlakukan aku layaknya babu gratisan.

 

Sekarang jangan harap!

 

"Dek, kamu tidak bantu Ibu tadi pagi?" Mas Andri yang baru saja pulang kerja langsung menghampiriku didalam kamar.

 

"Bantu apa? Aku capek. Sesekalilah Ibu masak sendiri, ada Maya juga yang bantu-bantu." jawabku ketus, sambil melipat pakaian si kecil Arya.

 

"Eh Dek, tahu diri dong. Hidup menumpang dirumah mertua itu, harus bisa bantu-bantu." balas suamiku dengan wajah memerah.

 

Alisku menaut, menatap bola matanya dengan lekat.

 

"Selama ini emang aku cuma bengong doang disini. Habis pulang dari rumah sakit, Ibumu langsung menodongku mencuci pakaian keluarga ini satu bak munjung. Pikirmu aku tidak lelah?"

 

"Awas kalau besok-besok tidak bantu Ibu, aku pulangkan kamu kerumah orangtuamu!" dengkus Mas Andri sambil menoyor kepalaku dengan kasar. Dia memang begitu selalu mengancam dan bermain tangan.

 

Aku yang sudah terlanjur di mabuk cinta selalu menurut, mendengar ancamannya bagaikan peluit kematian bagiku.

 

Aah ... betapa lemahnya cintaku.

 

Pagi hari aku hanya mencuci pakaianku dan Arya, aku pisahkan pakaian Ibu, Bapak mertua dan kedua Adik-Adiknya. Baru sehari aku tak menjadi babu, rumah ini sudah sangat kacau berantakan.

 

Meja makan penuh dengan makanan sisa, wastafel numpuk dengan piring kotor. Kedua Tuan Putri itu hanya tahu memoles bedak diwajahnya, pekerjaan rumah tidak pernah di sentuh sedikit pun. Jijik barang kali, takut tangannya kotor dan menjadi kasar. Maka aku yang dikorbankan.

 

Aku abaikan piring kotor yang melambai untuk dicuci, sampai busuk dan lumutan tidak akan aku menyentuhnya.

 

Prankk!!

 

"Dasar benalu, kerjaan rumah berantakan seperti ini tidak dikerjakan juga!!" suara Maya menggema disetiap sudut ruangan.

 

Aku yang sedang menjemur pakaian terlonjak kaget, langsung berlari menuju kamar saat mendengar suara tangis Arya.

 

"Kenapa enggak sekalian dicuci, heh! Mata lu buta ya!!" sembur Maya saat aku baru saja menginjak kaki didalam rumah.

 

Wanita berusia 17 tahun itu melotot tajam, dengan kedua tangan diatas pinggang.

 

"Nih lu cuci. Atau pergi dari rumah ini sekarang!" dengan sangat tidak sopan, bocah ingusan itu melempar satu ember berisi pakaian kotor didepan wajahku.

 

Kesabaran yang selalu aku bangun, runtuh seketika. Dengan langkah lebar, aku mengambil celana dalam kotor itu lalu membalik tubuh Maya yang membelakangiku.

 

"Cuci dalamanmu sendiri, atau aku sumpal ke dalam mulutmu!" tegasku sambil menempelkan secara kuat celana dalam itu diwajahnya. Maya menjerit, didorongnya tubuhku hingga aku mundur beberapa langkah.

 

"Benalu! Awas lu, gua aduin ke Mas Andri. Biar dicerein lu sekalian!" pekik Maya sambil berlari menuju kamarnya.

 

Aku hanya menarik nafas, menormalkan detak jantung yang bertalu-talu. Selama dua tahun aku hanya diam, baru hari ini aku berani melawan. Aku langsung memasuki kamar, menenangkan Arya.

 

Tak lama dering gawaiku berbunyi, nama Mas Andri tertera didalam layar. Maya pasti sudah mengadu, Mas Andri pasti akan marah besar jika aku mengangkat teleponnya. Tak menggubris panggilan itu, setelah Arya kembali tidur aku langsung mengemasi pakaianku juga sikecil.

 

"Takut! Mau kaburkan lu." Pintu kamar terbuka lebar, mataku terbelalak saat melihat Maya dan Ibu sudah berdiri diambang pintu.

 

"Tidak tahu diri. Hidup menumpang mau enak-enak saja!" Langkah kaki Ibu semakin dekat, Ibu langsung menarik rambutku sekuat tenaga.

 

Aku menjerit kesakitan, bertubi-tubi pukulan kasar mendarat diwajah dan badanku. Selalu seperti ini, jika aku melawan atau mengadu sedikit saja, keluarga suamiku akan membuat tubuhku babak belur.

 

"Tidak tahu diuntung, dasar sampah, jelek. Malas lagi!" cacinya mengiris hati.

 

Tak tahan dengan pukulan dan suara sumbangnya, kedua tanganku refleks menangkap tangan keriputnya. Ibu melebarkan mata, saat melihat aku mulai berani melawannya.

 

Cukup sudah, aku di perlakukan mereka bak binatang.

 

Aku cengkram tangan itu dengan kesepuluh kuku jariku, perempuan tua itu menggigil ketakutan.

 

"M-au apa kamu, hah. Berani melawan, biar kusuruh si Andri menceraikanmu." Meski dengan suara bergetar Ibu masih bisa mengancamku.

 

"Bilang sama anakmu, akupun sudah muak menjadi istrinya!" desisku dengan nafas yang memburu. Aku seakan gelap mata, mendorong tubuh perempuan tua itu lalu melayangkan tendangan dengan keras di perutnya.

 

"Aaaakkkk!!" jeritnya memekik telinga.

 

"Berhenti siaalan!" maki Maya sambil memegangi tubuhku, aku memberontak entah dapat kekuatan dari mana aku bisa melepaskan diri dan balik mendorong tubuhnya.

 

Maya meringis memegangi kepala, aku langsung mendekatinya dan melingkarkan tangan di leher jenjangnya.

 

"Berhenti Nurma! Atau aku lempar bayimu!" teriak Ibu yang sudah berada di dekat Arya. Secepat kilat dia menggendong anakku dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

 

***Ofd.

 

Lanjut?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • KARMA IPAR JULID   Bab 44 - Mengintai Maya.

    "Tadi Ibu mimpi, Mila menangis kesakitan Pak, sambil menggendong bayi merah penuh darah. Huhuhu," Ibu menangis sesegukan, membuat hatiku sakit teriris-iris."Astagfirulloh ..." lirih Bapak dengan wajah sedih. Tangannya mengusap wajah dengan kasar."Istigfar, Buk. Jangan nangis gerung-gerung begitu, engga enak didenger tetangga." ucap Bapak sambil mengusap-usap pundak Ibu.Ibu masih terisak-isak, matanya bahkan tak bisa terlihat saking sembabnya."Ibu juga ga ngerti, Pak. Hati Ibu rasanya sakit, sediihhh saja bawaannya. Huhuhu," balas Ibu sambil sesegukan."Panggil Uwak Haji Sain, May. Suruh kesini, biar dibacain doa," titah Bapak. Maya langsung bangkit dari tempatnya, berjalan keluar kamar.Kupijiti kaki, Ibu dengan pelan. Sementara mulutku tak berhenti bergerak membaca ayat suci Alquran yang aku hapal.Aku merasa ada Mila ditengah-tengah kami, hari ini tepat kepergian Mila dua bulan. Mungkin saja, Mila datang kesini untuk melihat keadaan keluarganya."Ya Alloh, Buk. Nyebut, Buk ..."

  • KARMA IPAR JULID   Bab 43 - Mila.

    Pov Andri.Ada rasa takut, saat Nurma mengingatkan masalah Mila dan mengaitkannya dengan Maya. Hatiku bahkan masih berdenyut ngilu, membayangkan hal buruk, jika memang Maya nekat mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya.Sebagai seorang Kakak, aku memang mengakui kurang memberi perhatian pada kedua Adikku. Aku pun tidak ingin terlalu mencapuri masalah pribadi mereka. Aku menganggap semua baik-baik saja, dan menganggap mereka masih anak-anak.Ragu ... aku mengetuk pintu kamar Maya, hati tiba-tiba merasa tercubit saat melihat Maya membuka pintu dengan mata sembab dan memerah. Pipinya bahkan terlihat besar sebelah."Eh, Mas Andri," Maya sedikit tergagap melihat keberadaanku. Dengan cepat dia menundukan wajah dengan tangan meyeka wajah secara kasar."Ada apa, Mas?" tanya Maya, kali ini disertai senyum kecil yang menurutku terlalu dibuat-buat."Mas mau bicara," jawabku lalu berbalik badan melangkah menuju teras rumah.Kuhempaskan tubuh dikursi plastik depan jendela, tak lama M

  • KARMA IPAR JULID   Bab 42 - Mencoba.

    Selesai mencuci aku langsung membawa ember kesamping rumah, mumpung Arya masih terlelap aku segera menjemur pakaian.Maya meringis saat menghampiriku menjemur, dia mengamati gerakanku dengan tatapan lurus dan senyum simpul."Kenapa, May?" tanyaku. Maya menggeleng sambil tersenyum tipis.Belum selesai menjemur, suara tangis Arya terdengar dari dalam kamar aku langsung meninggalkan cucian beranjak menemui Arya."Aduh, anak Mamah. Baru tidur sebentar sudah bangun aja." gumamku sambil berbaring disamping tubuh mungilnya lalu mengeluarkan asi.Kumainkan gawai sambil menunggu Arya tertidur kembali, namun mata terasa berat hingga aku pun ikut tertidur disampingnya."Dek ..." tepukan hangat membuat mata mengejrap, menyipitkan mata saat samar melihat sosok Mas Andri yang duduk disampingku."Eh, Mas ..." pelan, aku melepas asi dari mulut Arya tangan kanan terasa sakit akibat terlalu lama miring menyusui."Pegal?" tanyanya."Heum," balasku sambil merentangkan tangan."Sholat sana, sudah jam sete

  • KARMA IPAR JULID   Bab 41 - Ulah Firman.

    Gawai ditanganku berdering, langsung menaruh ditelinga setelah menggeser tombol hijau."Ada apa, Dek?" tanya Mas Andri disebrang telepon."Bisa pulang sekarang ga, Mas?""Pulang? Ada apa emang?" cecar Mas Andri."Si Maya pulang sekolah wajahnya penuh lebam, katanya dipukulin sama Firman." jelasku sambil melirik kearah Maya yang masih menangis sesegukan."Hah! Apa?" teriaknya."Si Maya dipukulin Firman," jelasku."Huh! Astaga ... ada aja lagi, dah!" geram suamiku sambil memutus sambungan."Lu kenapa bisa dipukulin saja si Firman, May. Lu salah apa?" cicit Ibu dengan wajah cemas."Huhu ... Bang Firman ga mau diputusin, Bu. Dia marah-marah, dan mukulin Maya ..." adu Maya sesegukan."Ya Alloh, tega banget si Firman." Ibu mengelus dada."Sudah biarin, biar si Andri urusannya. Biar dia yang ngajar balik si Firman. Ibu tidak terima kamu diperlakukan seperti ini, kalau perlu kita tempuh jalan hukum!" sungut Ibu berapi-api sambil memegangi wajah Maya.Kusodorkan segelas air dingin kearah Maya,

  • KARMA IPAR JULID   Bab 40 - Babak Belur, Lagi?

    Aku pandangi wajah lelah suamiku, terpaan sinar matahari pantai membuat wajahnya sedikit kusam. Melihat wajah tenangnya, entah mengapa hati menjadi haru. Sikap Mas Andri yang semula dingin dan tak acuh perlahan mulai mencair."Dek ..." tubuh itu bergeliat, matanya mengejrap melihatku."Kok belum tidur?" Mas Andri beringsut duduk sambil menguap panjang."Iya, Mas. Ini mau tidur kok," jawabku seraya tersenyum."Sini ..." Mas Andri sedikit memberi ruang menepuk bantal disampingnya. Aku menurut, merebahkan tubuh didekatnya."Hujan-hujan gini, paling enak peluk kamu, Nur. Empuk," ucapnya sambil mendekap tubuhku lalu menarik selimut. Untuk sesaat mata kami saling beradu, Mas Andri tersenyum manis lalu memejamkan mata. Sepertinya Mas Andri sangat kelelahan.Adzan subuh berkumandang, gegas aku menuruni ranjang berjalan menuju kamar mandi. Mata menyipit, melihat Ibu yang sibuk didepan kompor."Masak apa, Bu?" tanyaku."Eh, sudah bangun Nur?" senyum Ibu merekah terlihat ringan tanpa beban."Sud

  • KARMA IPAR JULID   Bab 39 - Jalan-jalan.

    "Pagi, Mbak. Saya Firman, Maya nya ada?"Aku bergeming ditempat, nama Firman seperti familiar dipendengaran."Si-apanya Maya ya?" tanyaku."Temannya," jawabnya seraya tersenyum."Oh ... ya sudah, mari masuk." aku membuka pintu pagar dengan lebar lalu melangkah masuk kedalam rumah."Bu, Ibu ..." mata dan kakiku mengedar mencari keberadaan Ibu."Iya, Nur. Kenapa?" tanyanya."Ibu habis dari mana?" aku balik melempar tanya."Dari kamar Mila," lirihnya. Aku menarik nafas, sambil melengok pintu kamar Mila yang terbuka setengah."Itu ada tamu, namanya Firman. Dia bilang temannya Maya." jelasku."Firman?" Ibu menautkan alis. "Mau apa dia kesini?" tanya Ibu. Aku hanya mengangkat bahu.Dengan wajah cemas Ibu melewatiku berjalan menuju ruang tamu."Bu ..." aku lihat Firman tersenyum ramah, mencium tangan Ibu."Ada apa, Nak? Kenapa kesini, nanti istrimu ngamuk lagi mukulin Maya," tanya Ibu dengan wajah cemas.Oh ... jadi ini yang namanya Firman. Pacar Maya?"Saya mau cari Maya, Bu. Sudah satu min

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status