Share

Bab 7

"Mau apa kalian kesini?" tanya Ayra datar dan ketus. Wajah yang biasa terlihat ceria itu saat ini tampak sangat dingin. Kalah dinginnya kulkas sama wajahnya Ayra.

"Baiklah sepertinya kamu sudah tidak sabar ingin tahu apa yang kami inginkan. Dengarkan baik-baik ini bukan permintaan tapi ini perintah. Dan kamu harus menurutinya." Ayra menautkan kedua alisnya dengan kening yang berkerut.

"Menuruti perintahmu? Hello memangnya kamu siapa? Dan apa kamu pikir aku akan menuruti apa yang kamu perintahkan padaku? Oh tentu tidak." Ayra terkekeh seolah-olah dia tengah mengajak lawan bicara yang duduk di depannya saat ini.

"Jangan main-main sama aku kamu Ayra! Apa kamu gak tau siapa aku ha!" pekik Fiona dengan suara tertahan. Ia berang dengan kekehan Ayra karena ia merasa jika Ayra tengah menertawakannya.

"Bukankah bermain-main itu enak ya? Kan bisa bikin awet muda. Lagian aku gak peduli kamu itu siapa," ucap Ayra lagi dengan santainya. Bahkan, Ayra sudah melipat tangannya di dada dan ia menaikkan satu kakinya ke atas kakinya yang lain.

"Ck! Aku sedang tidak bercanda Ayra."

"Oke-oke segera katakan apa yang kamu perintahkan padaku wahai baginda putri yang terhormat?"

"Tinggalkan Papiku dan aku akan memberikanmu uang sebesar 500 ratus juta adamu."

"Wahhhh, banyak sekali, dan aku …." Ayra sengaja menjeda ucapannya.

"Kenapa? Pasti kamu kaget kan dengan nominal yang besar. Ya iyalah kan kamu itu miskin."

"Oh ya? Sayangnya kok aku gak tertarik sedikit pun sama uang yang kamu tawarkan. Lagian aku lebih memilih Mas Ibra karena apa? Karena tentu saja duitnya lebih banyak daripada uang yang kamu kasih. Bukankah begitu?"

"Sialan kamu Ayra! Jangan mimpi kamu menikah dengan Papiku! Segera tinggalkan Papi kalau kau tak mau mendapat akibatnya!"

"Meninggalkan Papimu? Dengan alasan apa?"

"Ya karena aku tidak pernah dan tidak akan pernah menyetujui hubunganmu dengan Papi. Lagian apa kamu gak malu kalau jalan bergandengan dengan pria yang usianya jauh lebih tua dari padamu?"

"Sama sekali nggak karena apa? Karena aku mencintai Mas Ibra. Bukankah kita sama?"

"Maksud kamu?"

"Ya sama-sama tidak tahu malu cuma bedanya kalau kamu itu kebangetan alias urat malumu sudah putus karena apa? Karena kamu malah jalan sama suami orang dan menjalin hubungan di belakang istrinya selama satu tahun. Jadi, jangan bandingkan tak tahu malunya aku sama tak tahu malunya dirimu karena kita berbeda level." Wajah Fiona memerah karena ia benar-benar merasa tersinggung dengan apa yang Ayra katakan.

"Sialan kamu, Ayra! Seenak jidatmu menghinaku seperti itu!"

"Lho aku bukan menghina tapi bicara fakta. Kalah aku sana Papimu mengenai info perselingkuhanmu dengan pria bejat yang duduk di sampingmu itu. Bahkan, aku yang dulu itu istrinya Fahri aja tidak pernah tahu hubungan kalian selama apa di belakangku. Aku hanya tahu saat suamimu ini mentalakku secara tiba-tiba. Eh Papimu kok yang malah tau lebih banyak tentang kalian.

Dan sepertinya aku sangat tertarik untuk mengorek hal itu lebih dalam dari Papimu. Bersiaplah kalian untuk ditendang dari rumah Mas Ibra agar kalian dapat merasakan bagaimana pedih dan perihnya diperlakukan seperti orang hina oleh orang yang kita sayangi," desis Ayra dengan penuh penekanan. Wajahnya yang tadi tersenyum kini kembali datar.

sejatinya Fahri yang sejak tadi duduk di samping Fiona sudah meneguk salivanya berkali-kali karena baru kali ini dia melihat sisi yang berbeda dari seorang Ayra.

"Pokoknya aku gak mau tahu, kamu harus meninggalkan Papi. Karena aku gak pernah setuju sama hubungan kalian!"

"Lalu apa menurutmu aku peduli denganmu? Bukankah kemarin juga kalian tidak peduli dengan pendapatku yang jelas tidak setuju dengan hubungan kalian? Jadi, nikmati saja semuanya dengan lapang dada. Bukankah itu juga yang aku lakukan menghadapi hubungan kalian yang diawali dengan nafsu dan kebohongan belaka?

Jangan kalian pikir aku juga tak tahu kalau kalian sering melakukannya saat kalian masih berhubungan di belakangku dulu? Dan kamu, Fio! Kamu itu perempuan yang sangat murahan sekali. Kamu rela mengangkangkan kakimu pada suami orang dan kamu rela menggelontorkan uang banyak hanya untuk merebut seorang nahkoda dari awak kapalnya? Sungguh miris sekali. Aku malah jadi sangsi kalau kamu ini sebenarnya anak kandung Mas Ibra. Karena sifat kalian sungguh sangatlah berbeda."

"Apa maksudmu? Kamu pikir aku ini anak pungut Papi Ibra gitu?"

Ayra mengedikkan bahunya dan ia kembali menjawab, "Bisa jadi? Kan aku hanya bilang sanksi. Yang namanya sanksi itu ya bisa iya bisa juga tidak kan?"

"Sialan kamu Ayra! Mulai berani kamu melawanku ha!" Emosi Fiona tersulut. Ibarat dia adalah bensin jija dihidupkan korek api maka, duar! Api itu pasti langsung menyala dan membesar.

"Memangnya kamu siapa sampai aku gak berani melawanmu? Kalau kamu pikir kemarin saat Fahri mentalakku dan aku menerimanya itu bukan berarti aku takut padamu. Melainkan aku memang sudah tak mau memakai barang bekas. Jadi, tentu saja aku membiarkanmu mengambil Fahri dariku.

Aku menganggap dia adalah sampah yang memang sudah waktunya dibuang dan diganti dengan barang baru yang tentunya jauh lebih bagus dan lebih menarik bagiku."

Mendengar ucapan Ayra yang menganggapnya sebagai sampah tentu saja Fahri menjadi berang. Ia tiba-tiba menampar pipi perempuan yang pernah menjadi istrinya itu.

Wajah Ayra memerah di sebelah kanan dan ia meringis karena merasakan perih di pipinya itu. Bahkan, darah sedikit menetes dari sudut bibir yang terluka. Melihat hal itu tentu saja Fiona menarik kedua sudut bibirnya dan ia merasa sangat puas atas apa yang Fahri hadiahkan pada Ayra.

"Kau! Beraninya menyentuh wajahku dengan tangan kotormu itu! Jangan pernah panggil namaku Ayyara Kartika kalau tidak bisa membuatmu menyesali hidupmu yang tidak berguna itu!"

Tangan Ayra sebelah kiri mengepal dan sebelah kanan menunjuk wajah Fahri yang juga menegang. Sedikit banyaknya Fahri gentar karena ia baru sadar atas apa yang ia lakukan pada Ayra dan Ayra bisa saja mengadukan hal itu pada mertuanya, Ibra.

"Ayra, a-aku tidak sengaja. Maaf, lagian kenapa kamu menghinaku dan menyamaiku dengan sampah? Apakah kehadiranku selama ini di hidupmu tidak berarti?" Fiona mendelik mendengar ucapan Fahri.

"Mas! Kamu apa-apaan sih! Kenapa malah mengenang masa lalumu sama dia sih!" pekik Fiona tapi Fahri mengabaikan pekikan Fiona yang sempat memekakkan telinganya.

"Akan kupastikan kalian sangat menyesal telah membuat hidupku berantakan. Pergi kalian dari sini! Karena sedikit pun aku tidak akan mundur dari hubunganku dengan Mas Ibra. Kalau kalian mau silahkan kalian minta Mas Ibra yang meninggalkanku dan itu pun kalau dia mau. Ups, tapi aku yakin kalau dia tidak akan pernah mau meninggalkanku sebab apa? Sebab dia sangat mencintaiku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status