"Apa kamu bilang? Kamu mau cari perempuan yang lebih cantik dari aku?!" pekik Fiona dengan wajahnya yang memerah persis seperti emak-emak yang marah akibat sang anak yang susah jika disuruh mandi. Bahkan, harus dikejar-kejar menggunakan rotan terlebih dahulu hingga si anak akhirnya mau mandi. "Ya, ya bukan begitu maksudku Sayang. Itu kan hanya ibarat saja lagian kamu itu selalu yang tercantik buatku. Gak ada yang bisa ngalahin kecantikan kamu maka itulah sebabnya aku lebih milih kamu daripada Ayra. Iya kan?""Alah! Itu alasan kamu aja karena aku sadar sama ucapanmu barusan coba kalau aku gak sadar dan iya-iya aja. Pasti kamu beneran lakukan. Iya kan?""Ya enggak mhnfkinkah. Satu istri aja gak abis. Ngapain Mas mau sok-sok nambah lagi. Udah ah jangan ngambek ntar aku cium nih karena gemas sama imut dan cantiknya kamu." Seketika wajah Fiona menghangat dan ia tersenyum malu-malu meong akibat gombalan yang dilontarkan oleh Fahri. "Au ah gelap." Fiona melipat tangannya di dada sembari mem
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU"Lebih muda apanya?! Keren apanya? Yang ada Papi tuh kayak tukang minta-minta yang di pinggir jalan tuh tinggal pake kacamata hitam aja udah deh ntar biar Mas Fahri yang nuntun Papi minta-minta di jalan sana!" "Eh kok jadi aku sih?!""Lha terus siapa? Aku? Ya gak mungkinlah seorang Fiona ngemis. Ih kamu mah suka aneh-aneh deh," sungut Fiona dengan bibir mengerucut. " Jadi Papi penampilan kayak begini gak bagus?" tanya Ibra pada Fiona. "Ya enggak lah, Pi, sama sekali gak ada bagus-bagusnya. Tapi kalau Papi mau si Ayra itu ilfeel sama Papi sih ya gak masalah juga toh sejatinya aku juga kurang setuju Papi sana dia.""Yeee enak aja, ya gak bisa begitulah.""Yaudah kalau mau Ayra suka sama Papinya penampilan yang bener dong." "Eh kok kamu malah mendukung Papi? Bukannya kemarin-kemarin kamu nolak Papi seriusan sama si Ayra?" tanya Ibra dengan kening berkerut. "Yah kalaupun aku menolak Papi mentah-mentah buat nikah sama Ayra apa Papi setuju? Nggak kan?
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUAku akan pastikan kalau acara lamaran kali ini bukanlah acara lamaran impianmu tetapi acara lamaran terburuk yang paling tidak ingin kamu alami. Bahkan, kurasa mimpi pun kamu tidak akan berani."***Fiona dengan wajah ceria dan mata berbinar keluar dari kamar Ibra. Ia berjalan seolah-olah tubuhnya terasa ringan dan tanpa beban menuju ke kamarnya. Fahri yang sedang asik dengan ponselnya pun mengernyitkan dahi melihat wajah sumringah istrinya itu. "Kamu kenapa kok kayak yang seneng banget? Abis ketiban durian runtuh?""Ini lebih dari sekedar durian runtuh, Mas!" ucap Fiona yang terpekik tertahan. "Apa sih? Kok aku kepo.""Habis ini pasti kamu bakal bangga sama aku, Mas.""Yaudah buruan kasih tau memangnya ada apa. Kan aku jadi penasaran.""Mas lihat deh ini apa?" Fahri mengernyit melihat sesuatu yang dipegang oleh Fiona dengan jari telunjuk dan jempol yang saling menjepit. "Itu kredit card?" Fiona mengangguk cepat masih dengan senyuman di kedua sudut
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUIa masih terus menatap punggung Dika yang mulai menjauh dengan tatapan tajamnya. Hingga akhirnya punggung pria dengan tinggi badan 170 cm itu hilang dari hadapannya barulah Fahri dan Fiona meninggalkan cafe sepoi-sepoi tempat mereka bertemu. ***"Kamu ngapain sih centil-centil ke temen kamu itu," sungut Fahri sembari sesekali matanya melihat ke arah Fiona yang duduk di sampingnya. Sementara Fahri tangannya tengah sibuk memegang kemudi mobil milik Fiona. "Maksud kamu Dika?""Ya iya siapa lagi? Kan tadi kita habis ketemu sama Dika.""Terus maksud kamu centil gimana sih? Perasan aku biasa aja deh.""Ya begitu tadi duduknya sok-sok deketan sampai aku dikacangin di sana.""Enak lagi jadi kacang, Mas, tinggal hap," seloroh Fiona yang membuat Fahri mencebik. "Ya kali kayak iklan sosis sonike yang satu kali langsung hap.""Hemm terserah kamu aja deh, Mas, lagian kamu kenapa sih aku perhatikan dari tadi kok kayaknya yang kesel banget?""Gimana aku gak kesel
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU"Yaudah sih ayo kita pulang perasaan dari tadi kita debat yang gak penting ya," ucap Fahri sembari menyengir dan menggaruk kepalanya yang memang gatal. ***"Hai, Pi, baru pulang kerja? Koo timben jam sehininsudsh di rumah? Biasanya juga malam?" sapa Fiona saat melihat sosok Ibra tengah duduk di sofa ruang tamu. Ibra yang mendengar suara sang putri pun menoleh ke arahnya. Fiona mendaratkan tubuhnya tepat di sebelah sang ayah sedangkan Fahri tidak ikut gabung bersama mereka melainkan menuju ke kamar pribadinya sebab ia tengah kebelet. "Emmn kamu gak lupa kan kalau malam nanti kan mau ngelamar Ayra? Jelas Papi pulang cepat dong. Kan Papi mau persiapan.""Oh iya, astaga kenapa aku lupa. Padahal kan aku juga baru saja belikan segala macamnya untuk acara malam nanti." Fiona menepuk dahinya karena untuk kali ini dia benar-benar lupa. "Nah, itu kamu ingat. Oh ya, mana cincin pesanan Papi? Jadi kamu ambil kan?""Jadi dong. Tapi biar aku aja yang bawa, biar
"Ayyara Kartika, maukah kamu menjadi pendamping hidupku dalam suka maupun duka dan dalam sehat maupun sakit? Menikahlah denganku dan aku tidak bisa menjanjikan kemewahan dengan harta yang berlimpah padamu tapi aku memiliki hati yang begitu besar untukmu. Apakah kamu mau memiliki hati yang besar itu?" Ibra berlutut dengan salah satu kakinya ditekuk ke depan menghadap Ayra. Sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan Ayra dan tangan kirinya memegang kotak kecil tempat cincin yang ia pesan khusus untuk Ayra. Disaksikan oleh Fiona, Fahri dan juga dua saudara dari Ibra yakni kakak dan adik kandung Ibra juga beberapa tetangga rumah Ayra yang sengaja ia undang sebagai perwalian dari keluarga Ayra karena Ayra yang hanya sebatang kara. Sebenarnya para tetangga yang hadir saling berbisik saat melihat ada Fahri datang bersama keluarga Ibra. Jelas di dalam otak mereka bertanya-tanya kenapa Fahri bisa datang bersama keluarga besar Ibra dan justru Fahri terlihat mesra bersama Fiona? Selama ini m
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUDan yang lebih mengenaskan lagi, cincin yang Fiona bawa itu justru masuk ke dalam jari manis Fiona dengan sendirinya karena nyatanya cincin itu sedikit longgar dengan ukuran jarinya sehingga memudahkan masuk ke dalam jari Fiona. "Astaga! Tidak!!!!""Mas! I-ini gimana? Malah masuk ke tanganku!" pekik Fiona dengan suara tertahan. Ia masih sadar kalau dirinya berada di depan banyak orang yang kini tengah menatapnya dengan wajah yang seolah-olah ingin tertawa. "D-Dek, itu cincin masuk ke tangan kamu?" Dengan cepat Fiona melepaskan cincin itu dari tangannya. Ia sudah berdetak jantung bahkan, wajah Fahri juga sudah pucat pasi. Ayra sedikit menyunggingkan senyuman samar karena entah kenapa ia sedikit menangkap ada gelagat aneh dari manusia yang ia panggil duo F itu. "Sepertinya ada yang gak beres dari mereka dan aku gak tahu itu apa. Aku harus lebih berhati-hati karena bisa saja rencana mereka ingin mencelakaiku," gumam Ayra dalam hatinya. Bahkan ia masih
Skakmat ….Fiona mati kutu dibuat Ayra tak berkutik oleh perkataan. Namun, bukan Fiona namanya malau mengaku begitu saja. Jelas ia akan mencari seribu alasan untuk mengeles. "Ah kamu sok tahu banget sih. Mungkin kamu salah dengar, aku memang ada alergi dan aku tadi ada nyobain sedikit makanan yang dihidangkan di sini. Yah, meskipun makanannya dari restoran pilihan Papi tapi tetap saja kan piringnya dari rumah kumuhmu ini." Ayra mencebik dan ia membalas ucapan Fiona dengan telak. "Meskipun kumuh nyatanya Papimu sangat tergila-gila padaku. Dan sepertinya mulai sekarang kamu harus terbiasa untuk sering main kesini karena sebentar lagi aku akan menjadi Ibumu. Bukankah seorang anak harus patuh dan hormat pada Ibunya?" Setelah mengatakan itu Ayra pun pergi meninggalkan Fiona yang semakin bertambah kesal. ia tidak lagi ingin melanjutkan percakapannya dengan Fiona karena baginya itu hanya sia-sia saja. Yang ada dia semakin emosi dan itu membuat dia akan terlihat buruk di deoan Ibra. Akhirny