"Mau apa kalian kesini?" tanya Ayra datar dan ketus. Wajah yang biasa terlihat ceria itu saat ini tampak sangat dingin. Kalah dinginnya kulkas sama wajahnya Ayra. "Baiklah sepertinya kamu sudah tidak sabar ingin tahu apa yang kami inginkan. Dengarkan baik-baik ini bukan permintaan tapi ini perintah. Dan kamu harus menurutinya." Ayra menautkan kedua alisnya dengan kening yang berkerut. "Menuruti perintahmu? Hello memangnya kamu siapa? Dan apa kamu pikir aku akan menuruti apa yang kamu perintahkan padaku? Oh tentu tidak." Ayra terkekeh seolah-olah dia tengah mengajak lawan bicara yang duduk di depannya saat ini. "Jangan main-main sama aku kamu Ayra! Apa kamu gak tau siapa aku ha!" pekik Fiona dengan suara tertahan. Ia berang dengan kekehan Ayra karena ia merasa jika Ayra tengah menertawakannya. "Bukankah bermain-main itu enak ya? Kan bisa bikin awet muda. Lagian aku gak peduli kamu itu siapa," ucap Ayra lagi dengan santainya. Bahkan, Ayra sudah melipat tangannya di dada dan ia menaik
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUKalau kalian mau silahkan kalian minta Mas Ibra yang meninggalkanku dan itu pun kalau dia mau. Ups, tapi aku yakin kalau dia tidak akan pernah mau meninggalkanku sebab apa? Sebab dia sangat mencintaiku." "Hei! Lancang sekali kamu mengusirku! Kamu berani mengancamku? Kamu pikir aku takut?" pekik Fiona tiba-tiba. Namun, Ayra hanya memandangnya sinis menyunggingkan senyuman datarnya. "Yah aku mengusirmu. Kenapa? Ini rumahku jadi hakku mau mengusirmu atau bahkan tak menganggapmu di sini. Lagian kenapa aku harus takut padamu memangnya kamu itu siapa?" "Ya karena aku banyak duit. Seharusnya kamu itu menghormatiku. Lihat suamimu! Bahkan aku bisa merebutnya darimu dalam sekejap mata." Fiina membusungkan dadanya. Dengan sombongnya dia mengatakan hal itu di depan Ayra juga Fahri. Bahkan, Fahri benar-benar tidak punya nyali di depan Fiona. Padahal apa yang Fiona ucapkan barusan itu benar-benar membuat harga diri Fahri sebagai seorang pria jatuh hingga hancur
"Apa kamu bilang? Kamu mau cari perempuan yang lebih cantik dari aku?!" pekik Fiona dengan wajahnya yang memerah persis seperti emak-emak yang marah akibat sang anak yang susah jika disuruh mandi. Bahkan, harus dikejar-kejar menggunakan rotan terlebih dahulu hingga si anak akhirnya mau mandi. "Ya, ya bukan begitu maksudku Sayang. Itu kan hanya ibarat saja lagian kamu itu selalu yang tercantik buatku. Gak ada yang bisa ngalahin kecantikan kamu maka itulah sebabnya aku lebih milih kamu daripada Ayra. Iya kan?""Alah! Itu alasan kamu aja karena aku sadar sama ucapanmu barusan coba kalau aku gak sadar dan iya-iya aja. Pasti kamu beneran lakukan. Iya kan?""Ya enggak mhnfkinkah. Satu istri aja gak abis. Ngapain Mas mau sok-sok nambah lagi. Udah ah jangan ngambek ntar aku cium nih karena gemas sama imut dan cantiknya kamu." Seketika wajah Fiona menghangat dan ia tersenyum malu-malu meong akibat gombalan yang dilontarkan oleh Fahri. "Au ah gelap." Fiona melipat tangannya di dada sembari mem
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU"Lebih muda apanya?! Keren apanya? Yang ada Papi tuh kayak tukang minta-minta yang di pinggir jalan tuh tinggal pake kacamata hitam aja udah deh ntar biar Mas Fahri yang nuntun Papi minta-minta di jalan sana!" "Eh kok jadi aku sih?!""Lha terus siapa? Aku? Ya gak mungkinlah seorang Fiona ngemis. Ih kamu mah suka aneh-aneh deh," sungut Fiona dengan bibir mengerucut. " Jadi Papi penampilan kayak begini gak bagus?" tanya Ibra pada Fiona. "Ya enggak lah, Pi, sama sekali gak ada bagus-bagusnya. Tapi kalau Papi mau si Ayra itu ilfeel sama Papi sih ya gak masalah juga toh sejatinya aku juga kurang setuju Papi sana dia.""Yeee enak aja, ya gak bisa begitulah.""Yaudah kalau mau Ayra suka sama Papinya penampilan yang bener dong." "Eh kok kamu malah mendukung Papi? Bukannya kemarin-kemarin kamu nolak Papi seriusan sama si Ayra?" tanya Ibra dengan kening berkerut. "Yah kalaupun aku menolak Papi mentah-mentah buat nikah sama Ayra apa Papi setuju? Nggak kan?
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUAku akan pastikan kalau acara lamaran kali ini bukanlah acara lamaran impianmu tetapi acara lamaran terburuk yang paling tidak ingin kamu alami. Bahkan, kurasa mimpi pun kamu tidak akan berani."***Fiona dengan wajah ceria dan mata berbinar keluar dari kamar Ibra. Ia berjalan seolah-olah tubuhnya terasa ringan dan tanpa beban menuju ke kamarnya. Fahri yang sedang asik dengan ponselnya pun mengernyitkan dahi melihat wajah sumringah istrinya itu. "Kamu kenapa kok kayak yang seneng banget? Abis ketiban durian runtuh?""Ini lebih dari sekedar durian runtuh, Mas!" ucap Fiona yang terpekik tertahan. "Apa sih? Kok aku kepo.""Habis ini pasti kamu bakal bangga sama aku, Mas.""Yaudah buruan kasih tau memangnya ada apa. Kan aku jadi penasaran.""Mas lihat deh ini apa?" Fahri mengernyit melihat sesuatu yang dipegang oleh Fiona dengan jari telunjuk dan jempol yang saling menjepit. "Itu kredit card?" Fiona mengangguk cepat masih dengan senyuman di kedua sudut
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUIa masih terus menatap punggung Dika yang mulai menjauh dengan tatapan tajamnya. Hingga akhirnya punggung pria dengan tinggi badan 170 cm itu hilang dari hadapannya barulah Fahri dan Fiona meninggalkan cafe sepoi-sepoi tempat mereka bertemu. ***"Kamu ngapain sih centil-centil ke temen kamu itu," sungut Fahri sembari sesekali matanya melihat ke arah Fiona yang duduk di sampingnya. Sementara Fahri tangannya tengah sibuk memegang kemudi mobil milik Fiona. "Maksud kamu Dika?""Ya iya siapa lagi? Kan tadi kita habis ketemu sama Dika.""Terus maksud kamu centil gimana sih? Perasan aku biasa aja deh.""Ya begitu tadi duduknya sok-sok deketan sampai aku dikacangin di sana.""Enak lagi jadi kacang, Mas, tinggal hap," seloroh Fiona yang membuat Fahri mencebik. "Ya kali kayak iklan sosis sonike yang satu kali langsung hap.""Hemm terserah kamu aja deh, Mas, lagian kamu kenapa sih aku perhatikan dari tadi kok kayaknya yang kesel banget?""Gimana aku gak kesel
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU"Yaudah sih ayo kita pulang perasaan dari tadi kita debat yang gak penting ya," ucap Fahri sembari menyengir dan menggaruk kepalanya yang memang gatal. ***"Hai, Pi, baru pulang kerja? Koo timben jam sehininsudsh di rumah? Biasanya juga malam?" sapa Fiona saat melihat sosok Ibra tengah duduk di sofa ruang tamu. Ibra yang mendengar suara sang putri pun menoleh ke arahnya. Fiona mendaratkan tubuhnya tepat di sebelah sang ayah sedangkan Fahri tidak ikut gabung bersama mereka melainkan menuju ke kamar pribadinya sebab ia tengah kebelet. "Emmn kamu gak lupa kan kalau malam nanti kan mau ngelamar Ayra? Jelas Papi pulang cepat dong. Kan Papi mau persiapan.""Oh iya, astaga kenapa aku lupa. Padahal kan aku juga baru saja belikan segala macamnya untuk acara malam nanti." Fiona menepuk dahinya karena untuk kali ini dia benar-benar lupa. "Nah, itu kamu ingat. Oh ya, mana cincin pesanan Papi? Jadi kamu ambil kan?""Jadi dong. Tapi biar aku aja yang bawa, biar
"Ayyara Kartika, maukah kamu menjadi pendamping hidupku dalam suka maupun duka dan dalam sehat maupun sakit? Menikahlah denganku dan aku tidak bisa menjanjikan kemewahan dengan harta yang berlimpah padamu tapi aku memiliki hati yang begitu besar untukmu. Apakah kamu mau memiliki hati yang besar itu?" Ibra berlutut dengan salah satu kakinya ditekuk ke depan menghadap Ayra. Sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan Ayra dan tangan kirinya memegang kotak kecil tempat cincin yang ia pesan khusus untuk Ayra. Disaksikan oleh Fiona, Fahri dan juga dua saudara dari Ibra yakni kakak dan adik kandung Ibra juga beberapa tetangga rumah Ayra yang sengaja ia undang sebagai perwalian dari keluarga Ayra karena Ayra yang hanya sebatang kara. Sebenarnya para tetangga yang hadir saling berbisik saat melihat ada Fahri datang bersama keluarga Ibra. Jelas di dalam otak mereka bertanya-tanya kenapa Fahri bisa datang bersama keluarga besar Ibra dan justru Fahri terlihat mesra bersama Fiona? Selama ini m