Share

Bab 6

KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU

Setelah mengatakan itu Ibra pun pergi meninggalkan Fiona dan juga Fahri yang wajahnya sudah memucat dan memutih seputih dempul rumah tetangga.

"Mas, gimana dong?!" tanya Fiona dengan wajah paniknya.

Hening. Fahri tidak menjawab ucapan Fiona.

"Mas! Kok diem aja sih?! Ngomong dong!" ucap Fiona lagi dengan sedikit memekik karena ia takut kalau terlalu keras akan terdengar di telinga Ibra.

"Apaan sih? Aku lagi mikir nih!" ketus Fahri.

"Mikir apa ngelamun? Dipanggil gak nyaut."

"Ck! Mikir lah."

"Mikir apa coba?"

"Ya mikirin gimana caranya ngebatalin niat Papi untuk menikah dengan Ayra. Memangnya kamu mau kalau Ayra nanti jadi ibu tiri kamu dan jadi ibu tiri mertuaku?"

"Ya enggak lah enak aja!"

"Yaiya makanya lagi mikir ini. Ah, sialan bener si Ayra itu. Aku gak pernah nyangka kalau dia begitu licik."

"Itu kan mantan istri kamu, Mas, jadi kamu lah yang lebih paham bagaimana Ayra," sungut Fiona yang juga kesal dengan penuturan Fahri.

"Ya makanya aku bilang aku gak nyangka kalau dia begitu licik dengan ingin menggaet Papi kamu. Entah apa yang ada di otak perempuan itu."

"Jelas saja dia mau balas dendam sama kita, Mas. Apalagi coba?"

"Ya itu makanya. Nanti bisa-bisa kalau dia menikah sama Papi kamu dan Papi kamu cinta mati sama Ayra eh malah semua harta Papi kamu buat Ayra dan kita hanya akan gigit jari."

Mendadak wajah Fiona menjadi pias dan pucat. Ia benar-benar takut kalau semua itu terjadi.

"Enggak! Itu gak boleh sampai terjadi. Enak saja dia datang-satang mau kuasai harta Papi. Aki yang anskmya saja harus bersabar menunggu perintah dari Papi."

"Ya makanya kalau aku diam jangan cerewet! Itu tandanya aku lagi mikir gimana caranya ngatasin ini semua."

"Terus pas tadi kamu diam apa sudah ketemu solusinya?"

"Hmmm sudah, kenapa?"

"Ih aku kan kepo. Ayo kasih tau apa rencana kamu. Oh atau kamu mau celakain si Ayra gitu?"

"Ya enggak lah, memangnya aku kriminal apa?!"

"Ya kali aja gitu kepikiran melenyapkan Ayra biar dia gak ganggu hidup kita lagi."

"Ya gak sampe seekstrim gitu juga kali, Fi, yang ada kita masuk penjara bukannya menikmati harta."

"Ya terus apa dong? Daritadi ditanyain gak jawab-jawab kan aku kepo."

"Kita datangi dia dan intimidasi dia untuk menjauhi Papi kamu. Kamu kan anaknya Papi jadi kamu jauh lebih berhak untuk melakukan hal itu."

"Terus kalau dia ngadu sama Papi gimana? Bisa habis kita. Memangnya kamu gak liat tuh si Papi cintanya kebangetan sama si Ayra sialan itu!"

"Gak! Aku sangat yamin 100℅ kalau si Ayra gak akan ngomong ke apapi kamu. Percaya deh, aku pernah hidup seatap sama Ayra selama bertahun-tahun jadi aku sangat hafal sama karakter Ayra."

"Iya deh iya, si yang paling kenal sama Ayra itu." Fiona memalingkan wajahnya dan tubuhnya pun ia miringkan hingga membelakangi tubuh Fahri. Sembari melipat tangan di dada, Fiona mengerucutkan bibirnya karena kesal mengingat jika Fahri memang pernah hidup seatap dengan Ayra.

"Duh jangan marah dong, Sayang. Kan apa yang aku katakan itu kenyataan. Lagian juga itu kan dulu, toh sekarang aku sudah menjadi suamimu dan tinggal di sini kan? Please jangan marah. Yuk kita pikirkan masalah ini sama-sama." Fahri lantas merengkuh tubuh Fiona dari belakang dan ia mencium pucuk kepala wanita itu sembari membelai lembut surai hitam pekatnya. Fiona menaikkan kedua sudut bibir nya ke atas atas perlakuan mesra dari Fahri yang terlihat begitu mencintainya.

Ah, betapa bahagianya dia akhirnya bisa memiliki suami yang dia cintai terlebih lagi perlakuan Fahri yang selalu lembut padanya.

"Terus kapan kita mau intimidasi dia? Atau kita juga sekalian mau datang dia?" tanya Fiona lagi sembari membalik tubuhnya menghadap Fahri.

"Aku pikir sih tadinya cukup dengan telepon saja. Tapi kok kayaknya enakan kita berdua nemuin dia biar lebih ngena gitu ancaman kita pada Ayra. Kakaknya kalau hanya melalui sambungan telepon kok ya takut gak mempan."

"Emmm, yasudah kalau begitu besok kita datangi rumahnya dan kalau perlu kita buat perhitungan sama Ayra sialan itu gara-gara dia hidup kita malah jadi gak tenang."

"Iya Sayang, apa pun yang kamu inginkan akan aku turuti. Yaudah sekarang yuk kita ke kamar."

"Hemm? Mau ngapain? Ini baru juga jam delapan malam? Kan masih sore. Biasanya kita lanjut ke nonton televisi kan?" jawab Fiona yang berpura-pura tidak tahu padahal dia cukup mengerti apa maksud dari ucapan pria yang baru saja menyandang gelar sebagai suaminya itu.

"Ish masa kamu gak paham sih. Kita kan pengantin baru Sayang. Ya aku mau minta anu-anu lah sama kamu. Memangnya gak boleh?" ucap Fahri sembari menoel dagu lancip milik Fiona. Seketika wajah Fiona menghangat dan bersemu kemerahan.

Fiona pun mengangguk dengan malu-malu macan. Fahri tidak menunggu lama, ia langsung mengangkat tubuh Fiona ala bridal style dan Fahri membawa tubuh yang langsing dan tidak terlalu tinggi alias pendek ke dalam kamar keduanya untuk melakukan penyatuan di malam yang tidak indah itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status