"Akhirnya kamu datang juga. Sini aku kenalin sama anakku. Fiona, kenalin ini Ayyara Kartika. Biasa dipanggil Ayra, dia adalah calon istri Papi." Aku menatap dengan seringaian puas pada Fiona dan Fahri yang tampak pias saat mas Ibrahim mengenalkanku sebagai calon istrinya. Ayyara Kartika harus menelan pil pahit lantaran sang suami yang bernama Fahri menceraikannya di depan sang gunsik yang bernama Fiona Zea. Fahri memilih Fiona karena kekayaannya. Hal gila tiba-tiba terfikirkan dalam benak Ayra, pamggilan untuk Ayyara Kartika. Ayra berniat mendekati sang ayah dari Fiona yang bernama Ibra untuk membalaskan rasa sakit hatinya pada Fiona dan Fahri. Akankah usaha Ayra berhasil dalam menggaet Ibra? ataukah Ayra harus menelan kekecewaan karena Ibra menolaknya atau justru Ayra harus terlonjak kegirangan karena Ibra benar-benar terpikat padanya?
Lihat lebih banyakKAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU
BAB 1"Ayyara Kartika aku talak kamu, aku talak kamu, aku talak kamu. Mulai hari ini kamu bukan lagi istriku dan aku haramkan dirimu bagiku." Sakit? Jelas, siapa sih seorang istri yang tidak sakit jika dicerai tepat di depan gundik suaminya?Yah, istri yang malang itu adalah aku. Mas Fahri menceraikanku di depan gundiknya, Fiona Zea. "Mengapa kamu tega seperti ini padaku, Mas? Apa kesalahanku?" tanyaku dengan suara bergetar meski tidak sampai mengeluarkan air mata. Entah kenapa aku sudah sangat mengantisipasi akan hal ini. Sudah cukup banyak air mataku yang terbuang sia-sia karena menangisi mas Fahri yang tega mengkhianatiku dengan anak bosnya itu. Yah, Fiona Zea adalah anak dari bos tempat mas Fahri bekerja. Aku sangat tahu itu karena beberapa kali aku ikut mas Fahri dalam menghadiri acara besar yang diadakan perusahaan tempat mas Fahri bekerja. "Kamu tidak ada kesalahan, Ayra, tapi kamu memiliki kekurangan. Kekurangannya adalah kamu tak bisa merawat dirimu sehingga kamu tak bisa memanjakan mataku dan kamu bukanlah wanita karir seperti keinginanku. Aku lelah selama ini menjadi penanggung jawab hidupmu. Bagiku, kamu hanyalah beban dan sekarang aku merasa sangat lega karena sudah membuang beban itu." Aku terperangah mendengar kejujuran mas Fahri. Sebegitu pedasnya ucapan yang keluar dari bibir mas Fahri hingga rasanya hatiku seperti disayat-sayat. Sangat sakit. "Bukankah kamu dulu juga memiliki kekurangan, Mas? Kamu miskin dan aku mampu menerima kekuranganmu itu. Dan kini kamu sudah naik kamu membuangku hanya karena kekuranganku? Apakah itu adil buatku, Mas?""Ck! Sudahlah gak usah banyak cincong. Mas Fahri sudah menceraikanmu. Kamu bukan lagi istrinya. Nih duit! Ambillah! Anggap saja itu adalah upah karena kamu telah berjasa menemani Mas Fahri dalam menjalani hidup hingga akhirnya dia bertemu denganku!" Fiona Zea, gundik suamiku melemparkan sebuah amplop coklat tebal dan mengenai tubuhku. Aku pun mengulurkan tanganku ke bawah untuk mengambil amplop tebal itu yang jatuh tepat di depan kakiku. Aku membuka amplop tersebut dan mataku membelalak saat melihat banyaknya lembaran merah ada di dalam amplop tersebut. Aku bergeming dan hanya menatap pada kedua insan yang sedang jatuh cinta dengan tatapan datar. "Kenapa menatap kami seperti itu? Oh atau kau merasa kurang? Kamu lihat kan, Mas? Istrimu benar-benar matre. Uang yang aku lemparkan barusan itu berjumlah dua puluh juta lho. Tapi kayaknya masih kurang. Ck! Yaudahlah gak apa-apa. Ini aku tambahin lagi dua ratus juta dengan syarat jangan pernah kamu mengganggu Mas Fahri karena kami akan segera menikah. Ya kan, Mas?" Mas Fahri dan Fiona saling bertatapan mesra yang menurutku itu sangatlah menjijikkan. "Oh iya, kamu tenang saja meskipun Mas Fahri sudah menceraikanmu tapi kami tidak mengusirmu sebab Mas Fahri lah yang akan pergi dari rumah kecil dan sempit ini. Aku akan memberikannya rumah yang jauh lebih besar dan lebih luas daripada rumah ini. Lagian aku gak sudi buat tinggal di rumah yang pengap dan kumuh seperti ini," ucap Fiona lagi dengan angkuhnya sembari menatap jijik ke sekeliling ruangan dalam rumahku yang susah payah aku mengumpulkan uang dari jatah bulanan dari mas Fahri dulu. "Kenapa kau tega melakukan ini terhadap sesama kaummu, Fio? Tidakkah kau takut karma itu berlaku padamu?" desisku bertanya pada Fiona sembari menatapnya tajam. "Ck! Karma itu hanya untuk orang miskin sepertimu. Tidak berlaku buatku, karena apa? Ya karena aku ini orang kaya. Hahahaha." Fiona tergelak dengan ucapannya sendiri yang juga diikuti oleh mas Fahri. Sungguh mereka adalah manusia yang bermulut busuk melebih bau busuknya bangkai. "Yaudah yuk, Mas, kita pergi dari sini. Kita sudah punya janji untuk melakukan fitting baju pengantin karena sebentar lagi hari pernikahan kita akan digelar secara besar-besaran.""Yuk, Sayang." Keduanya pun meninggalkanku yang masih terpaku di ruang taku di rumahku ini. Mas Fahri yang memegang pinggang Fiona yang ramping dan Fiona yang berjalan sembari memeluk lengan kekar suamiku. Mereka berjalan beriringan tanpa memiliki rasa malu. Ah, bahkan aku tidak yakin jika rasa malu itu masih mereka miliki sebab jika mereka masih ada rasa itu tentulah mereka tidak akan melakukan hal seperti ini. ***Aku menatap uang sebanyak dua ratus juta yang Fiona berikan padaku tempo hari. Aku memang belum memakai sepeser pun uang itu karena aku bimbang antara mengembalikannya atau mengambil dan memakainya. Ah, hidup memang rumit. Punya uang bingung gak punya uang tambah bingung. Akan tetapi, sepertinya aku akan tetap menggunakan uang ini. Sayang kan kalau ditolak. Anggap saja ini rezeki karena sudah membuang sampah seperti mas Fahri. "Aha!"Sekilas kepalaku berisikan ide brilian. Yah, aku tiba-tiba kepikiran rencana yang akan membuat Fiona dan mas Fahri mati kutu. Aku sangat yakin itu. Baiklah aku harus bisa menggaetnya sebelum pernikahan Fiona dan mas Fahri terjadi. Maka akan kulihat apakah gundik itu masih bisa sombong di depanku. ***"Saya terima nikah dan kawinnya Fiona Zea binti Ibrahim Dirgantara dengan mas kawin 50 gram emas dan uang tunai sebesar dua puluh juta rupiah dibayar tunai." Suara mas Fahri yang mengucapkan kalimat ijab terdengar lantang. Yah, di sinilah aku berada. Aku memang sengaja datang ke acara pernikahan ini karena diundang khusus oleh mas Ibrahim. Apakah kalian salah sengar? Oh tentu saja tidak. Inilah sebagian rencanaku untuk membalaskan sakit hatiku pada Fiona dan mas Fahri. Ups maksudku Fahri karena sebentar lagi mereka akan menjadi anak tiriku. Aku berjalan secara anggun dengan memakai dress panjang yang memiliki bahu terbuka dan belahan kaki sebatas lutut. High heels berwarna senada dengan dress yang kupakai malam ini ditambah rambut yang kusanggul simple membuatku terlihat elegan dan tentunya tampak cantik. Dapat kulihat wajah sepasang pengantin itu melotot ke arahku namun ada seseorang di sana yang sejak tadi sudah tersenyum karena memang dia tengah menungguku naik ke atas panggung yang sudah disulap sedemikian rupa sehingga terlihat seperti singgasana raja dan ratu sehari. "Kamu? Kamu ngapain kesini? Aku tidak mengundangmu. Jangan bilang kamu datang ke sini kau mengacaukan acara kami ya?" hardik mas Fahri lirih. Ia tampak sangat tidak suka dengan kehadiranku. Namun, aku mengabaikannya karena aku sedang fokus pada sosok pria yang ada di sebelah Fiona yang sejak tadi menatapku dengan senyumannya yang mengembang sempurna. Aku terus berjalan hingga mendekati pria yang tampak sangat tampan di usianya yang sudah tidak lagi muda tapi masih terlihat gagah. "Akhirnya kamu datang juga. Sini aku kenalin sama anakku. Fiona, kenalin ini Ayyara Kartika. Biasa dipanggil Ayra, dia adalah calon istri Papi." Aku menatap dengan seringaian puas pada Fiona dan Fahri yang tampak pias saat mas Ibrahim mengenalkanku sebagai calon istrinya.Ayra beranjak dari tempat duduknya, menghampiri wanita itu, lalu memeluknya. Ia berusaha penuh untuk membuat Fiona nyaman saat berada di keluarga ini. Ibra yang melihat pemandangan itu pun ikut bahagia. Ia senang karena Fiona sudah menyadari kekeliruannya dan berjanji untuk memperbaiki diri. “Fiona.” Panggil Ibra. “Iya?” “Kamu boleh tinggal di sini lagi jika berkenan,” tukas Ibra tulus. “Benarkah?” Fiona menatap tak percaya. Ini seperti sebuah kemustahilan. “Tentu saja. Karena kamu masih anak angkatku,” sahut Ibra seraya menganggukkan kepala. “Terima kasih, Papi.” Keesokan paginya, mereka semua bersiap-siap untuk pergi ke Rumah Sakit jiwa di mana bapak kandung Fiona berada. Sesampainya di sana, Fiona terlihat sedih melihat kondisi bapaknya yang masih dalam proses penyembuhan. Ibra menepuk pundak Fiona. “Sudah, jangan menangis lagi. Doakan yang terbaik untuk bapakmu.” “Iya, Papi. Aku hanya ingin bapakku sembuh. Itu saja.” Fiona menghapus air matanya. Di lain sisi, saat Fiona
Kini Fiona berada di depan rumah Ayra dan Ibra. Wanita itu terlihat sangat gugup dan juga malu. Cemas jika permintaan maafnya tidak diterima. Ya, memang kesalahannya begitu besar. Jadi, wajar saja bila nantinya Ayra dan Ibra tidak memberikan pintu maaf tersebut kepada dirinya. Fiona juga hanya bisa pasrah jika hal demikian sampai terjadi. Dia tak akan marah apalagi sakit hati untuk respons yang akan diterima. Fiona mencoba menghilangkan rasa gugup dan cemasnya sebelum mengetuk pintu rumah Ayra dan Ibra. Ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Fiona lakukan berulang kali sampai sudah merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Walaupun permintaan maafnya diterima relatif kecil, ia tetap berusaha. Lagi pula, tidak ada salahnya bila Fiona mencoba. Karena bila tidak berusaha, dia tak akan tahu hasilnya.Fiona mengetuk pintu itu dengan dua ketukan. Selang beberapa menit, pintu segera terbuka. Pandangan pertama yang ia lihat adalah wajah cantik Ayra. Secara bersamaan, pasang
"Ah! Tolong katakan itu di kantor, sekarang mari ikut kami untuk memenuhi prosedur," jelas polisi tersebut dengan lantas menarik tangan Fahri dan mulai memborgolnya.Fahri tentu meronta, ia berusaha menjelaskan semuanya namun kedua polisi itu tak mendengar dan seakan-akan menutup kedua telinganya.Sementara itu, Hilwa mulai meraung-raung memohon untuk tidak membawa anaknya ke kantor polisi."Tolong lepaskan anak saya! Kalian tidak pantas membawanya atas tuduhan tidak dilakukannya!" titah Hilwa dengan berteriak tak karuan, bahkan wanita itu sampai tak segan-segan untuk mencaci petugas polisi tersebut.Keributan itu jelas terdengar sampai ke dalam kamar pribadi milik Nazwa. Gadis yang tengah asyik memainkan gadgetnya merasa terganggu dengan kebisingan yang terjadi di rumahnya.Nazwa pun bangkit dari tempat tidurnya dan berdecih, "Ada apa sih!? Kenapa ribut sekali!?"Tanpa berpikir panjang Nazwa pun lekas beranjak dan keluar dari kamar untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.Hingga
"Apa-apaan ini!?" pekik Fahri saat ia mengetahui bahwa dirinya telah mendapat surat pemecatan dari HRD.Ya! Ketika Fahri tengah sibuk di ruang kerjanya ia tiba-tiba dikejutkan oleh sosok sekretaris yang mendatangi ruangannya dan menyerahkan secarik kertas yang berisikan sebuah surat pemecatan.Hal itu lantas membuat Fahri naik pitam, ia sama sekali tak terima diperlakukan seperti itu oleh Ibra, yang merupakan ayah mertuanya sendiri."M-maaf, Pak. Saya hanya menyampaikannya saja, selebihnya saya tidak tahu pasti," ucap sekretaris itu dengan menundukkan kepalanya. Wanita itu terlihat takut dengan temperamen atasannya yang tiba-tiba naik.Fahri pun berdecih kesal, lalu kembali membaca isi surat tersebut. Hingga ia kembali terkejut saat membaca pernyataan yang menyatakan bahwa Ibra tidak hanya akan memecatnya, namun lelaki itu juga akan melaporkan Fahri kepada pihak berwajib atas tindakan penggelapan dana yang ia lakukan pada perusahaan.Mengetahui hal itu, Fahri semakin geram, amarahnya
“Fahri pulang! Dia akhirnya pulang setelah berhari-hari,” sorak Fiona yang merasa memiliki secercah harapan dengan kepulangan pria itu.Beberapa hari belakangan, Fiona sama sekali tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas. Hari-harinya dipenuhi oleh fisik lesu dan perasaan lelah dan tekanan batin.Namun, begitu mendapati bahwa Fahri akhirnya kembali pulang membuat Fiona merasa bersemangat dan berharap-harap cemas. Akankah lelaki itu pulang karena sadar dan ingin meminta maaf, ataukah jangan-jangan ingin melakukan hal lain yang membuat Fiona semakin terpuruk? Itu lah pertanyaan yang memenuhi benak Fiona sekarang ini.Wanita itu langsung bangkit dari sofa dan berjalan beberapa langkah untuk membukakan pintu. Sebelum muncul di ambang pintu, Fiona sedikit merapikan rambut dan kondisi pakaiannya agar terlihat lebih layak untuk menyambut kepulangan suaminya.Fahri pun turun dari mobilnya begitu mesin mobil sudah dia matikan. Wajah pria itu tampak datar dan bahkan tanpa ekspresi. Dari sudu
Fiona masih tak kuasa menahan dadanya yang justru semakin sesak. Dia terus memukul-mukulnya dengan kepalan tangan saking sakit dan perih hatinya saat ini.“Fahri, kamu benar-benar kejam!” isaknya yang sejak ditinggal Fahri tadi sudah menangis dengan lelehan air mata berurai di kedua pipinya yang bening. Fiona bahkan tidak peduli bila saat ini dirinya hanya terduduk di lantai saking gontai dan lemas kedua lututnya mendengar untaian kalimat demi kalimat yang dilontarkan Fahri.Lantai keramik di ruang tengah yang dingin itu menjadi saksi pertengkaran keduanya beberapa saat yang lalu serta menjadi saksi pula betapa hancurnya perasaan Fiona saat ini.“Bisa-bisanya kamu bilang bahwa selama ini kamu hanya memanfaatkanku saja, Fahri!” Fiona masih tidak menyangka. “Padahal, waktu itu wajah kamu begitu tulus saat menyatakan perasaanmu. Kita bahkan harus menghadapi berbagai lika-liku sampai-sampai kau bercerai dengan Ayra.”“Perjuangan kita begitu panjang dan berat. Tapi kenapa … kamu malah ber
Fahri masih diam saja. Dia asik memilih pakaian apa yang akan dirinya kemas. Fahri terdiam karena dia malas meladeni Fiona. Sampai pada akhirnya telinganya muak mendengar pekikan Fiona.Brak!Saat itu juga Fahri menggebrak meja."Brisik! Kamu gak lihat aku lagi ngapain?!" bentak Fahri yang kini sudah menatap Fiona tajam."Ya makanya kalau ada orang tanya itu dijawab!" balas Fiona tak mau kalah."Kalau aku diam saja itu tandanya aku tidak mau menjawab pertanyaan kamu. Sadar diri dong dari tadi, berisik tau gak!" marah Fahri yang kini sudah mengepalkan kedua tangannya.Ditatap seperti itu sukses membuat Fiona sedih. Fiona hampir saja meneteskan air matanya, tetapi dia cegah dengan mendongak cepat-cepat.Sedangkan Fahri sudah mengalihkan pandangannya ke lain arah. Setelah itu Fahri kembali membereskan pakaian yang sejak tadi menjadi tujuan utamanya datang ke rumah ini."Jahat kamu Mas. Berani-beraninya kamu bentak aku seperti itu," lirih Fiona merasa sedih.Tidak ingin ambil pusing, Fahr
Saat ini Fahri dan Alina meminta waktu berduaan. Mereka memilih untuk tidak diam rumah. Mereka berjalan-jalan sejenak mencari angin. Hubungan yang baru pertama kali terjalin itu benar-benar sangat menyenangkan bagi Alina. Begitupun dengan Fahri yang tidak bisa tidak tersenyum ketika menatap wanita di sebelahnya itu.Orangtua Fahri sangat menyukai Alina juga. Jadi, sudah tidak ada batasan bagi keduanya untuk tidak dekat. Fahri benar-benar merasa bahagia. Bahkan untuk menjalin hubungan ini mereka tidak perlu pikir panjang lagi."Aku benar-benar bahagia bisa mengenalmu, aku bahkan ingin mengenalmu lebih dalam lagi. Seiring berjalannya waktu aku pasti tau semua tentangmu," celetuk Fahri begitu serius.Alina yang malu-malu hanya bisa tersenyum manis. Entah mengapa hatinya juga terasa hangat bisa berduaan dengan Fahri."Jangan ditahan kalau mau senyum atau ketawa," ujar Fahri ketika melihat Alina yang entah mengapa menahan semua itu."Kapan kita jalan?" "Ini kan sekarang lagi jalan," ledek
"Benar-benar menyebalkan. Sepertinya aku tak bisa kalau harus terus-menerus bertahan dengannya. Bukannya jadi kaya, yang ada lama-lama aku malah jadi Jatuh Miskin karena Fiona sendiri sekarang selalu minta uang denganku gara-gara tua bangka itu sudah tak ingin memberikan banyak uang untuknya. Masa Fiona hanya dijatah satu bulan tiga juta saja. Dapat apa uang segitu? Untuk keperluan sehari-hari saja pasti tidak akan cukup!" Fahri kian merasa kesal kita kembali mengingat perdebatannya dengan Ibra beberapa hari lalu.Sejenak terdengar ibu Fahri berdecak. "Sudahlah, tidak perlu dipikirkan lagi. Kalau memang sudah tidak berguna ya sudah, buang saja. Dan kita bisa langsung segera mencari yang baru, yang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan wanita itu," papar ibu Fahri dengan santainya."Iya, Bu. Aku tahu. Tetapi memangnya siapa yang harus aku kejar? Kemarin-kemarin aku terlalu fokus dan menikmati waktuku dengan Fiona sampai-sampai aku lupa untuk mencari target yang baru saat Fiona s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen