Rasanya masih nggak percaya, tapi itulah kenyataan yang ada!
Menurut keterangan Mbak Pie---pembantu di runah---yang kami hubungi melalui telepon rumah, seperti biasa sepulang dari kantor, Papa Snoek mandi. Usai mandi, minta dibuatkan teh lemon kayu manis, teh favoritnya. Benar, Mbak Pie membuatkannya di 'dapur bersih' samping ruang makan. Sebelum dia meninggalkan kamar Papa Snoek, Mbak Pie melihat Papa Snoek mengambil baju ganti di lemari pakaian. Sehat dan baik-baik saja semuanya, nggak ada tanda-tanda kalau mau meninggal. Nah, begitu Mbak Pie selesai membuatkan teh favoritnya itu tadi, kembali ke kamar Papa Snoek. Maksud hati mau menanyakan, mau minum teh dimana. Di ruang kelauarga, beranda depan atau beranda samping sambil memberi makan ikan koi. Eh, tapi ternyata, Papa Snoek tidur di kursi goyang. Awalnya Mbak Pie mas
Kami sudah siap berangkat ke bandara---menunggu Om Dirga sekeluarga---ketika tiba-tiba Kenzy mengoreksi model pakaianku. Well, aku memang mengenakan gaun pendek selutut---gaun musim panas---warna dasarnya merah jambu dengan corak kuncup bunga tulip putih. Sejujur-jujurnya kukatakan, selain cinta mati aku juga nyaman dengan gaun ini tapi Kenzy malah mengambilkan setelan celana jins dan blus oranye polos plus sweater bergaris-garis horizontal hitam, putih oranye. Jaket juga, berwarna blue donker, serasi degan warna celana jins-nya. Menurutnya, Air Conditioner di pesawat sangat dingin, jadi aku harus mengenakan pakaian yang hangat dan berlapis-lapis."Ingat Nya, delapan belas jam dan ya, yaaahhh, di pesawat nggak ada musim panas, kan?" kelakarnya mengingatkan, "Please Nya, aku hanya nggak mau kamu sakit. Mau ya, ganti?" 
Rasanya, sampai kiamat pun aku nggak akan lupa. Bagaimana Kenzy menopang tubuhku yang gemetar dan lemas di dekat pohon kers DE SUPER ICE CREAM, membalurkan ketenangan. Dia terus mengusap-usap punggungku, naik turun di tulang belakang dengan lembut, sesekali mengusap-usap kepala atau menyentuhkan sesuatu yang bernama love kiss di kening. Masih ada lagi, dengan sabar dia menungguku sampai selesai menangis sambil sesekali menyeka air mataku dengan jari-jemarinya.Selama beberapa menit yang bagiku kritis itu, kritis kuadrat, tak sepatah kata pun diucapkannya. Nggak, sungguh. Hanya sikap yang begitu lembut, hangat dan menenteramkan. Adakah anak manusia bodoh yang ingin cepat-cepat melupakan saat-saat romantis, so sweet seperti ini? Aku, nggak. Nggak akan pernah. Ya ampuuun, itu benar-benar manis. Lebih manis dari lechy tea, es
Rasanya, sampai kiamat pun aku nggak akan lupa. Bagaimana Kenzy menopang tubuhku yang gemetar dan lemas di dekat pohon kers DE SUPER ICE CREAM, membalurkan ketenangan. Dia terus mengusap-usap punggungku, naik turun di tulang belakang dengan lembut, sesekali mengusap-usap kepala atau menyentuhkan sesuatu yang bernama love kiss di kening. Masih ada lagi, dengan sabar dia menungguku sampai selesai menangis sambil sesekali menyeka air mataku dengan jari-jemarinya.Selama beberapa menit yang bagiku kritis itu, kritis kuadrat, tak sepatah kata pun diucapkannya. Nggak, sungguh. Hanya sikap yang begitu lembut, hangat dan menenteramkan. Adakah anak manusia bodoh yang ingin cepat-cepat melupakan saat-saat romantis, so sweet seperti ini? Aku, nggak. Nggak akan pernah. Ya ampuuun, itu benar-benar manis. Lebih manis dari lechy tea, es
Rasanya, sampai kiamat pun aku nggak akan lupa. Bagaimana Kenzy menopang tubuhku yang gemetar dan lemas di dekat pohon kers DE SUPER ICE CREAM, membalurkan ketenangan. Dia terus mengusap-usap punggungku, naik turun di tulang belakang dengan lembut, sesekali mengusap-usap kepala atau menyentuhkan sesuatu yang bernama love kiss di kening. Masih ada lagi, dengan sabar dia menungguku sampai selesai menangis sambil sesekali menyeka air mataku dengan jari-jemarinya.Selama beberapa menit yang bagiku kritis itu, kritis kuadrat, tak sepatah kata pun diucapkannya. Nggak, sungguh. Hanya sikap yang begitu lembut, hangat dan menenteramkan. Adakah anak manusia bodoh yang ingin cepat-cepat melupakan saat-saat romantis, so sweet seperti ini? Aku, nggak. Nggak akan pernah. Ya ampuuun, itu benar-benar manis. Lebih manis dari lechy tea, es
Oooh, ooohhh, my God!Apa ini, ada apa?Bencana apa yang telah terjadi, sehingga kepalaku bersandar di dadanya begitu juga dengan tangan kananku, berada dalam genggaman tangan kirinya. Wuaaahhhh, aku pasti sudah mengalami benturan yang sangat sangat sangaaat kuat di kepalaku sehingga melupakan sebuah fakta bahwa Kenzy Van Snoek … Oh, nggak, itu mustahil karena buktinya masih di dalam pesawat menuju Changi Airport dan semuanya masih utuh, sama seperti sedia kala. Artinya, nggak mungkin kan, kepalaku terbentur dengan demikian kerasnya? Auuuhhh, ini murni sebuah jebakan, tentu saja. Apa lagi?Oooh, betapa bodoh dan malangnya aku!
Sirrr dug, dug, duuuggg!Mungkin, inilah yang disebut dengan kiamat kecil. Tahukah kalian, apa yang terjadi? Waktu aku membuka mata yang sebenarnya masih lengket kuadrat, ternyata tubuhku yang indah, lembut dan wangi ini berada dalam gendongan Kenzy. Bayangkan, betapa sekaratnya aku saat menyadari itu! Awalnya, kukira masih di pesawat dan saking lelahnya aku tertidur tapi ternyata … Berani-beraninya dia menggendongku seperti ini? Oooh, ooohhh, my God! Apa yang sebenarnya telah terjadi, ada apa? Apa aku tertidur lagi? Bukannya tadi sudah minum tiga cangkir kopi hitam---minuman terlarang versi Mbah Mi---makan sekantong cokelat lagi yang berarti selama di dalam pesawat aku sudah menghabiskan dua kantong cokelat? Kenapa masih tertidur juga, sih? Ya ampuuun! Kalau begini kan, aku jadi malu?
What?Kamar sebelas di lantai sebelas?Biyuuuh, ini, sebenarnya ini rahasia terbesar dalam hidupku. Sungguh. Nggak seorang pun di dunia ini tahu, kecuali Galih. Mama, Papa dan Mbah Mi? Nggak juga, aku nggak pernah bercerita pada mereka. Untuk apa? Well, mereka orang yang praktis dan realistis. Kalau tahu aku fobia lift, waaahhh, bisa-bisa mereka langsung heboh. Hebohnya? Membawaku ke rumah sakit jiwa atau minimal ke psikiater. Wuaaahhhh, tentu saja aku nggak mau dan ya, yaaahhh, sekarang lah sesuatu yang bernama lift itu sedang menantiku di sana. Mungkin, ooohhh, mungkin dengan jumawanya lift itu malah tersenyum dan melambai-lambaikan tangan untuk menyambut kedatanganku nanti. Ugh, kenapa nggak naik pesawat yang langsung mendarat si Jaka
Mama, Papa dan Mbah Mi terlihat duduk-duduk santai di beranda depan, sewaktu aku pulang kuliah. Sempat kulihat, di hadapan mereka terhidang sepiring nugget pisang dan tiga mug teh. Tapi sayang, hari ini terlalu melelahkan sehingga langsung permisi masuk ke rumah, setelah menyalami dan mencium punggung tangan mereka, satu per satu. Biyuuuh, aku juga nggak tahu, bagaimana bisa Arunika melalukan semua itu pada kami. Sampai-sampai Galih cemburu dan semakin possessive hari ini, berlipat-lipat dari biasanya. Bayangkan! Aku masih di kelas saja, dia sudah menjemput dan menunggu di kantin Jurusan. Hal yang nggak pernah terjadi sebelumnya.Siapa itu Yustico pun aku nggak tahu, nggak kenal. Bagaimana bisa dia menyampaikan berita bohong, katanya aku dan dia main tikung di belakang. Padahal baru seminggu saling kenal di media sosial.