"Ayo kita cari Andrew!" pekiknya dengan tangan terkepal. Rebekha segera merampas telepon genggam Ersa lalu membaca pesan yang ada di layar. [Si Lisa itu munafik. Sabtu kemarin habis makan malam dia nginep di kost gue. Lu tahu lah kalo nginep ngapain. Gue udah nolak tapi perempuan gatal itu maksa. Ada ikan asin nawarin diri masa gue tolak. Kalo lu mau nanti gue kirimin foto-foto panas malam itu. Ini pembukaan aja gue kirimin foto waktu gue ama dia makan malam. Hahaha.] Rebekha terkejut membaca pesan itu dan melihat foto Lisa dan Andrew yang sedang makan malam. Mereka bertiga tahu malam itu Lisa memang pergi makan malam berdua dengan Andrew, yang mereka tidak tahu cerita setelah itu. Hari Minggu kemarin mereka terlalu fokus pada persoalan Rebekha, sehingga tidak ada yang menanyakan kelanjutan kencan Lisa dengan Andrew. Lisa bisa melihat keraguan di mata para sahabatnya. "Kalian juga percaya sama kata-kata laki-laki pengecut itu?" pekik Lisa sambil memandang ketiga sahabatnya. "Ngga
Lisa membuka mata dan melihat seseorang sedang menahan tangan Andrew. Andrew tampak marah dan berusaha melepaskan tangannya dari cengkaraman orang itu tapi tidak bisa. Lisa merasa sangat lega ketika melihat Steven lah yang memegang tangan Andrew. Rasanya dia ingin segera memeluk Steven dan menangis di pelukannya. Tapi tidak mungkin, saat ini Steven bahkan bukan siapa-siapanya. "Lepas!" teriak Andrew marah. "Diam!" balas Steven lebih marah lagi. Steven baru tiba di kampus, ketika dia melihat ada kerumunan mahasiswa. Tadinya dia tidak terlalu peduli sampai dia mendengar teriakan Lisa. Steven segera mencari tahu apa yang terjadi. Dia sangat kaget ketika salah seorang mahasiswa memperlihatkan isi pesan yang disebarkan Andrew. "Berani-beraninya lo nyebarin pesan bohong kayak gitu? Mau gue hajar di sini lo?" gertak Steven masih menggenggam erat lengan Andrew. "Siapa lo? Bapaknya?" timpal Andrew tidak mau kalah sambil terus berusaha melepaskan diri dari Steven. "Gue memang bukan siapa-s
"Apa lagi?" teriaknya dengan ketus sambil menoleh dengan malas. Lisa hanya ingin pulang dan beristirahat. Tapi kalau Angel mau mencari masalah dengannya, dengan senang hati dia akan memberi Angel pelajaran. "Lisa, apa kabar?" Lisa kaget melihat wanita yang berdiri dengan wajah lebam penuh bekas pukulan. "Tante, ngapain kesini?" tanya Lisa kepada Ibu Rebekha, yang sedang berdiri di depannya masih dengan pakaian seragam salah satu restoran cepat saji, tempatnya bekerja. "Tante minta maaf." jawabnya pelan dengan wajah tertunduk malu. "Tante salah karena berusaha mempertahankan rumah tangga Tante." lanjutnya sambil memainkan jari-jari tangannya. Lisa tidak tahu reaksi apa yang harus dia berikan. Dia tidak yakin perempuan ini sudah berubah pikiran. "Jadi Tante mau apa?" tanya Lisa malas. Dia benar-benar tidak tertarik berbicara dengan Ibu Rebekha. "Tolong saya." pintanya dengan wajah memohon. Lisa diam, dia menunggu lanjutan perkataannya dengan sabar. "Tante mau Rebekha kembali pula
Steven sudah menunggu selama setengah jam ketika akhinya perawat ICU memanggilnya masuk ke dalam. "Dengan berat hati saya beritahukan bahwa Ibu Lisa masih dalam keadaan koma Pak." jelas dokter jaga sambil melepaskan steteskop dari lehernya. "Tapi hari ini keadaan Ibu Lisa meningkat sangat pesat. Ibu Lisa sudah mampu bernafas spontan, artinya tidak perlu menggunakan alat bantu pernafasan lagi. Detak jantungnya juga meningkat." lanjut dokter, melihat senyuman basa-basi di wajah Steven, dokter sadar bahwa bukan ini berita yang Steven harapkan. "Terima kasih dok." jawab Steven datar. Dia senang Lisa mengalami peningkatan tapi yang dia inginkan bukan sekedar peningkatan, dia ingin Lisa sadar. "Malam ini bapak masih boleh disini menemani Ibu Lisa. Saya rasa pengaruh bapak sangat besar terhadap peningkatan keadaan Ibu Lisa." hibur dokter sebelum meninggalkan Steven yang kembali duduk di samping tempat tidur Lisa. -2007- Lisa terbangun dengan tubuh kesakitan. Tangannya keram, kepalanya s
Rebekha segera mengirimkan pesan singkat kepada kedua sahabatnya. [Cari tahu tempat tinggalnya Andrew, kita kesana malam ini. Gue takut dia nyulik Lisa.] Tidak berapa lama kemudian Rebekha mendapat balasan dari Donna yang mengatakan dia sudah mendapatkan alamat tempat kost Andrew. "Om, Tante, saya coba cari Lisa dulu ya sama teman-teman. Mudah-mudahan ketemu." terang Rebekha kepada kedua orangtua Lisa. "Iya, tolong ya nak. Semoga Lisa belum ngelakuin hal yang aneh-aneh sama laki-laki." jawab Bu Gayatri. "Ma, cukup!" hardik Pak Adhitama kesal. Rebekha segera meninggalkan pasangan yang sedang berdebat itu. Mereka bertiga berjanji bertemu di halte dekat kampus karena Andrew kost di sekitar wilayah itu. Setelah bertemu mereka langsung mendatangi tempat kost Andrew. "Andrew!" teriak Rebekha dari depan pagar hitam yang mereka yakini sebagai tempat kost Andrew. Ersa dan Rebekha tampak sangat marah. Sebaliknya, Donna terlihat sangat tenang, dia yakin Lisa hanya sedang bersembunyi
"Bagus, kalau semua ada disini. Hahaha!" teriak suami Ibu Rebekha dengan tawa mengerikan. "Kalian bisa sama-sama berangkat ke neraka." lanjutnya sambil memainkan pisau yang dipegangnya. Lisa bergidik melihat wajah pria itu. "Lo bisa berdiri sendiri?" bisik Donna yang masih menopang Lisa. "Bisa, lo mau ngapain?" tanya Lisa panik. Pria itu tidak mabuk dan tampak gila, Lisa takut dia akan berbuat nekat jika Donna macam-macam. "Tunggu aja." jawab Donna sambil melepaskan tubuh Lisa perlahan. "Kamu! Jangan bergerak! Jangan berani mendekat atau berbuat macam-macam, kalau tidak pisau ini akan menancap di leher istriku tercinta ini." ancam pria itu kepada Donna. Lisa segera memegang tangan Donna. Donna menghentikan gerakannya. Dia juga bisa melihat bahwa pria ini tidak mabuk tapi tampak putus asa, sehingga kemungkinan dia kehilangan akal dan menyakiti istrinya sangat besar. "Kamu mau apa?" tanya Donna tenang, mencoba mencari celah untuk menyerang. "Terserah saya mau apa! Bukan urusanm
"Mama, bangun ma." teriak Rebekha panik melihat ibunya pingsan. Steven segera memapah Ibu Rebekha dan membawanya menjauhi kerumuman warga yang semakin ramai. "Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit." usul Steven. "Baik, sekalian gue mau lihat keadaan monster gila itu. Kalau orang normal harusnya sih udah mati dalam api sebesar itu. Tapi ternyata iblis masih melindungi nyawanya." jawab Rebekha dengan kemarahan yang tidak dapat dia tahan lagi. Sesampainya di rumah sakit, Ibu Rebekha siuman dan menolak keluar dari taksi yang mereka tumpangi, namun tidak mengatakan sepatah kata pun. Akhirnya Rebekha meminta para sahabatnya menemani ibunya di dalam taksi, sementara dia berusaha mencari tahu keadaan suami ibunya yang sedang berada di UGD. "Maaf, keluarganya siapa?" tanya perawat yang melihat Rebekha celingukan mencari sesuatu. "Saya keluarga laki-laki yang tadi terbakar." jawabnya dengan jijik. 'Keluarga cih najis!' makinya dalam hati. "Oh, akhirnya. Kami dari tadi memang mencari kel
Duduk dalam diam bersama Lisa, membuat Steven semakin menyadari perasaannya kepada Lisa. Perasaan yang tidak dapat Steven jelaskan. Bukan cinta dengan romantisme yang menggebu-gebu. Tapi perasaan hangat yang kuat sekaligus emosi yang lunak. Perasaan yang membuatnya bersemangat sekaligus ketakutan menjalani setiap detik dalam hidupnya. Steven benar-benar tidak mengerti bagaimana cara menggambarkannya. Tapi ini adalah perasaan yang baru pertama kali dia rasakan. Mereka duduk diam di tepi pantai hingga matahari mulai terbit. 'Sudah tujuh hari.' guman Lisa dalam hati sambil memandang mentari yang perlahan muncul dari ujung pantai. Sudah tujuh hari jiwanya berkelana ke masa lalu sementara tubuhnya terkulai lemah. Lisa tidak tahu apakah ini sebuah hukuman atau kesempatan kedua. Dia bingung apakah harus takut atau bahagia. Apakah dia akan selamanya berada di tempat ini, ataukah dia dapat kembali memeluk kedua anak dan suaminya. Atau bahkan dia akan menghilang dan tidak berada di manapun.