Share

BAB 5

Lisa menghentikan langkahnya lalu menarik tangan Ersa.

“Tanggal berapa sekarang?” Ersa memandang Lisa heran.

“Tanggal 12 Mei 2007 Masehi, 1428 Hijriyah. Kenapa lo hilang ingatan?” Ersa menjawab dengan cara paling menyebalkan yang merupakan ciri khasnya.

Lisa menarik nafas dalam, tentu saja Lisa tidak akan pernah melupakan tanggal 12 Mei. Hari ini adalah hari pertamanya bertemu dengan Steven dan di tanggal ini juga nantinya mereka akan menikah.

“Wei! Ngapain bengong?” Ersa memukul bahu Lisa.

Lisa tersadar dari lamunannya.

“Ayo kesana.” ajak Ersa sambil menarik tangan Lisa.

Lisa mencoba menolak, saat ini orang terakhir yang ingin dia temui bahkan di dalam mimpi sekalipun adalah Steven. Dia masih sangat marah kalau mengingat kejadian sebelumnya.

“Empat sekawan sini!” Terdengar teriakan Rudy ketua BPM* Fakultas Hukum memanggil Lisa dan sahabat-sahabatnya.

“Tuh dipanggil Ka Rudy.” ucap Donna yang kali ini ikut menarik tangan Lisa. Akhirnya Lisa menyerah, dengan wajah cemberut dia mengikuti ketiga sahabatnya berjalan menuju taman.

“Eh kalian berempat bantuin Fakultas Teknik ya. Sabtu ini mereka mau ngadain seminar, butuh beberapa mahasiswi untuk penerima tamu sama apa ya tadi. Nanti Steven yang jelasin deh.” jelas Rudy kepada mereka berempat dengan buru-buru.

“Nah udah pas 10 mahasiswi ya.” ucap Rudy ke arah Steven.

“Gw cabut ya, masih ada kuliah.” lanjutnya sambil berlari ke arah kelas. Steven melambaikan tangan ke arah Rudy.

“Gw juga cabut ya, ada urusan di rumah.” Lisa masih berusaha melarikan diri. Donna segera menarik tangan Lisa dan menggenggamnya erat agar Lisa tidak bisa pergi.

Rebekha melihat sekelilingnya. “Baru delapan orang, dua lagi mana?” tanya Rebekha pelan hampir berbisik kepada ketiga temannya. Mereka bertiga hanya mengangkat bahu dengan acuh.

“Sebelum kita bekerja sama, kayaknya lebih afdol kalo kita kenalan dulu ya. Nama saya Steven, ketua BPM Fakultas Teknik. Seperti kalian tahu Fakultas Teknik delapan puluh lima persen isinya laki-laki jadi saya minta bantuan Rudy untuk ngajak mahasiswi Hukum. Saya sangat berterimakasih untuk kesediaan kalian membantu, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik.” Steven tersenyum manis kemudian mendatangi dan menyalami satu persatu mahasiswi yang bersedia ikut.

“Donna, semester 2.” Lisa mendengar Donna yang berdiri tepat disampingnya berbicara sangat lembut. Steven tersenyum sangat manis sambil mengatakan “Terima kasih ya sudah bantu kami.” Seperti yang dia katakan kepada mahasiswi-mahasiswi yang lain.

Steven tiba di hadapan Lisa. Dia menjulurkan tangannya, dengan ragu-ragu Lisa membalas uluran tangannya. “Lisa!” sahut Lisa singkat dan ketus lalu segera menarik tangannya. Tiba-tiba mata mereka bertemu, Steven tersenyum hangat. Lisa mengalihkan pandangannya dari wajah Steven. Lisa tidak pernah sanggup bertahan dari senyuman Steven, dia selalu luluh.

‘Dia cuma anak kecil dan aku masih marah!’ ucapnya dalam hati mencoba mengalihkan perasaan gugup yang membuat dadanya sesak.

“Ini dipaksa ya buat bantuin kita?” tanya Steven bercanda.

“Kok tahu?” jawab Lisa semakin ketus.

“Hush, becandanya ga usah berlebihan.” potong Donna, setelah mendengar pembicaraan Steven dengan Lisa.

“Dia lagi ada masalah. Berikutnya!” ujar Donna mencoba mencairkan suasana sambil sambil menunjuk Ersa. Steven mengangguk lalu melanjutkan perkenalannya ke orang berikutnya. Tapi sesekali Steven melirik Lisa yang tampak tidak nyaman berada disana.

Donna segera mendekati Lisa “Lo kenape? Kok jutek amat?” bisiknya dengan sedikit kesal.

“Gue udah bilang ga mau kesini. Tapi kalian maksa, jadi terima aja kalo gw jutek!” jawab Lisa tak kalah kesal.

Donna diam, dalam hati dia menyesal memaksa Lisa ikut.

‘Selalu begini, egois!’ pekik Donna dalam hati. Setiap kali mereka melakukan sesuatu yang tidak disukai Lisa, dia pasti akan mengacaukannya. Tapi setiap kali mereka melakukan hal yang diinginkan Lisa, sekalipun ketiga sahabatnya menolak, Lisa akan memastikan semua berjalan sesuai keinginannya dan tidak akan membiarkan seorangpun mengacaukannya.

Lisa melirik wajah Donna yang cemberut dan menjaga jarak darinya. Lisa tersenyum.

‘Anak muda gampang sekali merajuk.’ gumannya dalam hati

“Maaf ya, gue cuma becanda kok. Ga bakalan jutek lagi deh. Oke?” bujuk Lisa sambil merangkul Donna. Donna memandang wajah Lisa heran lalu mengangguk perlahan.

‘Sejak kapan dia mau minta maaf?’ tanya Donna dalam hati. Dia merasa memang ada sesuatu yang salah dengan Lisa.

Steven selesai berkenalan dengan semua mahasiswi yang hadir.

“Ok, sekarang saya minta tolong rekan-rekan semua untuk mengisi data ya. Nama, nomor HP atau pin BBM, kalau mau sekalian tulis alamat rumah juga boleh. Hehe.” ucap Steven sambil menyerahkan selembar kertas kepada Donna.

“Ini untuk memudahkan kami kalau mau menghubungi kalian, andaikan ada hal-hal yang perlu kami informasikan ke kalian.” lanjut Steven kembali tersenyum.

Lisa tidak ingat pin BBM nya dan sialnya dia lupa di mana letak informasi tentang pin BBM. Akhirnya dia hanya mencantumkan nomor HP nya karena hanya itu yang dia ingat. Lisa tidak pernah mengganti nomor HP nya sejak pertama memiliki HP, begitu juga dengan Steven.

Setelah selesai menulis data, Lisa melihat Steven duduk di kursi besi yang terletak tidak jauh dari tempat Lisa berdiri. Sebenarnya dia sangat terpukau dengan penampilan Steven saat muda.

Dia teringat betapa dulu dia sangat tergila-gila kepada Steven. Apapun yang Steven lakukan terlihat seperti aksi seorang pesulap yang membuatnya terkesima. Lisa ingat semuanya, Lisa ingat semua perasaan cinta dan obsesinya kepada Steven.

‘Sial! Sial!’ maki Lisa dalam hati setelah menyadari bahwa Steven menangkap basah dia sedang memandangi Steven sambil tersenyum.

“Udah pada selesai kan, yuk balik ke kelas.” tukas Lisa gugup, sambil mendekati para sahabatnya.

“Bentar ah. Kelasnya masih setengah jam lagi kok. Siapa tahu masih ada pengumuman lain.” sahut Ersa menunjuk Steven yang sedang berjalan menuju ke arah mereka.

“Ok, kalau sudah semua. Saya ucapkan terima kasih. Untuk info selanjutnya nanti kami hubungi via HP ya.” ucap Steven lagi-lagi sambil tersenyum. Lisa yang tidak berani memandang wajah Steven, membuang pandangannya ke seberang taman. Tiba-tiba dia melihat ada dua mahasiswi yang sedang berlari ke arah mereka.

“Sorry, sorry telat, tadi kelasnya kelamaan.” teriak salah satu dari mereka sambil terus berlari mendekat ke arah Steven.

“Kenalin saya Steven, ketua BPM Fakultas Teknik.” jawab Steven sambil mengulurkan tangan.

“Rika.” sahut mahasiswi yang dandanannya tampak mencolok, sambil meraih uluran tangan Steven.

“Kebetulan aku juga di BPM Fakultas Hukum, jadi kalau ada apa-apa boleh langsung berhubungan sama aku aja.” rayunya sambil terus memegang tangan Steven. Steven mengganguk dengan senyum terpaksa lalu berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Rika.

Lisa melihat Rika dengan penuh kebencian. ‘Perempuan murahan!’ gerutunya dalam hati.

Steven beralih kepada mahasiswi yang satu lagi. Penampilannya menarik dan tidak senorak temannya. Pembawaannya juga tampak lebih berkelas.

“Hai, aku Angel.” ucapnya tenang.

*BPM: Badan Perwakilan Mahasiswa, sekarang disebut BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa)

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status