Share

05 : Dia Sungguh Navia?

Author: Melodearose
last update Last Updated: 2023-06-12 20:36:07

Malik berusaha keras untuk keluar dari kerumunan dan dia tidak menunggu untuk berlari menghampiri perempuan yang terlihat mirip dengan Navia itu.

Logikanya berkata untuk berhenti. Tidak mungkin orang yang sudah meninggal, bisa hidup lagi dan berdiri di depan matanya. Tapi seperti orang bodoh, Malik malah semakin cepat melangkah dan membuat perempuan itu akhirnya lari dengan wajah panik.

Kenapa dia lari? Memang dia mengenal Malik? Seharusnya dia tetap di sana jika dia bukan Navia, jadi … apakah perempuan itu benar-benar Navia?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus terputar di otak Malik selagi kakinya menerjang jarak yang semakin jauh ketika perempuan itu juga berlari tak kalah kencang darinya.

“Tunggu, kamu! Berhenti!” ujar Malik, membuat orang-orang yang menontonnya—kini bingung karena dia tiba-tiba kabur dari kermunan dan itu demi mengejar seorang perempuan?

Awalnya orang-orang itu berpikir Malik hanya mencari alasan untuk lari dari masalah, tapi sejak lelaki itu sudah tidak menaruh perhatiannya pada masalah proyek dan bersikap tak acuh, mereka sadar jika ada hal tidak beres yang terjadi dan membiarkan Malik pergi untuk mengejar perempuan yang mungkin dikenalinya.

“Tolong berhenti sebentar, Mbak!” Malik berkata, berusaha untuk membuat perempuan itu berhenti tapi si perempuan malah berlari lebih kencang. “Saya mau tanya sesuatu! Berhenti dulu!” Malik meninggikan suaranya, dan dia tidak sabar jika si perempuan tidak mau diajak kerja sama.

Malik berlari lebih kencang sampai tangannya berhasil menyentuh pergelangan perempuan itu dan hampir membuatnya berhenti, jika saja perempuan itu tidak tiba-tiba berbalik dan memasuki gang perumahan yang padat.

“Sial!” Malik mengumpat, dia tidak pernah merasa seburuk ini hanya karena gagal mendapatkan sesuatu. Karenanya, Malik kembali berlari mengejar perempuan itu yang juga tak kalah berusaha keras untuk lari darinya. Jika dipikir secara logika, gadis desa biasa akan senang jika ada orang kota berpakaian rapi datang mendekatinya. Tapi perempuan itu lari dengan wajah panik dan ketakutan yang mudah terbaca, seakan-akan melihat Malik adalah mimpi buruknya yang jadi nyata—seakan-akan perempuan itu memanglah Shanavia Arini yang berusaha melarikan diri setelah bertemu kembali dengan Malik.

Malik semakin ingin mendapatkan perempuan itu dengan segera dan menuntaskan rasa penasarannya, tapi tampaknya tidak akan mudah karena perempuan itu terlihat terlalu pintar memilih jalan untuk menghindarinya. Malik tidak punya kesempatan untuk mendekat sedikit saja dan dia sudah dibuat bingung akan jalan mana yang harus diikutinya untuk mendapatkan perempuan itu.

Untung saja Malik adalah seorang laki-laki, dia memiliki tenaga dan stamina yang tentunya lebih unggul sehingga dia bisa mempercepat larinya. “Tunggu!” Sekali lagi, Malik berhasil menggenggam tangan perempuan itu dan kali ini dia membuat perempuan itu berhenti.

“Lepasin saya!” Perempuan itu memekik, suaranya mirip sekali dengan suara Navia—semakin yakin bagi Malik untuk tidak melepasnya.

“Saya mau tanya sesuatu sama kamu!”

“Saya nggak ada urusan sama kamu! Lepasin saya atau saya bakal teriak!”

“Saya nggak berniat jahat! Saya benar-benar cuma mau tanya tentang siapa kamu!”

“Untuk apa kamu tanya begitu!”

“Karena kamu mirip sama Navia!”

Perempuan itu tiba-tiba berhenti memberontak ketika Malik menyebut nama Navia. Mata mereka bertemu dalam ketegangan, tajam nan serius menatap satu sama lain. Reaksi perempuan itu membuat Malik tersadar, jika apa yang diyakininya sejak tadi mungkin adalah apa yang sebenarnya terjadi, bahwa perempuan di depan matanya ini pasti Navia.

“Navia … ini pasti kamu! Kamu nggak benar-benar meninggal malam itu, kamu selamat dan kamu sengaja lari dari aku!” ujar Malik, dan perempuan itu tidak bereaksi seolah sengaja mendengarkan perkataannya, “kenapa kamu lakuin ini sama aku, Navia? Satu tahun … satu tahun aku hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah atas kematian kamu! Tapi ternyata kamu masih hidup dan—”

“Kamu ini ngomong apa, sih!?” Malik tercengang ketika tiba-tiba perempuan itu menepis genggamannya, “pakai cari alasan segala lagi! Kamu pasti punya maksud buruk, kan!?”

“Nggak, Navia! Navia dengerin aku!”

“Tolong …! Tolong ada laki-laki kota cabul yang mau nyulik saya!”

“Navia!”

Duagh!

“Ukh!” Malik spontan memegangi kepala belakangnya ketika sesuatu memukul tengkuknya keras, dia sempoyongan dan menoleh ke belakang—tepat ketika pemuda yang tadi ada di depan kerumunan, sekarang berdiri di belakangnya sembari memegang balok kayu. “Kamu …!” Malik ingin marah, dia ingin membela diri kalau tidak seharusnya dia diperlakukan seperti ini, tapi semua itu kalah cepat dengan kesadarannya yang seakan hilang dalam sekejap.

***

Ketika ia membuka mata, Malik sudah berada di sebuah ruangan yang khas dengan aroma obat-obatannya. Sekilas melihat saja Malik tahu dia berada di mana. Tapi yang membuatnya langsung benar-benar tersadar adalah, sekelebat wajah perempuan yang mirip dengan Navia yang muncul dalam kepalanya.

“Navia!” Malik langsung duduk, tapi sakit luar biasa ia rasakan di bagian tengkuknya dan saat ia menyentuh—dia sadar jika kepalanya terluka dan pasti karena pukulan pemuda desa tadi. Malik menghela napas dan menundukkan kepalanya dalam ratapan. Padahal tadi hampir saja dia bisa mengungkap kebenaran, tapi pemuda gegabah tadi mengacaukan segalanya.

Malik ingat ekspresi perempuan itu ketika dia berbicara tentang Navia, sorot matanya gemetar dan menunjukkan sebuah relevansi akan cerita yang Malik ungkap. Tapi pada akhirnya perempuan itu tetap menyangkal dan Malik sudah menduga kalau hal seperti itu akan terjadi.

Tapi tetap saja, mengingat bagaimana raut dan wajah perempuan itu bereaksi ketika Malik datang padanya dengan cerita seorang Navia, membuat Malik merasa dia tidak bisa melepaskannya begitu saja. Malik harus segera mencari keberadaan perempuan itu dan bicara baik-baik, jika saja dia memang benar Shanavia Arini maka itu akan jadi berita bagus. Malik segera menarik kesimpulan kalau kemungkinan yang dia percaya semakin besar karena sejak satu tahun lalu, jasad Navia tidak pernah ditemukan.

"Sudah bangun?"

Malik segera menoleh ketika seseorang mengajaknya bicara.

Rupanya pemuda yang memukul kepalanya tadi, kini berbicara dengan nada dingin. Sudah begitu wajahnya tidak menunjukkan rasa bersalah sama sekali. Suasana hati Malik jadi makin berantakan.

“Mau ke mana, Pak?” tanya pemuda itu, menatap tajam Malik yang meninggalkan kasur.

“Itu bukan urusan kamu,” jawab Malik dingin, tapi pemuda itu langsung pasang badan untuk menghalanginya keluar.

“Apa Bapak mau nyari Nirmala dan berbuat macam-macam lagi kayak tadi!?”

“Nirmala?” tanya Malik.

“Iya, perempuan yang Bapak pegang erat kayak macan nerkam mangsanya tadi itu Nirmala, dan dia pacar saya!”

Malik syok, dia membatu beberapa saat mendengar apa yang pemuda itu katakan. Pacar, katanya?

Tapi ini bukan saat yang tepat untuk syok hanya karena hal yang belum pasti baginya; Malik akan percaya kalau dia mendengar langsung dari mulut perempuan bernama Nirmala itu.

“Saya harus ketemu sama dia,” ujar Malik, dan tentu saja dia langsung dihalangi.

“Bapak ini kalau nafsu, jangan diketarain banget begitu, dong, Pak! Nggak malu sama jas klimis Bapak!?”

“Saya bakal malu kalau saya pernah membahayakan nyawa orang asing tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi!” balas Malik, menyindir pemuda itu atas perlakuannya tadi. Terlihat si pemuda sedikit gugup, pasti tersindir. “Dan saya bilang ke kamu, saya bukan orang cabul! Saya punya urusan sendiri, kenapa saya harus ketemu sama perempuan yang katamu bernama Nirmala tadi … itu bukan urusan kamu!”

Malik melenggang pergi ke luar ruangan, rupanya dia sedang berada di klinik dan belum keluar dari area desa. Dengan langkah sedikit terhuyung dan kepala yang masih terasa berputar-putar, Malik berjalan untuk mencari tempat di mana Nirmala tinggal—dan sudah pasti dia tidak punya petunjuk sama sekali.

Ponselnya tidak tahu di mana, jas hitamnya juga tidak ada. Pasti dua benda itu tertinggal di klinik tadi, tapi Malik sudah tidak peduli sejak itu bisa diurusnya esok hari. Tapi soal perempuan bernama Nirmala tadi, Malik merasa jika dia akan kehilangannya bahkan jika hanya satu detik terlambat.

Karena itu, dia harus cepat-cepat menemui Nirmala, hari juga sudah menjelang petang tapi tidak ada orang yang bisa dia mintai tolong sejak dia dilihat sebagai orang kota yang bermaksud jahat oleh warga sekitar.

“Sialan …,” gumam Malik, sesekali memijat kepalanya. Dia tidak pernah diperlakukan seperti ini dan merasa sehina ini hanya karena tatapan orang-orang desa, bahkan orang-orang kota bersikap sopan kepadanya! Demi memuaskan rasa penasarannya … demi Shanavia yang sudah membuatnya berada di titik seperti ini, Malik bersumpah akan mendapatkan wanita itu kembali!

Tapi tiba-tiba ....

TIIIN!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   25 : Nirmala Minta Maaf

    Sejak pergi dari mal, Malik hanya diam saja. Nirmala merasa tidak nyaman setelah melihat alis tajam Malik sejak mereka keluar dari toko es krim tadi. Karena itu juga, Nirmala tidak bisa menikmati waktu santai yang diberikan Malik untuknya sehingga dia hanya membeli satu sepatu dan meminta untuk pulang.Sejak saat itu, Malik tidak mengatakan apa pun. Tatapannya tajam dan dingin, seperti akan menyapu seluruh eksistensi yang ada di depan mobilnya. Nirmala tidak mau memedulikan itu, tapi keheningan yang mengurungnya ini terasa seperti mencekik. Dia tidak tahan, sampai akhirnya bersuara.“Pak Malik marah sama saya?” tanya Nirmala dengan suara yang jelas.“Memang kamu ngelakuin sesuatu yang buat saya marah?”“Seinget saya, sih, enggak.”“Kalau begitu saya nggak marah.”“Tapi ekspresi bikin saya nggak nyaman; mata Bapak kayak orang lagi nahan kesel. Bapak marah karena es krim rekomendasi Bapak saya sebut kayak rasa rumput?”Malik tidak menjawab; menghela napas singkat dan mengembuskannya den

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   24 : Ungkapan Terima Kasih Dari Malik

    Malik bisa berjalan dengan lebih ringan setelah mendengar perkembangan keadaan Kamal. Anak laki-lakinya itu semakin sehat, hasil imunisasi menunjukkan banyak hal baik dan Malik akui jika Kamal bisa seperti itu karena ada Nirmala di sampingnya."Kayaknya kamu udah berusaha keras buat jagain Kamal, ya?" Malik berbicara, sambil menyetir mobil sementara Nirmala duduk di samping kursi kemudi yang dia tempati.Ucapan Malik menjadi pengetuk kesunyian yang menyelimuti mereka sejak keluar dari rumah sakit, itu sedikit membuat Nirmala terkesiap."Ah ... oh iya? Saya gak ngerasa se-berjuang itu juga kok, Pak," balas Nirmala, menghindari kontak dengan Malik yang meliriknya.Malik mungkin sedikit heran dengan sikap canggung itu, Nirmala tidak peduli. Wanita itu masih teringat akan kesalahan yang dia lakukan semalam, dan itu masih menjaganya setiap kali dia melihat Malik.Nirmala hanya seorang pengasuh, tapi dengan lancang masuk ke ruang pribadi tuannya bahkan ketika semua orang dilarang masuk ke s

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   23 : Kamar Pribadi Malik

    Nirmala masih merasa tidak nyaman mengingat apa yang terjadi kemarin.Tentang lelaki asing bernama Adam yang langsung memeluknya ketika mereka pertama kali bertemu. Jujur saja, itu lebih membuat Nirmala tidak nyaman daripada bagaimana pertemuan pertamanya dengan Malik.Setidaknya, Malik tidak memaksa untuk memeluk Nirmala dan menyentuhnya, rasanya malah seperti; "Rasanya kayak yang suami Navia malah si Adam itu, dan bukan Malik."Nirmala menghela napas, menaruh kepalanya ke kasur Kamal sambil menunggu bayi itu benar-benar terlelap.Sepertinya kali ini Nirmala akan tidur lagi di kamar Kamal, sebab sejak kejadian kemarin, Kamal jadi semakin manja dan tidak mau jauh dari Nirmala.Mungkin karena bayi itu juga terkejut dengan suara di sekitarnya, atau mungkin dia merasakan apa yang Nirmala rasakan?Untuk sejenak, Nirmala merenungkan dan mengingat kembali titik mula yang membuatnya berakhir di tempat ini. Jika bukan karena kontrak yang menekan Nirmala, dia tidak akan datang dan melakukan ap

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   22 : Orang Baru

    Pagi yang cerah, Nirmala membawa Kamal untuk berjalan-jalan santai sekaligus berjemur.Semua orang terlihat senang dengan perkembangan baik Kamal setiap harinya semenjak Nirmala ada. Tak sedikit dari mereka berkata jika Kamal seperti mendapat ibunya kembali, dan Nirmala hanya akan tersenyum kecut."Apa kamu senang karena aku di sini?" tanya Nirmala pada Kamal yang sedang asyik sendiri di dalam kereta bayinya.Seakan mengerti apa yang Nirmala katakan, Kamal tersenyum lebar seakan menyambut Nirmala dalam peluk tangan kecilnya.Nirmala tersenyum hambar, tidak terlihat tenang sedikitpun meski dia merasa senang melihat senyum Kamal yang tampak tulus.Nirmala berlutut di depan kereta bayi, bersandar sambil mengulurkan tangannya untuk masuk dan meladeni Kamal yang ingin bermain."Sepertinya kamu bener-bener menganggap kalau aku ini ibumu, ya? Aku nggak tau kalau bayi pun bisa punya ingatan kuat untuk ingat wajah seseorang, tapi mungkin karena itu ibumu, kamu ingat wajahnya lebih baik dari wa

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   21 : Pergi Berdua Dengan Malik

    Malik dan Nirmala keluar dari sebuah ruangan bersama dengan Kamal yang sudah terlelap. Bayi itu tidur sangat pulas dalam gendongan Nirmala setelah menangis cukup lama pasca penyuntikan vaksin yang dilakukan rutin untuknya.Sementara menunggu proses administrasi selesai, Nirmala duduk dengan wajah kecut dan tatapan dinginnya mengarah pada Malik yang baru saja kembali dari membayar biaya imunisasi dan cek kesehatan Kamal.“Kamu belum makan?” tanya Malik, dengan nada yang pelan, “kamu kelihatan kayak pengen banget nelen saya hidup-hidup.”“Nggak masalah saya udah makan atau belum, Pak. Bapak sengaja bawa saya ketemu dokternya den Kamal yang kenal sama nyonya Navia, ya? Dia kelihatan syok banget tadi, kayak ngelihat hantu.”“Ah, saya nggak ngira dia bakal sekaget itu, sih. Wajar aja dia kaget, dia temennya Navia.”Nirmala menatap Malik dengan sorot tak percaya; bagaimana bisa Malik bersikap sesantai itu tanpa memikirkan dampak dari tindakannya lebih dulu?“Lagipula kenapa harus saya yang

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   20 : Memastikan Lagi

    Nirmala masih bersama Kamal di taman depan rumah Malik saat itu; membawanya berjalan-jalan sore setelah diberi makan oleh Emi. Jujur saja, Nirmala belum akrab dengan pekerjaannya. Dia masih merasa canggung dan masih membutuhkan bantuan tiga pengasuh Kamal sebelumnya untuk bisa meningkatkan keahliannya. “Kalau bukan karena orang desa, aku pasti nggak bakal pernah ke sini dan kerja kayak begini,” ujar Nirmala, membiarkan Kamal duduk di kursi taman sambil dia pegangi agar tidak jatuh. Kamal terlihat sangat ceria, dia mengoceh banyak dengan bahasa bayi dan ingin menyentuh banyak hal. Jujur saja itu sedikit merepotkan, apalagi bayi belum tahu mana benda yang aman untuk dia sentuh dan yang tidak. Tadi hampir saja Leria membiarkan Kamal menyentuh dahan bunga mawar yang berduri. “Den Kamal … seneng banget, ya, Den, main sama saya?” tanya Nirmala di hadapan Kamal, yang hanya tertawa seolah dia mengerti apa yang pengasuhnya tanyakan. “Saking

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status