Home / Rumah Tangga / KEMBALINYA ISTRIKU / 7. Hari yang sial

Share

7. Hari yang sial

Author: Muninggar88
last update Last Updated: 2024-01-29 11:54:06

Akhirnya keuangan kami sudah lebih membaik dari sebelumnya. Ternyata sangat mudah untuk bisa mendapatkan sejumlah uang dari menjaminkan surat motor. Aku kira uang sebesar sepuluh juta dari dua surat motor yang ku gadai paling tidak cukup untuk satu mingguan ke depan.

Aku harus segera menemui Lasmi. Aku sudah rindu dengan dirinya. Aku tahu dia pasti masih marah karena aku sempat memenuhi permintaannya. Aku akan memberikannya kejutan. Karena hari pernikahan kami pula sudah semakin dekat, hanya tinggal menghitung hari. Kami akan segera mempersiapkan pernikahan kami.

"Huek..., huek..., huek...," saat kaki ini hendak melangkah keluar kamar tiba-tiba terdengar suara seperti orang mabuk. Aku segera keluar kamar untuk mengecek sumber suara tersebut. Dan benar saja Eni yang ku dapati sedang bersama dengan ibuku, yang mana ibu sedang memijat pundak adik bungsuku.

"Eni kenapa, Bu?" tanyaku sambil menyelidik ke arah perempuan yang berstatus adik bagiku.

"Ibu juga gak tahu. Palingan juga masuk angin." ucap ibuku datar.

"Huek..., huek..., huek...," lagi Eni kembali ingin memuntahkan sesuai dari perutnya. Dia berlari ke arah kamar mandi yang ada berdampingan dengan dapur. Aku dan ibu pun mengekor di belakang.

"Rud, coba kamu antar adikmu untuk periksa." titah ibu setelah Eni hilang di balik pintu kamar mandi.

"Rudi sudah ada janji sama Lasmi, Bu. Kenapa gak sama ibu saja atau minta tolong sama Mbak Lestari." Aku mencoba menghindar.

"Kamu itu. Sudah tahu adikmu itu sakit. Kamu masih memikirkan kesenanganmu sendiri." ujar ibu sambil berlalu dari hadapanku. Biarlah, Eni menjadi urusan ibu karena aku juga memiliki urusan sendiri. Lagi pula adikku itu sudah besar dan bukan anak kecil lagi.

Aku segera berlalu meninggalkan rumah ibuku untuk menuju rumah kekasihku. Entah kenapa tiba-tiba saja motor yang aku kendarai ini mesinnya mendadak mati padahal aku sudah mengisi bensinnya sampai full dan kenapa juga harus tepat di depan area pemakaman umum di ujung desa. Meski jarak rumah kami hanya berbeda desa. Aku sengaja mengambil jalan tikus agar lebih cepat untuk sampai di rumah Lasmi. Jalanan menuju ke rumahnya melewati persawahan milik warga dan sebelum melintasi jalan persawahan tersebut terdapat jembatan yang merupakan batas antar desa yang mana sebelum melintasi jembatan tersebut adalah merupakan tanah pemakaman umum yang mana mendiang Zaki putraku juga di kuburkan di tempat tersebut. Tiba-tiba pikiran aneh melintas di benakku. Pasalnya biasa banyak warga yang beraktivitas di sawah tapi tidak dengan saat ini. Sangat sepi bahkan tidak ada seorangpun yang melintas selain aku seorang.

'Si*l!' umpatku dalam hati. Tak ku sangka niat untuk menjemput kebahagiaan justru berbuah ke s**lan. Matahari sudah berada tepat di atas kepala belum juga ada seorang yang melintasi jalanan ini. Sudah beberapa kali aku berusaha untuk mencoba mendorong motorku ini, namun nihil tak sejengkal pun motor ini bergerak dari tempatnya. Apakah ini akibat karena aku tidak memenuhi permintaan ibuku untuk mengantarkan Eni pergi periksa ke puskesmas? Jika iya, aku benar-benar menyesali keputusanku tadi. Atau juga..., ah tidak mungkin. Aku segera menepis pikiran aneh di otakku ini. Zaki sudah pasti saat ini tenang di sana.

'Kenapa jadi seperti ini!' teriakku dalam hati. Aku menendang ban motor yang tidak punya salah kepadaku untuk melampiaskan emosiku. Sudah sedari tadi aku di sini dan berharap ada seseorang yang dapat menolongku. Sekali lagi ku coba menstarter mesin motorku ini berharap ada keajaiban dan segera menyala lagi. Namun lagi dan lagi tidak ada tanda-tanda untuk mesinnya hidup kembali. Ku coba untuk mengecek gawai yang aku bawa dan si*lnya lagi gawai yang sedari tadi pagi sudah aku isi entah kenapa tiba-tiba juga ikut mati pula dan juga tidak dapat aku hidupkan. Sudah jalan yang sepi tidak seperti biasanya dan tiba-tiba saja awan mendung menyelimuti langit biru yang awalnya cerah.

Belum sempat diri ini mencari tempat untuk berteduh tiba-tiba angin kencang di sertai gelegar kilat saling bersautan bersamaan dengan derasnya air hujan yang turun.

Tanpa berpikir panjang aku berlari ke arah pondok kecil yang terletak di depan pintu masuk atau makam. Jangan di tanya bagaimana. Karena terpaksa juga sehingga rasa takut yang semula singgah tiba-tiba menguap begitu saja.

🌺🌺🌺

Tepat waktu magrib aku tiba di rumah dengan kondisi basah kuyup karena hujan angin yang meskipun aku sudah berteduh tetap saja baju yang aku kenakan basah karena terpaan air hujan. Untung saja aku tadi di pertemukan dengan sebuah mobil pickup pengangkut padi. Kalau tidak, entah bagaimana dengan nasibku ini.

Aku sudah berganti baju. Meski begitu badan ini masih saja menggigil karena hawa dingin yang lumayan tadi.

"Ini, cepat kamu minum wedang jahenya." Ibu menyodorkan cangkir yang di dalamnya berisi seduhan jahe.

"Iya, Bu, terimakasih." Aku segera meraih cangkir tersebut dan segera menyesapnya dengan sesekali meniup-niup isi yang ada di cangkir tersebut.

"Kamu kok sampe bisa basah kuyup seperti tadi?" tanya ibuku dengan menatap aneh ke arahku. "Namanya juga kehujanan." ujarku lalu meneruskan kembali menyesap jahe panas yang ada di cangkir yang ku bawa.

"Kok aneh kamu itu. Lha wong sedari tadi pagi sampe menjelang sore di situ panasnya terik." ujar ibu yang sepertinya tidak mempercayai ucapanku.

"lha nyatanya juga begitu. Terus tadi ibu jadibke puskesmasnya?"

"Gak jadi, Eninya sudah ibu paksa-paksa juga gak mau. Dia tadi cuma minta di kerokin sama minta di beliin rujak buah." Entah kenapa aku merasa aneh dengan yang baru saja yang di omongkan oleh ibuku tentang sakitnya Eni. Kok dipikir-pikir gejalanya mirip dengan waktu Rani awal-awal hamil Zaki dulu. Atau jangan-jangan.

"Terus, tadi ibu dapat rujaknya?"

"Iya dapat. Tadi Lestari, kakak kamu yang nyariin. Entah dapat di mana anak itu."

"Terus sekarang gimana kondisi Eni, Bu?"

"Habis makan rujak tadi siang. Adikmu itu tertidur pulas. Tadi sempat bangun minta di beliin bakso yang pedes." Aneh, padahal Eni kan gak suka sama makanan yang pedas-pedas.

Ah, anak itu bikin penasaran saja sakitnya. Semoga saja dia cepat pulih seperti sedia kala.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEMBALINYA ISTRIKU    35. Terusir lagi

    "Rud, kita gagal lagi. Ibu pikir harusnya kamu itu tinggalkan saja si Lasmi dan mencoba untuk mendekati Rani lagi. Karena kalau kamu berhasil dapatin si Rina itu sana artinya kamu bisa merubah hidup kita. Ibu bosan hidup miskin dan susah. Makan saja susah." Ibunya Rudi berusaha menghasut putranya."Tapi apa Lasmi mau Rudi tinggal, Bu? Kita saja numpang hidup sama dia." "Ya kamu pinter-pinter cari cara dong. Masa gitu saja harus tanya sama ibu kamu ini."Rudi dan ibunya sedang berada di kamar yang ditempati oleh ibunya Rudi. Tanpa sepengetahuan keduanya, Lasmi yang tadinya berpamitan untuk pergi sebentar ia urungkan karena ada sesuatu yang tertinggal. Dan benar saja, Lasmi mendengar dengan telinganya sendiri jika ternyata ibu mertua dan suami sedang bersekongkol untuk menyingkirkan dirinya.Mendengar percakapan di dalam kamar yang posisinya tidak tertutup dengan sempurna. Dari balik pintu terdengar gigi gemeletuk milik Lasmi."Oh, ini ternyata rencana kalian. Baiklah ternyata aku saat

  • KEMBALINYA ISTRIKU    34. Tak tahu malu

    "Wah, besar juga toko milik si Rani," ujar ibunya Rudi menatap takjub. Rudi sengaja memarkirkan motor miliknya agak jauh dari tempat istrinya tersebut."Alah..., biasa juga kali, Bu!" sewot Lasmi pada ibu mertuanya."Tunggu sebentar!" panggil Rudi pada kedua perempuan yang sudah terlebih dahulu melangkah di depannya.Rudi melangkah lebih maju agar bisa mengimbangi posisi mereka. "Sebaiknya Rudi nunggu di sini saja. Lihat ada dua penjaga di depan toko itu," ujar Rudi sambil menunjuk pada dua orang yang sedang terduduk di emperan toko."Emang ada masalah apa sama kamu, Bang?" tanya Lasmi penasaran. Matanya menyorot tajam ke arah suaminya."Pokoknya kalian saja yang masuk ke sana dari pada kena masalah," titah Rudi pada kedua perempuan beda generasi tersebut."Sudalah, Las. Kamu gak usah banyak protes. Yang penting sekarang kita itu bisa belanja banyak tanpa harus keluar duit," sahut ibu mertua Lasmi.Akhirnya keduanya pun bergerak dan meninggalkan Rudi yang berada beberapa meter dari t

  • KEMBALINYA ISTRIKU    33. Waspada

    Setelah kejadian kemarin. Keluarga Rani tidak ingin lagi kecolongan dengan keberhasilan Rudi yang menyelinap di kediaman miliki putri mereka.Sebelum perceraian antara Rani dan Rudi benar-benar disah-kan oleh pengadilan agama. Orang tua Rani sangat berhati-hati dalam menjaga keselamatan putri mereka terlebih aksi nekat yang telah dilakukan oleh laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi mantan menantu keluarga mereka.Kedua orang tua Rani sangat menyesalkan sikap mereka karena telah memberikan restunya pada laki-laki yang ternyata benar-benar tidak bertanggung-jawab. Bukan hanya melimpahkan kewajibannya sebagai tulang punggung keluarga. Keluarga dari menantunya pula yang telah membuat cucu mereka harus meregang nyawa tanpa ada kesempatan bagi mereka untuk menatap kepergian cucu mereka untuk yang terakhir kalinya. Keluarga Rudi sengaja menyembunyikan kematian putranya dari keluarga istrinya.Tidak hanya putri mereka yang diperas keringatnya oleh keluarga dari besan melainkan persekongko

  • KEMBALINYA ISTRIKU    32. Tidak akan melepaskan

    Mas, kamu itu dari mana saja? Masih pagi bukannya kerja malah keluyuran. Terus itu kakimu kenapa? Kok kamu jalannya pincang gitu?" Rudi yang baru sampai di rumah. Di depan teras tempat mereka tinggal sudah menanti istri yang sudah menunggunya dengan muka yang sudah tidak bersahabat."Cerewet! Aku ini juga sudah usaha. Memang belum rejekiku hari ini." ucapnya tanpa memperdulikan wanita di depannya itu. Terus melangkah hingga masuk kedalam rumah milik Lasmi."Kalian itu numpang di rumahku harusnya tau diri, dong!" cerca Lasmi sambil mengekor di belakang suaminya itu. "Aku sudah capek masak ibu sama ibumu enak dari tadi kerjanya cuma tiduran." keluhnya pada sang suami."Bisa diem gak! Aku ini juga capek!" hardik Rudi sambil memijat bagian tubuhnya yang sakit itu."Gimana mau diem kalau di rumah gak ada apa-apa. Aku ini juga butuh menyenangkan diriku sendiri. Aku sudah stres. Semua yang aku punya sudah aku jual. Tapi mana janjimu yang mau balikin itu semua?" "Itu semua juga dulunya aku y

  • KEMBALINYA ISTRIKU    31. Penggunaan

    Sudah satu Minggu dari kejadian kerusuhan yang diperbuat oleh keluarga Mas Rudi. Tak ada kabar lagi dari mereka semua. Surat gugatan pun telah terdaftar di pengadilan agama, tinggal menunggu surat panggilan untuk sidang perdana kami. Semoga selepas semua urusan ini selesai. Aku bisa kembali mendapatkan ketenangan dan menjalani hidup dengan tenang pun menata hidup dan masa depan. Untuk kembali menjalin hubungan, aku tidak membatasi. Mengikuti alur yang sudah diskenariokan oleh Sang Maha Pengatur dan Pemilik kehidupan.Rencanaku hari ini adalah bertemu dengan pembeli rumah itu sekaligus pelunasan dari sisa uang yang belum terbayar."Tunggu!" terdengar suara bariton yang sangat aku kenali.Iya, Mas Rudi yang berteriak memanggil namaku. Mau apa lagi dia datang kemari. Kenapa nyaliku jadi menciut begini. Tiba-tiba jantungku berdegup dengan kencangnya.Aku takut karena Mas Rudi bisa saja berbuat nekad seperti kemaren. Sedangkan di rumah hanya aku seorang dan dua orang karyawan yang berjag

  • KEMBALINYA ISTRIKU    30. Memata-matai

    "Mbak, Bayu tadi kayaknya lihat seseorang yang mirip banget sama Mas Rudi." "Apa, bener, Le, yang kamu lihat tadi itu suaminya, Mbakmu si Rudi itu.""Iya, Bu. Bayu yakin. Soalnya tadi orang itu juga merhatiin kita terus pas kita bagi-bagi nasi kotak di depan." ucap Bayu dengan mimik seriusnya."Apa mungkin Mas Rudi sudah tahu tempat ini ya, Yu?" "Bayu juga gak tahu, Mbak. Mungkin tadi juga dia pas lihat kitanya gak sengaja. Mungkin saja kan karena kita tadi di jalan pas Mas Rudi juga melintas di sana. Terus lihat kita.""Iya, juga, ya." di sambut anggukan oleh Ibu juga Bapak."Terus kemaren bagaimana pas kalian menyita rumah ibu mertuamu itu, Nduk? Bagaimana reaksi dari mereka?" tanya bapak karena penasaran."Iya, Nduk. Ibu juga penasaran. Akan tinggal di mana kalau mereka keluar dari rumah itu?""Rani juga gak tahu, Bu. Itu sudah bukan urut kita lagi.""Kemaren sempat bersitegang si, Pak. Mereka mencoba beralasan. Tapi karena gertakan dari preman yang di bawa oleh Pak Indra dan jug

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status