Satu minggu berlalu. Nami masih belum juga bertemu dengan Jhonatan. Entah pergi kemana Nami juga tidak mendapat kabar dari Jhonatan. Ia bagai hilang ditelan bumi.Pernah Nami sengaja mampir di warung makan dan barber shop tempat Nami dan Jhonatan datang, tapi para pemilik toko tersebut tidak tahu kemana Jhonatan pergi. Mereka melihat Jhonatan terakhir kalinya saat ia d atang bersama Nami tempo hari.Jaya memang sudah tidak lagi mengganggu Nami, ada sedikit rasa lega. Tapi rasa penasaran Nami tentang apa yang akan di katakan oleh Jhonatan namun pada akhirnya hingga saat ini Jhonatan tidak terlihat batang hidungnya.Hari ini Nami tidak ada jadwal pentas, ia menggunakan seharian untuk mencari di mana Jhonatan berada. Tapi hingga sore hari, Nami tidak dapat menemukan di mana Jhonatan berada. Lelah mencari, Nami menenggak minuman isotonik yang ia beli di warung pinggir jalan hingga habis. Setelah membuang botol bekasnya ke tempat sampah, Nami memutuskan untuk pulang ke tempat kosnya. Di s
Nami melempar tas selempangnya kesembarang arah. Ia lalu menghempaskan tubuhnya asal di atas kasurnya yang empuk. Rasa kesalnya masih menjalari hatinya karena perlakuan Jhonatan yang tiba-tiba menjadi aneh.Guling yang menjadi samsak kekesalan Nami kini ia peluk erat, "Apa dia cemburu liat aku dicium sama om-om tadi?" gumam Nami.Otaknya masih mencoba berpikir, "tapi masak iya dia cemburu?"Nami mengacak rambutnya kasar. Ia masih tidak mengerti, baru saja mereka bertemu tapi Jhonatan malah marah tidak jelas kepadanya.Di sisi lain. Jhonatan berjalan masuk ke dalam klub Zoi. kakinya melangkah ke arah di mana Nami menunjukkan arah toilet kepada pria paruh baya tersebut.Sampai di toilet, Jhonatan berdiri di depan pintu masuk toilet. Tak lama keluarlah pria paruh baya tadi. Ia terkejut melihat Jhonatan ada di sana."Sedang apa kamu di sini?" tanya pria itu."Sedang apa? seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepada pria tua sepertimu!" ucap Jhonatan ketus."Sedang apa? tentu saja berb
Nami berjalan menuju klub sore hari ini. Jadwal Nami Nami setiap sabtu dan minggu lebih awal dari hari yang lain."Neng!" Suara teriakan seorang pria yang cukup Nami kenal membuat Nami menolehkan pandangannya yang sedari tadi tertunduk lesu."Eh, Bang Boni?" sapa Nami saat mengetahui orang yang memanggilnya adalah Boni, teman Jhonatan."Kok sendirian, Neng? Jhon nya mana?" Tanya Boni sambil celingukan mencari sosok Jhonatan yang memang tidak ada di sekitar Nami. Nami hanya dapat menggelengkan kepala sambil memanyunkan bibirnya. "Berantem lagi sama Jhon?" selidik Boni.Nami menganggukkan kepala kali ini sambil memasang wajah sedih. Boni hanya dapat menggaruk kepalanya yang tidak gatal, 'rumit sekali pacaran ternyata.' Ucapnya dalam hati."Neng tampil awal kan? biar nanti abang bantu cari Jhon deh. Tapi janji ya, ini abang bantu, kalian jangan marah-marahan lagi!" Boni menyodorkan jari kelingkingnya.Isyarat janji kelingking yang Boni berikan ditanggapi oleh Nami dengan tersenyum. IOa
Nami keluar dari klub sambil melambaikan tangannya ke arah Jhonatan yang sedang menunggunya di gerbang keluar area klub. Senyumnya tampak lebar, hatinya senang sekali karena Jhonatan mau menemuinya kembali.Jhonatan hanya satu kali membalas lambaian tangan Nami, senyum simpul tampak setipis tisu. Tapi penampilan Nami malam ini mampu membuat wajah Jhonatan memerah. Nami tampak cantik sekali dengan dress sepanjang lutut dengan hiasan bunga-bunga besar di bajunya, lengan balon membuat Nami terlihat semakin menggemaskan. Saat Nami sudah mendekat pada Jhonatan yang masih tetap berdiri di tempatnya, Jhonatan mengacak sedikit rambut Nami, "Cantik banget si!" ucap Jhonatan polos.Nami yang dipuji Jhonatan seketika memerah wajahnya, Senyum tak lepas dari bibirnya walau Jhonatan tidak dapat melihat perubahan wajah Nami. "Makasih ya... Udah nggak marah lagi," Tidak ada ucapan lain yang yang dapat Nami keluarkan dari bibirnya. Jhonatan mau menemuinya setelah ucapan Nami kemarin pagi membuat Na
Tapi kali ini, Jhonatan tidak langsung pergi meninggalkan Nami begitu saja. Ia lebih mempercepat makannya. Melihat Jhonatan sudah selesai makan, dan menyalakan sebatang rokok, Nami mempercepat makannya sambil beberapa kali melirik mengamati perubahan mimik wajah Jhonatan yang masih saja datar."Dengar, aku sama sekali tidak bermaksud...""Aku tahu! kau tidak akan percaya semua ucapan ku sebelum kau mengetahuinya sendiri bukan. Ini memang terdengar tidak masuk akal. Tapi percayalah dunia yang sedang kau geluti tidak semudah yang kau perkirakan. Banyak hal-hal yang lebih besar dari hanya sebuah pekerjaan.Banyak hal gelap yang tersembunyi. Hal yang tidak akan pernah kau sangka sebelumnya. Jadi... Percaya saja padaku, aku tidak akan pernah mengkhianatimu walau kenyataan yang terlihat nantinya akan sangat menyakitkan, baik untukmu maupun untukku." Nami menghentikan makanya, ia menatap wajah Jhonatan yang tampak menatap hampa pada langit-langit warteg yang mulai banyak sarang laba-labanya
Pria berbadan besar itu hendak menarik kerah baju Jhonatan, tapi kawannya yang berdiri tepat di belakangnya menahan bahu pria tersebut. Ia memberi isyarat agar tidak melakukan tindakan di luar perintah.Pria bertubuh besar itu menghela nafasnya kasar. Matanya nyalang menatap Jhonatan yang menatapnya dengan pandangan remeh. "Kalau ketemu lagi, habis Lo sama gue!" desis pria bertubuh besar tersebut, jari telunjuknya menunjuk muka Jhonatan.Beberapa orang yang datang bersama pria besar tersebut perlahan mengundurkan diri. Jhonatan menghela nafas perlahan, Boni yang sedari tadi memperhatikan situasi, kini berdiri di samping Jhonatan.Tangannya menepuk bahu Jhonatan. Jhonatan yang merasa bahunya di sentuh menoleh ke arah Boni yang kini berada di sampingnya. "Jujur deh Lu sama kita-kita, lagi ada masalah sama siapa? nggak biasanya Lo kena ancem begini?" tanya Boni to the point.Jhonatan menepis tangan Boni, "Bukan masalah berat, kalian santai aja! biar gua urus sendiri." ucap Jhonatan. Jho
Jhonatan merenungkan semua ucapan Satria, jika ingin mengusik klub Zoi, memang diperlukan perhitungan yang matang. Salah-salah jika Jhonatan salah mengambil jalan, yang paling dirugikan disini adalah Nami. Karena Nami orang yang bersangkutan langsung dengan klub Zoi dan Nami mengenal Jhonatan.Pikiran Jhonatan melayang hingga ia tidak melihat seorang gadis tengah menyeberang jalan. Jhonatan sontak membanting motornya ke sebelah kiri lalu menghentikan laju motornya kemudian mematikan mesin motornya. Beruntung Jhonatan tidak terjatuh dari motornya.Setelah memarkirkan motornya, Jhonatan segera berlari ke arah gadis yang hampir saja tertabrak olehnya. "Maaf! apa ada yang terluka?" tanya Jhonatan sambil melihat-lihat bagian tubuh gadis itu yang Jhonatan pikir dapat terluka karena peristiwa barusan.Gadis itu menggelengkan kepalanya sambil memasang muka masam. Setelah merasa tidak ada yang terluka, Jhonatan melepaskan pegangan tangannya dan sedikit memberi jarak antara dirinya dan gadis it
Nami mengedipkan matanya beberapa kali. Tatapannya tak lepas dari wajah Jhonatan yang perlahan menjauh dari wajahnya. Senyum teramat manis dari bibir manis yang baru saja mengecup bibirnya membuat wajah Nami memerah. "Dah! masuklah. Aku tunggu di depan! semangat sayang..." ucap Jhonatan, tangannya tak henti mengelus pipi mulus Nami.Nami hanya dapat mengangguk patuh, Jantungnya saat ini sudah terasa akan meledak jika ia tidak cepat-cepat menjauh dari Jhonatan. Perlahan tubuhnya berbalik, matanya sempat melihat sosok pria paruh baya yang sempat mengecup pipinya beberapa minggu lalu, namun Nami tak ingin menyapanya. Ia langsung masuk ke dalam ruangan lalu menutup pintu ruangan tersebut.Jhonatan melangkahkan kakinya berjalan meninggalkan ruangan Nami, ia hendak keluar tapi pria paruh baya itu masih berdiri di tempatnya, sehingga mau tak mau Jhonatan harus melewatinya."Kau sengaja melakukannya" ucap pria itu saat Jhonatan melewatinya.Jhonatan menghentikan langkahnya, ia melirik sejena