Share

Part 5. Dia Sepupuku

Penulis: Rizka Fhaqot
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-23 17:28:23

"Naomi 'kan? Anak Paman Dayat?" ucap laki-laki itu memastikan. Laki-laki bertubuh tinggi dengan dagu belah itu tersenyum manis. Nabila bahkan tak berkedip dibuatnya. 

Merasa nama dirinya dan sang ayah disebut Naomi segera menyelesaikan minumnya lalu menoleh ke asal suara. 

"Eh, Bang Faiq. Kapan balik ke Indonesia?" tanya Naomi. Tangannya terulur ke arah Faiq, lalu mencium takzim  punggung tangan saudara sepupunya itu. 

"Abang udah sebulan yang lalu balik, Na," jawab Faiq dengan nada santun. 

"Oh, iya, duduk, Bang. Kenalin ini Nabila, temen Naomi." 

Nabila sedikit tersentak lalu berusaha bersikap tenang dengan melempar senyum ke arah Faiq. Wajah rupawan Faiq mampu membuat Nabila tersihir. Laki-laki itu terlihat begitu sempurna dengan alis mata menyatu, hidung mancung, serta dagu belahnya. 

"Faiq!" ucap laki-laki itu dengan senyum manisnya. 

"Nabila," balas Nabila santun. Matanya terus menatap lekat wajah tampan di hadapannya itu. 

"Ini abang sepupu aku, Bil. Namanya Faiq Fikri. Kami biasa memanggilnya Bang Faiq." Naomi menjelaskan sambil tersenyum ke arah Nabila. 

"Abang udah makan?" Naomi kembali bertanya dan melirik ke arah Faiq. 

"Udah, Na. Abang udah dari tadi merhatiin kamu dari pojok sana takut salah orang." Faiq menunjuk posisinya sejak tadi di rumah makan ini, sebelum akhirnya memutuskan untuk mendekat ke meja di mana Naomi berada. 

"Baru dua tahun nggak ketemu masa udah lupa?" Naomi melipat dahinya. 

"Kali aja punya kembaran beda rahim. Nggak lucu kan kalau langsung sok akrab, tau-tau salah orang." Faiq nyengir kuda. Wajah tampan laki-laki itu terlihat semakin sempurna. 

"Ya, nggak pa-pa, sekalian kenalan," goda Naomi pada laki-laki yang 3 tahun lebih tua darinya itu.

"Dari dulu emang nggak pernah berubah, ya," ucap Faiq dengan tawa renyah. 

"Apanya?"

"Suka usilnya." Keduanya tertawa bersamaan. Sedang Nabila hanya tersenyum manis. Melihat keakraban antara Faiq dan Naomi membuat Nabila berpikir tentang sesuatu yang Naomi sama sekali tak pernah memikirkannya. 

"Oh, ya, Abang sekarang kerja di Rumah Sakit Medika, Na. Main-main ke rumah Abang ajak suamimu." Faiq menatap lekat wajah Naomi, bibirnya tersenyum, senyum yang hanya dirinya dan Tuhan-nya yang paham. 

Naomi hanya tersenyum kecut. Mendengar kata 'suami' saja mampu membuat ingatannya melayang pada sosok Raihan. Sosok yang kembali menoreh luka di hatinya. 

"Insya Allah, Bang. Kalau ingin berkunjung nanti Naomi kabari. Abang juga, main-main ke rumah," balas Naomi menawarkan. 

Beberapa menit mereka berbincang akrab, hingga akhirnya Faiq pamit setelah sebelumnya mengangkat telepon dari seseorang. 

Tubuh faiq semakin mengecil seiring langkahnya yang menjauh dari tempat Naomi dan Nabila berada, hingga akhirnya menghilang di ujung sana. 

"Kok, dari tadi diam aja, Bil? Tumben banget?" Naomi terkekeh. Biasanya Nabila memang lebih aktif berbicara darinya, entah kenapa kali ini perempuan itu bersikap seperti tak biasa. 

"Seriusan itu sepupumu, Na?" tanya Nabila tanpa menjawab pertanyaan Naomi dengan alis bertaut. 

"Iya, Mama bang Faiq adik Ayahku. Dari kecil juga kami selalu main bersama, bahkan 1 sekolah sampai  tamat SMA." Naomi berucap sambil mengenang masa-masa kebersamaan mereka dulu. 

"Kayak wajah-wajah cowok sebelah sana, ya, Na."

"Iya, Bil. Dari sebelah ayah Bang Faiq ada darah Arab, jadi wajar kalau wajahnya mirip-mirip orang Timur Tengah," jawab Naomi seadanya. 

Nabila terdiam beberapa saat.

"Apa kalian pernah saling mencintai, Na?" tanya Nabila akhirnya, membuat Naomi harus berusaha menahan tawanya. 

"Nggak lah, Bil. lagian masih banyak laki-laki lain, kenapa harus dengan keluarga sendiri." Naomi berusaha meyakinkan Nabila jika hubungan mereka mutlak hanya sekedar saudara sepupu yang akrab sejak kecil. 

"Jangan salah, Na. Sepupu juga boleh-boleh aja 'kan?!" Nabila masih menampakkan wajah serius. 

"Udah lah, Bil. Ngapain sih jadi ngaco gini." Naomi terkikik geli memamerkan gigi kelinci bawaan asalnya yang terlihat begitu manis. 

"Serius, Na! Dari caranya menatapmu aku yakin kalian pernah memiliki rasa lebih dari sekedar sepupu." Nabila berusaha meyakinkan sahabatnya itu. 

"Pliisss, Bil. Lagian aku udah nikah juga 'kan."

"Iya, sih, Na. Tapi terkadang kita menikah juga belum tentu akan langgeng 'kan, terkadang jodoh tak bertahan lama, Na, setelah akhirnya patah hati dan berjuang untuk kembali bahagia, lalu kemudian menemukan orang baru yang benar-benar mampu membuat kita merasakan kebahagiaan seutuhnya." Nabila barlagak bijak. 

"Ini bukan dalam dunia novel, atau kisah drama romantis seperti yang kau bayangkan, Bil. Sudahlah, aku hanya berusaha menjalani hariku tanpa luka, itu saja." Suara Naomi berubah sendu. Ada luka yang kembali terasa saat mengingat kisah cintanya yang mulai meredup, meski jauh di relung sana ia membenarkan kalimat Nabila, jika terkadang jodoh tak bertahan lama. 

Nabila tak lagi meneruskan kalimatnya. Ia cukup peka untuk sekedar menyelesaikan prasangkanya tentang Naomi dan Faiq. Lembut tangan perempuan itu mengusap bahu sahabatnya, berusaha memberi semangat agar tetap kuat dan tegar menjalani hari dengan luka yang masih menganga. 

***

Jam dinding di ruangannya menunjukkan pukul 5 sore. Naomi menghela napas panjang. Kali ini ia merasakan hal berbeda saat jam pulang kantor. Ya, biasanya jam pulang kantor menjadi waktu yang ia tunggu-tunggu untuk kembali bertemu dengan laki-laki yang dulu ia anggap terbaik baginya itu, tapi kini semua berubah. Naomi menganggap Raihan tak lebih dari sebuah luka yang hanya dengan mendengar namanya saja hatinya akan kembali terasa perih. 

Dengan malas Naomi merapikan kertas-kertas yang masih berserakan di meja kerjanya. Terdiam beberapa saat di depan layar monitor yang baru saja ia matikan. Beberapa kali ia terlihat menghela napas panjang, sebelum akhirnya bangkit dan berjalan keluar ruangan. 

Cahaya matahari semakin menguning seiring sinar terang menusuk kulit yang kian meredup. Langkah demi langkah Naomi menapaki susunan conblock yang terpasang rapi di area parkiran kantornya, menuju mobilnya yang terparkir di ujung sana. 

"Aku duluan, ya, Na," seru Nabila sambil melambaikan sebelah tangannya ke arah Naomi. Naomi pun membalas dengan hal serupa. Setelahnya mobil sedang hitam itu menghilang di telan jarak. 

Ponsel dalam tas jinjing Naomi berdering. Ia meraih ponsel di dalamnya, menatap layar datar yang tengah menyala penampakan nama Raihan sebagai penelepon. Dimasukkannya kembali ponsel itu ke dalam tas. Sudut bibir Naomi terangkat menampakkan seulas senyum luka.

"Maaf jika rasa hormat itu telah pergi! Aku tak akan menyia-nyiakan hidupku untuk menangisi luka pengkhianatanmu. Anggap saja kita hidup bersama namun berbeda alam," gumam Naomi dengan hati berdesir.

Naomi kembali menghela nafas kasar. Ia berusaha membuang luka yang masih tersisa. Setelah merasa sedikit lebih tenang, ia melajukan kendaraan roda empat miliknya keluar dari parkiran kantor menuju jalan raya. 

Terlalu sulit mengobati luka penghianatan dalam waktu sesingkat ini. Itulah yang dirasakan Naomi, Ia masih belum sanggup untuk bersikap sebiasa mungkin terhadap Raihan, meski sudut hatinya mengatakan jika Raihan masih berhak menerima tutur lembut dan sikap santun darinya. 

Dua puluh menit berlalu mobil Naomi memasuki pagar rumahnya. Di sana di garasi tepat di sebelah kanan rumah mereka mobil Raihan terparkir, pertanda laki-laki itu sudah pulang lebih awal. 

Bergegas turun setelah mobil terparkir sempurna. Berjalan masuk melewati ruang tamu langsung menuju kamarnya. Saat ini, tempat ternyaman baginya di rumah ini hanyalah kamar tidurnya, itu pun jika tidak ada Raihan di sana. Tak ada lagi kemesraan yang hadir di ruang keluarga. Semua ruangan terlihat begitu hambar, atau mungkin terlihat menyedihkan bagi Naomi. 

Sejenak Naomi mematung di depan pintu ketika mendapati Raihan tengah memainkan ponselnya di atas tempat tidur. 

"Sudah pulang?" sapa Raihan dengan senyum termanisnya, senyum yang begitu memuakkan bagi Naomi. Bergegas laki-laki itu bangkit lalu mendekat ke arah Naomi. Kedua tangannya meraih kedua bahu sang istri. 

"Abang minta maaf jika kemarin Abang lupa hari anniversary kita," ucap Raihan lembut, berusaha meluluhkan hati perempuan cantik dengan pupil mata hitam pekat di hadapannya. 

Naomi menatap lurus wajah tampan laki-laki itu. Perlahan tangannya melepaskan pegangan tangan Raihan di bahunya. 

"Baguslah, jadi aku tak perlu mengingatkanmu tentang hari pernikahan kita. Pernikahan? Ah, sepertinya aku terlalu berlebihan." Naomi terkekeh pelan. Tak ada yang lucu, sejujurnya ia tengah berusaha menghibur hatinya yang terasa menyedihkan. 

"Kau tidak berlebihan, Na. Nyatanya kita memang masih sah berstatus suami istri. Lihatlah di sana, Abang menyiapkan sesuatu yang istimewa untukmu." Rehan menunjuk sebuah bungkusan yang ia letakkan di atas nakas berdampingan dengan kue tart dengan tulisan anniversary serta jumlah tahun yang telah mereka lalui bersama, 1. 

"Semuanya aku butuhkan kemarin, bukan hari ini!" jawab Naomi dengan senyum sinis. "Dan satu lagi, maaf karena aku tak bisa memperlakukanmu persis seorang suami seperti dulu lagi," jawab Naomi dengan nada dingin. 

"Lalu, apa yang akan kau lakukan dengan pernikahan kita?" tanya Raihan dengan wajah sendu. 

Naomi tak langsung menjawab. Bibirnya tersenyum manis, bahkan sangat manis. 

"Aku lakukan ini demi membalas budi baik Mama sama Papa. Dan tentang kita, aku hanya ingin menjalaninya senyamanku saja, tanpa harus terbebani dengan laki-laki yang tak pernah bisa menghargai kehadiranku," ucap Naomi sambil melenggang masuk tanpa mempedulikan Raihan serta kue tart dan aneka hadiah yang tertata di atas nakas. Harga dirinya telalu mahal jika dibandingkan dengan semua itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Lha w kira si nabila naksir sepupunya. Ndak blh lho msh ada hubungan darah gitu sepupuan nikah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Ending

    Detik demi detik merangkak, hingga hari kian berlalu berjalan menuju minggu, perlahan tapi pasti minggu berlaku menuju bulan. Dua bulan setelah acara lamaran kala itu, hari pernikahan Raihan dan Raya di gelar di rumah Raya. Persis seperti permintaan Marina. Ya, sejak dulu Marina memang ingin kedua anak perempuannya menikah di sini, di rumah sederhana mereka. Awalnya keluarga Raihan merasa keberatan. Namun, setelah rembukan akhirnya mereka saling menerima, terlebih setelah Raihan angkat bicara untuk solusinya. Pada akhirnya acara resepsi akan digelar dua kali, pertama di kediaman mempelai perempuan, kedua di kediaman orang tua Raihan. Sebelumnya Mama Maya berkeinginan untuk melangsungkan acara di hotel, persis saat pernikahan Naomi dan Raihan dulu, dengan alasan tak ingin membeda-bedakan kedua menantunya itu. Namun, sang suami lebih memilih di rumah, mengingat Raihan pernah gagal menikah berulang kali. Hari ini, tepat di lapangan yang berada tepat berseberangan dengan rumah orang tu

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Ramon Meninggal

    "Ini beneran Ramon?" tanyanya meyakinkan. Sejujurnya ia sudah paham jawabannya, mengingat ia lebih kenal lama pada laki-laki itu ketimbang Raihan. "Rani tak mungkin salah lihat," balas Raihan dengan wajah serius. "Apa yang dipikirkan laki-laki itu sampai melakukan hal bodoh seperti ini? Padahal Vina sudah memberikan semuanya, tapi masih saja berulah," desah Raya dengan wajah sesal. Raihan hanya bergeming, membiarkan pertanyaan Raya mengawang di udara. Kalimat Raya barusan membuatnya merasa tertampar. Ya, apa yang Ramon lakukan sekarang bak kaca besar yang memamerkan masa lalunya dulu bagi Raihan. Kegilaan yang Ramon lakukan tak berbeda jauh dari kebodohan yang ia lakukan dulu, yang akhirnya membuatnya kehilangan Naomi dan kehilangan kepercayaan kedua orang tuanya. Bedanya, Raihan tak sampai nekat membahayakan nyawanya demi perempuan yang ia cintai. Banyak luka yang terasa nyeri hingga saat ini. Luka ketika Naomi lebih memilih pergi bersama Faiq, ketimbang kembali padanya meski i

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Berita Tentang Ramon

    Raihan tersentak ketika mendengar sebuah benda keras menghantam kuat di belakangnya. Serta suara teriakan beberapa orang berada tak jauh darinya. Laki-laki itu seketika menoleh, ternyata sebuah mobil sedan menghantam tiang PLN yang berada tak jauh dari tempatnya berada. Beberapa karyawan kantor yang sama dengan Raihan ikut menghentikan aktivitas mereka, yang semula sibuk dengan kendaraan masing-masing. Asap mengepul dari bagian kap mobil. Tampak wajah-wajah kaget bercampur panik dari orang-orang yang berada di dekat tempat kejadian. Dalam waktu hitungan detik tempat kejadian dikerumuni orang-orang yang berada di dekat tempat itu. Sebagian lagi adalah para pengendara yang lewat yang kini menghentikan kendaraan mereka di bahu jalan. Raihan seketika teringat sesuatu. Raya. Laki-laki itu bergegas turun dari mobilnya. Dengan wajah panik ia berlari ke tempat yang tadi dilewati gadis itu. Tampak Raya terduduk memeluk lutut di pinggir jalan. Kurang dari lima puluh senti di depannya ter

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Kecelakaan

    Raya meletakkan map yang tadi berada dalam dekapannya di atas meja, sesuai perintah Naomi. Tanpa menunggu lebih lama Naomi segera meraih map itu, mengecek kalimat demi kalimat yang ada di dalamnya dengan teliti, sedangkan Raya mengamati perempuan yang begitu ia kagumi itu dari tempatnya berdiri. Raya tampak meneliti wajah cantik dengan tubuh sedikit mengembang itu. Jauh di relung sana ada rasa kagum pada sosok mantan istri Raihan itu. "Bukankah kita ada janji temu dengan klien jam dua siang nanti?" Kalimat tanya dari Naomi membuat Raya sedikit kaget ketika mengangkat wajah dan tatapan keduanya bertemu. "Iya, Bu," jawabnya sambil mengangguk pelan. *Dua perempuan dengan usia terpaut tak begitu jauh itu duduk bersisian di kursi penumpang. Raya sesekali tampak melirik ke arah Naomi. Entah apa yang membuat sikap gadis itu sedikit terlihat canggung kali ini. Beberapa menit setelah mobil melaju suasana hanya hening. Hingga akhirnya Naomi memilih bersuara. "Mama sudah menceritakan se

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Kebahagiaan Seorang Ibu

    Raya mengerutkan dahu, ia tak paham dengan maksud kalimat yang baru saja ia dengar. Pun tak paham kenapa wajah perempuan di hadapannya itu berubah dalam hitungan detik saja. Raya meremas kedua jemarinya. Menikmati degup jantung yang masih berkejaran. Ingin bertanya tapi sedikit ragu. Raihan tampak menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Maaf jika kamu tersinggung dengan ucapan Tante barusan. Sebenarnya Raihan sudah bercerita banyak tentang kamu, tentang ibumu yang awalnya tak memberi restu. Tante memakluminya, mungkin jika Tante yang berada di posisi ibumu Tante juga akan melakukan hal serupa," kekeh Mama Maya, membuat Raya seketika menarik napas lega. Wajahnya yang semula tampak gugup bercampur malu, kini sedikit lebih lega. "Tante hanya berharap semoga setelah ini Raihan benar-benar sadar jika apa yang dia lakukan dulu adalah hal keliru. Percayalah, Tante tidak akan pernah membela jika memang Raihan bersalah."Raya perlahan mengangkat wajah. Menatap canggung wajah renta itu d

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Berkunjung ke Rumah Mama Maya

    Raya melangkah mensejajari langkah Raihan. Sepasang kekasih itu kini melangkah melewati gerbang, serta hamparan rerumputan hijau di halaman rumah berlantai dua milik orang tua Raihan. Dua tiang penyangga terlihat tampak kokoh dari arah depan. Berdiri gagah hingga mencapai lantai atas. Raya merasakan dirinya begitu kecil di sini. Berulang kali ia melirik rumah bercat putih perpaduan dengan abu tua itu, yang tampak bak bumi dan langit dengan rumah peninggalan sang ayah yang mereka tempati sekarang. Tiga buah mobil berjajar rapi di garasi rumah mewah itu. Mobilnya pun tak kalah mewah. Meski tak memilikinya setidaknya Raya cukup tau berapa kisaran harga kendaraan milik keluarga Raihan. "Bapak yakin mengajakku ke sini?" tanya Raya dengan langkah kaki memelan. Entah sudah berapa kali pertanyaan itu ia lontarkan sejak beberapa hari lalu. Raihan menghentikan langkahnya. Lalu menatap ke arah Raya dengan senyum tipis. "Masuklah! Kau tidak akan tahu bagaimana Mama jika tetap di sini," bala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status