Share

Part 4. Cara Menghargai

Penulis: Rizka Fhaqot
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-23 17:27:44

"Kenapa kau tak bisa bersikap sebiasa mungkin saat aku di rumah? Bukankah aku masih sah berstatus suamimu?"

Mendengar jawaban Raihan spontan emosi Naomi terpancing. Tajam kedua matanya menatap Raihan. Seolah tak ada rasa sungkan sedikitpun.

"Sudah kukatakan, jangan memaksaku merubah keputusan secepatnya! Apa kau mau aku mengatakannya pada Mama sekarang, kemudian penyakit jantung Mama akan kumat dan masuk rumah sakit?" Naomi berucap dengan rahang mengeras.

Raihan bungkam. Tak ada lagi kata penyangga yang berhasil keluar dari bibirnya.

"Maafkan Abang, Na." Hanya itu yang berhasil keluar dari bibir Raihan. Setelahnya ia hanya bisa melepas kepergian Naomi dengan tatapan serba salah.

***

Bukan Naomi namanya jika tak bisa profesional bekerja. Di kantor ia terlihat seolah tak memiliki masalah apa pun. Di mata pegawai lainnya Naomi bekerja sebagaimana biasa. Namun, tidak dengan Nabila, sahabat dekat Naomi itu tahu jika Naomi sedang tidak baik-baik saja saat melihat perempuan itu diam dengan tatapan kosong, sedang satu tangannya terlihat masuk ke dalam jilbabnya.

"Kamu punya masalah?" tanya Nabila saat jam istirahat siang.

"Nggak pa-pa kok, Bil. Mau langsung ke pantry?" Naomi balik bertanya. Tangannya ia sibukkan untuk merapikan kertas-kertas yang berserakan di atas meja.

"Jangan membohongiku, Na. Kau tak akan memelintir rambutmu dengan tatapan kosong jika kau tak sedang punya masalah." Nabila duduk tepat di depan Naomi, tatap lekat wajah cantik sahabatnya itu dengan tangan bertumpu di dagu.

Ya, itulah kebiasaan Naomi yang sangat Nabila kenal. Saat ada masalah sahabatnya itu akan menghabiskan waktu bermenit-menit hanya untuk memelintir sejumput rambut hitam pekatnya.

"Raihan berulah lagi?" sambung Nabila.

"Sssttt ... jangan bahas di sini, Bil. Yuk, makan di luar." Naomi tak melanjutkan beres-beresnya. Ia malah menarik tangan Nabila lalu berjalan ke luar.

"Pelan-pelan, Na," protes Nabila. Ia kewalahan mengikuti langkah cepat Naomi menuju parkiran.

Keduanya masuk ke dalam mobil Naomi. Beberapa saat Naomi hanya diam di kursi belakang kemudi. Ia menarik nafas panjang lalu menghembusnya ke luar.

"Raihan ketahuan selingkuh lagi, Bil." Naomi memulai kalimatnya. Perempuan berkacamata dengan tubuh tinggi itulah Naomi biasa berbagi kisah, hanya pada Nabila. Naomi merasa Nabila menjadi tempat ternyaman untuk berkeluh-kesah setelah Tuhan-nya.

"Lalu kau memaafkannya lagi?" tanya Nabila dengan nada kesal.

Naomi bergeming. Beberapa saat ia memejamkan mata. Dia sendiri tak tahu harus bagaimana, di satu sisi ia muak pada laki-laki itu, namun di sisi lain orang tua Raihan ia anggap malaikat penolong baginya.

Jika saja Mama Maya baik-baik saja, mungkin bukan ini jalan yang akan ditempuh. Sayangnya dengan penyakit jantung yang diderita Mama Maya, Naomi tak bisa asal dalam mengambil langkah. Ia tak ingin ego sesaatnya membuatnya menyesal di kemudian hari.

"Aku tak tahu harus berbuat apa, Bil. Jalan satu-satunya adalah meminta Raihan menikahi perempuan itu. Aku tak ingin hubungan haram mereka berdampak buruk bagi kehidupanku." Naomi berucap dengan dengan nada lirih, tatapan matanya menatap lurus ke depan sana.

"Kau serius, Na? Lalu bagaimana dengan hatimu?" Nabila terdengar menghela nafas kasar. Ikut merasakan sakit yang tengah Naomi rasakan.

"Rasa itu semakin memudar, Bil. Aku melakukan ini karena tak ingin terjadi sesuatu pada Mama, Bil. Khawatir penyakit Mama akan kumat jika tahu ulah anak bungsunya itu."

"Tapi tak seharusnya kamu mengorbankan kebahagiaanmu sendiri, Na." Nabila seolah tak terima.

"Tenang saja, Bil, ini tak akan lama kok. Aku hanya butuh waktu untuk membuat Mama mengerti tanpa harus membuat penyakitnya kambuh."

"Bagaimana jika semua itu membutuhkan waktu yang lama?" Nabila mengandai-andai.

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Naomi. Perempuan dengan alis hitam pekat itu hanya terlihat menghela nafas panjang. Jauh di relung sana, Naomi berusaha meyakinkan dirinya sendiri, meski Ia pun tak tahu kapan waktu itu akan tiba, waktu di mana Mama Maya akan mengikhlaskannya pergi dari kehidupan Raihan.

"Entahlah, Bil. Aku akan mencobanya terlebih dahulu. Selebihnya aku hanya bisa meyakini, apa pun yang terjadi ke depannya itu yang terbaik untukku. Dan mungkin untuk semua."

Nabila menatap iba pada perempuan di sampingnya itu. Ia sendiri tak tahu harus berbuat apa selain mendukung langkah sahabatnya itu.

"Aku salut padamu, Na. Kau terlihat begitu tegar. Aku tahu pengkhianatan yang Raihan lakukan pasti sangat menyakitkan, tapi kau sanggup untuk tetap tinggal dan berusaha bersikap setenang ini."

"Aku berhutang budi pada perempuan baik itu, Bil. Ah, sudahlah, aku tak ingin terlalu memikirkan hal itu lagi. Sekarang, aku hanya perlu menjalaninya sesuai rencanaku saja."

"Rencana? Rencana apa, Na?" Nabila menautkan alis.

"Aku ingin membuat Bang Raihan merasakan bagaimana rasanya tak dihargai, bagaimana rasanya dikhianati, bagaimana rasanya tak dianggap." Wajah Naomi tampak sendu. Tak naif, hati perempuan itu masih terlalu perih hingga detik ini.

"Apa kau sedang menyiasati untuk balas dendam, Na?" tanya Nabila berusaha menebak isi kepala sahabatnya itu.

"Tidak, aku hanya ingin mengajarinya bagaimana menghargai sesuatu yang ia miliki."

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" Nabila masih belum sepenuhnya mengerti.

"Kau akan tahu sendiri, Bil. Sudahlah, lupakan saja apa yang barusan kuceritakan. Jangan ikut terbebani. Aku tak ingin akhirnya kau akan takut menikah." Naomi terkekeh.

"Aku hanya berharap laki-laki model Raihan adalah model langka di dunia ini, supaya aku tak bertemu dengan laki-laki seperti dia. Percuma ganteng, kaya, tapi kelakuannya makan hati." Nabila ngedumel sambil membenarkan letak kaca mata miliknya.

Naomi terkekeh mendengar kalimat Nabila barusan.

"Kau salah, Bil. Justru yang model seperti Raihan sekarang banyak bertebaran. Saranku, urusan jodoh, pertama kau harus istikharah, kedua, jangan pernah memaksa jika orang tuamu tak memberi restu. Aku bukan sedang menggurui, aku hanya tak ingin kau mengikuti jejak ku."

Nasehat yang baru saja Naomi ucapkan adalah nasihat yang sama persis dengan yang Ayahnya sampaikan padanya kala itu. Sayangnya, perempuan keras kepala itu terlalu percaya pada dirinya sendiri.

"Sudahlah, yuk, berangkat sekarang." Naomi melirik sekilas pada sahabatnya itu. Melajukan kendaraan roda empat miliknya menuju jalan raya menuju rumah makan Pagi Sore, rumah makan yang menyajikan makanan khas padang yang berjarak 5 menit berkendara dari kantor mereka.

Naomi baru saja menghabiskan suapan terakhir di piringnya, ketika seseorang pria mendekat kemeja di mana dia dan Nabila menikmati makan siang mereka.

"Naomi 'kan? Anak Paman Dayat?" ucap laki-laki itu memastikan. Laki-laki bertubuh tinggi dengan dagu belah itu tersenyum manis. Nabila bahkan tak berkedip dibuatnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
syamsinar 70
istri ajaib ...
goodnovel comment avatar
Arumni Arumni
Ya, semua harus di lakukan dengan fikiran yang tenang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Ending

    Detik demi detik merangkak, hingga hari kian berlalu berjalan menuju minggu, perlahan tapi pasti minggu berlaku menuju bulan. Dua bulan setelah acara lamaran kala itu, hari pernikahan Raihan dan Raya di gelar di rumah Raya. Persis seperti permintaan Marina. Ya, sejak dulu Marina memang ingin kedua anak perempuannya menikah di sini, di rumah sederhana mereka. Awalnya keluarga Raihan merasa keberatan. Namun, setelah rembukan akhirnya mereka saling menerima, terlebih setelah Raihan angkat bicara untuk solusinya. Pada akhirnya acara resepsi akan digelar dua kali, pertama di kediaman mempelai perempuan, kedua di kediaman orang tua Raihan. Sebelumnya Mama Maya berkeinginan untuk melangsungkan acara di hotel, persis saat pernikahan Naomi dan Raihan dulu, dengan alasan tak ingin membeda-bedakan kedua menantunya itu. Namun, sang suami lebih memilih di rumah, mengingat Raihan pernah gagal menikah berulang kali. Hari ini, tepat di lapangan yang berada tepat berseberangan dengan rumah orang tu

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Ramon Meninggal

    "Ini beneran Ramon?" tanyanya meyakinkan. Sejujurnya ia sudah paham jawabannya, mengingat ia lebih kenal lama pada laki-laki itu ketimbang Raihan. "Rani tak mungkin salah lihat," balas Raihan dengan wajah serius. "Apa yang dipikirkan laki-laki itu sampai melakukan hal bodoh seperti ini? Padahal Vina sudah memberikan semuanya, tapi masih saja berulah," desah Raya dengan wajah sesal. Raihan hanya bergeming, membiarkan pertanyaan Raya mengawang di udara. Kalimat Raya barusan membuatnya merasa tertampar. Ya, apa yang Ramon lakukan sekarang bak kaca besar yang memamerkan masa lalunya dulu bagi Raihan. Kegilaan yang Ramon lakukan tak berbeda jauh dari kebodohan yang ia lakukan dulu, yang akhirnya membuatnya kehilangan Naomi dan kehilangan kepercayaan kedua orang tuanya. Bedanya, Raihan tak sampai nekat membahayakan nyawanya demi perempuan yang ia cintai. Banyak luka yang terasa nyeri hingga saat ini. Luka ketika Naomi lebih memilih pergi bersama Faiq, ketimbang kembali padanya meski i

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Berita Tentang Ramon

    Raihan tersentak ketika mendengar sebuah benda keras menghantam kuat di belakangnya. Serta suara teriakan beberapa orang berada tak jauh darinya. Laki-laki itu seketika menoleh, ternyata sebuah mobil sedan menghantam tiang PLN yang berada tak jauh dari tempatnya berada. Beberapa karyawan kantor yang sama dengan Raihan ikut menghentikan aktivitas mereka, yang semula sibuk dengan kendaraan masing-masing. Asap mengepul dari bagian kap mobil. Tampak wajah-wajah kaget bercampur panik dari orang-orang yang berada di dekat tempat kejadian. Dalam waktu hitungan detik tempat kejadian dikerumuni orang-orang yang berada di dekat tempat itu. Sebagian lagi adalah para pengendara yang lewat yang kini menghentikan kendaraan mereka di bahu jalan. Raihan seketika teringat sesuatu. Raya. Laki-laki itu bergegas turun dari mobilnya. Dengan wajah panik ia berlari ke tempat yang tadi dilewati gadis itu. Tampak Raya terduduk memeluk lutut di pinggir jalan. Kurang dari lima puluh senti di depannya ter

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Kecelakaan

    Raya meletakkan map yang tadi berada dalam dekapannya di atas meja, sesuai perintah Naomi. Tanpa menunggu lebih lama Naomi segera meraih map itu, mengecek kalimat demi kalimat yang ada di dalamnya dengan teliti, sedangkan Raya mengamati perempuan yang begitu ia kagumi itu dari tempatnya berdiri. Raya tampak meneliti wajah cantik dengan tubuh sedikit mengembang itu. Jauh di relung sana ada rasa kagum pada sosok mantan istri Raihan itu. "Bukankah kita ada janji temu dengan klien jam dua siang nanti?" Kalimat tanya dari Naomi membuat Raya sedikit kaget ketika mengangkat wajah dan tatapan keduanya bertemu. "Iya, Bu," jawabnya sambil mengangguk pelan. *Dua perempuan dengan usia terpaut tak begitu jauh itu duduk bersisian di kursi penumpang. Raya sesekali tampak melirik ke arah Naomi. Entah apa yang membuat sikap gadis itu sedikit terlihat canggung kali ini. Beberapa menit setelah mobil melaju suasana hanya hening. Hingga akhirnya Naomi memilih bersuara. "Mama sudah menceritakan se

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Kebahagiaan Seorang Ibu

    Raya mengerutkan dahu, ia tak paham dengan maksud kalimat yang baru saja ia dengar. Pun tak paham kenapa wajah perempuan di hadapannya itu berubah dalam hitungan detik saja. Raya meremas kedua jemarinya. Menikmati degup jantung yang masih berkejaran. Ingin bertanya tapi sedikit ragu. Raihan tampak menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Maaf jika kamu tersinggung dengan ucapan Tante barusan. Sebenarnya Raihan sudah bercerita banyak tentang kamu, tentang ibumu yang awalnya tak memberi restu. Tante memakluminya, mungkin jika Tante yang berada di posisi ibumu Tante juga akan melakukan hal serupa," kekeh Mama Maya, membuat Raya seketika menarik napas lega. Wajahnya yang semula tampak gugup bercampur malu, kini sedikit lebih lega. "Tante hanya berharap semoga setelah ini Raihan benar-benar sadar jika apa yang dia lakukan dulu adalah hal keliru. Percayalah, Tante tidak akan pernah membela jika memang Raihan bersalah."Raya perlahan mengangkat wajah. Menatap canggung wajah renta itu d

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Berkunjung ke Rumah Mama Maya

    Raya melangkah mensejajari langkah Raihan. Sepasang kekasih itu kini melangkah melewati gerbang, serta hamparan rerumputan hijau di halaman rumah berlantai dua milik orang tua Raihan. Dua tiang penyangga terlihat tampak kokoh dari arah depan. Berdiri gagah hingga mencapai lantai atas. Raya merasakan dirinya begitu kecil di sini. Berulang kali ia melirik rumah bercat putih perpaduan dengan abu tua itu, yang tampak bak bumi dan langit dengan rumah peninggalan sang ayah yang mereka tempati sekarang. Tiga buah mobil berjajar rapi di garasi rumah mewah itu. Mobilnya pun tak kalah mewah. Meski tak memilikinya setidaknya Raya cukup tau berapa kisaran harga kendaraan milik keluarga Raihan. "Bapak yakin mengajakku ke sini?" tanya Raya dengan langkah kaki memelan. Entah sudah berapa kali pertanyaan itu ia lontarkan sejak beberapa hari lalu. Raihan menghentikan langkahnya. Lalu menatap ke arah Raya dengan senyum tipis. "Masuklah! Kau tidak akan tahu bagaimana Mama jika tetap di sini," bala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status