Home / Fantasi / KSATRIA API PHOENIX / Bab 7: Pertempuran Bayangan — Ujian Keberanian dan Kepercayaan

Share

Bab 7: Pertempuran Bayangan — Ujian Keberanian dan Kepercayaan

Author: Kawanlama
last update Last Updated: 2025-08-01 10:00:39

Gelapnya malam Bastion terasa semakin pekat saat Ezio, Ryu, dan Mira melangkah pelan menyusuri lorong-lorong rahasia di bawah kota. Udara lembap merayap masuk ke dalam pakaian mereka, bedebar rasanya di dada ketika mendengar setiap gemerisik kecil, desiran angin yang menembus celah-celah batu, dan detak jantung yang berdentum di telinga.

Ezio mengatur napas. Setiap langkah dirayapinya dengan hati-hati, meyakinkan seluruh indra tetap waspada. Di salah satu sudut gelap, ia mengambil waktu sejenak untuk menenangkan pikiran. Bayangan Phoenix bersinar samar dalam pikirannya — makhluk api yang menjadi pelindung rohnya. “Api ini bukan hanya kekuatan atau balas dendam,” bisik Phoenix dalam batinnya, “tapi cahaya yang harus menerangi yang gelap dan beku.”

Ryu mendekat, matanya menyaring setiap sudut lorong yang mereka lalui, terus waspada pada kemungkinan pengintai atau jebakan. “Setiap langkah kita harus senyap. Musuh paling berbahaya di dalam istana bukan cuma pedang tajam, tapi juga dengki dan pengkhianatan yang tak terlihat,” katanya sambil menengok kepada Ezio dan Mira.

Mira mengangkat tangannya pelan, mengeluarkan mantra pelindung yang membuat bayangan mereka menjadi kabur dan membaur dengan kegelapan sekitar. Cahaya api kecil di ujung jari Ezio berdenyut, namun ia tetap mematikan itu saat berkonsentrasi menyatu dengan bayangan. “Jangan sampai kita tertangkap cahaya,” bisik Mira lembut.

Mereka tiba di pintu rahasia, sebuah panel tersembunyi di balik dinding sempit yang hanya sedikit bergeser saat disentuh Ryu dengan ujung pisaunya. Suara gemerisik bergema halus saat pintu berderit pelan terbuka, mengungkap lorong batu yang berkelok dan penuh bau lembap.

Ezio maju dengan napas tertahan, menavigasi lorong itu dengan langkah halus. Di pikirannya, waktu seolah melambat, fokus sepenuhnya tertuju pada gerakan dan bisikan Phoenix yang terus membisikkan kehangatan semangat: “Jangan takut pada gelap… kau adalah api yang membara.”

Ketika mereka melangkah lebih dalam, suara kaki penjaga berganti-ganti terdengar jelas. Dalam lorong sempit itu, mereka harus berhenti dan berdiri menempel di dinding, membiarkan beberapa penjaga lewat tanpa menyadari keberadaan mereka. Ryu menggerakkan jari, memberi isyarat untuk tetap diam dan tenang.

Ezio menggenggam tangan selama beberapa detik, merasakan detak api dalam dadanya yang berdenyut cepat. Pelajaran dari Master Kalen terngiang — api tidak bisa dipaksakan, ia harus dikendalikan, menyatu dengan hati dan niat. Ia mencoba menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri dengan latihan pernapasan yang telah diajarkan.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, bahaya lewat dan mereka bisa melanjutkan perjalanan. Lorong itu semakin melebar, dan lambat laun terbuka ke sebuah ruang bawah tanah yang besar dan gelap, berisi tumpukan arsip dan barang-barang kuno.

Ezio menurunkan pandangannya ke peta golongan Kito dan menggerakkan jari ke arah ruang arsip, “Ini tujuan kita. Di sini kami bisa menemukan dokumen rahasia yang menunjukan intrik dan penyalahgunaan kekuasaan.”

Namun, ketiganya sadar bahwa keberadaan mereka tak sepenuhnya tersembunyi. Langkah penjaga mulai semakin dekat dan suara bisik-bisik mulai terdengar dari lubuk lorong lainnya. Mereka harus bergerak cepat.

Ryu mengeluarkan pisau kecilnya, bersiap menyergap, sementara Mira bersiap dengan mantra perlindungan. Ezio mengatur apinya, menyiapkan percikan kecil yang bisa ia gunakan sebagai pengalih perhatian atau pertahanan darurat.

Ketiganya bergerak secara serempak, membagi tugas sesuai rencana. Ezio dan Ryu maju ke ruang arsip, sementara Mira bertugas menjaga komunikasi dan memberikan peringatan jika ada bahaya. Ezio merasakan adrenalin berdesir kencang — malam pengintaian ini adalah ujian awal sebelum pertarungan paling menentukan.

“Ini bukan sekadar penyusupan biasa,” pikirnya, “ini adalah pertempuran antara cahaya dan bayang-bayang, di mana keberanian dan kecerdikan menjadi senjata utama.”

Sementara itu, di lorong-lorong yang berkelok itu, detikan-detikan jantung dan bisik Phoenix menjadi satu. Mereka berpegangan pada kesatuan, pada janji keadilan dan pembebasan yang telah disumpah sejak lama.

Langkah demi langkah mereka membuka lembaran baru, sebuah babak yang menandai dimulainya perjuangan yang akan mengukir nasib Moonlight — dan menyalakan api yang tak pernah padam dalam jiwa Ezio Osborn.

____________

Ruang arsip di bawah istana Bastion itu bagaikan kubur kuno yang menyimpan rahasia-rahasia masa lalu yang hampir terlupakan. Lantainya berbalut debu tebal, dan rak-rak kayu tua berdiri berjajar penuh dengan gulungan kertas, buku-buku usang, dan dokumen yang berkerut dimakan waktu. Cahaya lentera di tangan mereka berdua menari-nari di dinding batu yang dingin, memberi bayangan kelabu yang memanjang di sudut-sudut ruangan.

Ezio dan Ryu melangkah pelan, menghindari suara gesekan yang bisa membangunkan penjaga. Setiap jari Ezio bergetar saat membolak-balik gulungan demi gulungan dokumen yang tersegel dengan meterai kerajaan. Ia sadar bahwa denyut apinya tidak hanya untuk menghangatkan tubuh saat ini, tapi juga untuk membakar tirani yang telah lama menindas tanah mereka.

“Ada sesuatu di sini yang bisa kita gunakan untuk menggulingkan tirani ini, aku bisa merasakannya,” bisik Ezio sambil menunjuk pada lembaran yang mengandung catatan-catatan tersembunyi dalam bahasa rahasia.

Ryu melingkarkan pedangnya rapat di pinggangnya, matanya tajam mengawasi setiap pintu dan lorong yang mungkin menjadi jalur masuk bagi penjaga. “Kita harus berkonsentrasi dan cepat. Waktu kita terbatas, dan musuh bisa datang kapan saja,” katanya sambil menepuk pundak Ezio sebagai tanda semangat.

Tiba-tiba, diselingi suara ranting yang patah dan langkah kaki berat dari lorong sempit dekat pintu masuk, anak buah penjaga istana mulai mendekat. Keduanya segera memposisikan diri di balik tumpukan buku tua, siap menghadapi siapa pun yang akan menghalangi.

Dalam ruangan yang sempit, pertempuran pecah dengan cepat. Ryu mengayunkan pedangnya dalam irama yang halus namun mematikan, menangkis serangan dan mengarahkan serangan balasan dengan keterampilan tinggi. Ezio, dengan dada membara, mengumpulkan energi untuk meluncurkan bola api kecil ke udara.

Percikan merah menyala menerangi sejenak suasana kelam saat bola api itu mengarah ke tangan seorang penjaga yang baru masuk. Api itu menggulung cepat, membuat penjaga tersebut mundur ketakutan dan memberikan celah bagi Ezio dan Ryu untuk bergerak.

Pertarungan berlanjut sengit. Ezio menggunakan kemampuan api sebagai tameng dan senjata, menciptakan pertahanan panas yang melindungi mereka dari serangan pedang dan tombak. Ryu, dengan medan tempur kecil yang sempit, mengandalkan kelincahannya dan refleks tajam—mengalihkan fokus musuh agar Ezio dapat menyisir ruang arsip dengan aman.

Ketegangan mencapai puncaknya ketika beberapa penjaga tambahan mulai berdatangan. Ezio menyadari sempitnya peluang mereka bertahan. Ia berbicara cepat pada Ryu, “Kita harus ambil dokumen penting dan keluar sebelum mereka semakin banyak.”

Dengan gerakan spontan, Ezio menyisir rak-rak terdekat, mencari dokumen yang paling bernilai. Matanya jatuh pada sebuah gulungan yang bertuliskan “Kode Kebijakan Kekaisaran” — catatan rahasia yang memperlihatkan korupsi, konspirasi dan rencana jahat kaum istana untuk menekan pemberontakan dan rakyat.

Dengan cepat, ia menggulung dan memasukkannya ke dalam kantong kecil. “Ini bisa jadi tameng kita, sekaligus senjata untuk mengungkap semua kebohongan!”

Ryu memberi sinyal bahwa musuh sudah sangat dekat. Ezio meraih tangan rakannya dan mereka berdua bergegas menuju pintu keluar melalui lorong lain sesuai rencana.

Dalam pelarian singkatnya, Ezio melepaskan percikan api yang menyambar dua tiang kayu di lorong, menciptakan asap dan kobaran kecil sebagai pengalih perhatian. Perlahan, mereka menyelinap keluar dari ruang arsip, meninggalkan suara riuh benturan pedang dan teriakan frustrasi di belakang.

Keluar dari ruangan gelap, mereka segera berlari menuruni tangga berputar yang membawa mereka ke ruang bawah tanah yang lebih luas. Nafas mereka memburu, namun semangat dan harapan di dada terasa semakin membara.

“Kita berhasil! Dokumen ini akan mengubah segalanya,” ucap Ezio terengah-engah, matanya bersinar penuh kebanggaan sekaligus tanggung jawab besar.

Ryu mengangguk dengan senyum tipis, “Jalan masih panjang, tapi ini langkah besar. Sekarang kita punya bukti yang bisa dipertaruhkan di hadapan rakyat dan pembela keadilan.”

Sementara itu, di ruang lain dalam istana, suara pemberontakan kecil mulai bergema. Mereka tidak tahu bahwa malam ini, dua anak muda dengan keberanian dan api dalam diri mulai menuai buah dari usaha rahasia mereka—buah yang akan menantang kekuasaan dan membakar kebohongan bertahun-tahun.

Ezio menarik napas dalam, merasakan kehangatan api di dalam dadanya, bukan hanya sebagai kekuatan tapi harapan.

“Ini perang tanpa batas. Tapi aku tahu, selama aku punya kalian dan api ini tetap menyala, kita tidak akan pernah benar-benar kalah,” katanya pelan pada Ryu saat mereka berbalik melangkah ke tempat pertemuan dengan Mira.

________

Sementara Ezio dan Ryu berlaga di ruang arsip rahasia, Mira yang berjaga di ruang tunggu bawah tanah merasakan kegelisahan yang tak biasa. Getaran sihir di sekitarnya tampak berdenyut aneh, seolah ada keberadaan tak kasat mata yang mengusik keseimbangannya. Ia melepas pandangan dari gulungan mantra di tangannya dan menatap keliling ruangan dalam waspada.

Tiba-tiba, bayangan samar menyelinap keluar dari balik pilar batu, dengan gerakan cepat tapi hening layaknya kucing. Mira langsung berdiri, menarik nafas dalam dan bersiap dengan mantra perlindungan yang selama ini menjadi andalannya.

“Siapa di sana?” suaranya bergetar namun tegas.

Dari balik kegelapan muncul sosok seorang pria bertubuh ramping dengan wajah tertutup bedak putih, ciri khas mata-mata istana yang lihai menyamar. Tatapan pria itu menyiratkan ambisi dan rahasia yang dalam, sosok yang selama ini menyusup diam-diam merongrong kepercayaan dan harapan rezim kaisar.

“Aku datang bukan untuk menyakiti,” suara pria itu lirih, “tapi kau harus tahu, bahwa keadaan ini semakin rumit. Banyak dari mereka di sekitar kalian ternyata double agent, pengkhianat yang bermain di dua sisi.”

Mira menolak mundur. “Aku memilih berdiri di sisi yang benar. Kalian yang menyalahgunakan kekuasaan harus dihentikan.”

Pria itu tertawa kecil. “Benarkah? Atau kau hanya menipu dirimu sendiri? Bisakah kau benar-benar mempercayai Ezio dan anak buahnya? Sudah terbukti ada informasi yang bocor, dan bukan dari mereka sendiri.”

Mira merasakan konflik batin yang mendalam. Jika pria ini benar, maka warisan kepercayaan di antara mereka retak parah. Ia teringat pada janji yang mereka ikrarkan bersama: persatuan dan kepercayaan sebagai pondasi perjuangan.

“Kau punya bukti?” tanya Mira terpaksa.

Pria itu mengulurkan gulungan dokumen berisi pesan rahasia, disamarkan dalam bahasa kode yang hanya dapat terbaca oleh kaum elite istana. “Ini catatan perjalanan beberapa agen ganda, termasuk satu yang sangat dekat dengan kalian.”

Dalam keadaan genting itu, Mira tahu bahwa ia harus membuat keputusan sulit: mengungkap pengkhianatan kepada Ezio dan Ryu sekaligus mempertaruhkan stabilitas aliansi atau menyimpan rahasia ini demi mencegah kepanikan yang bisa menghancurkan harapan mereka.

Ia menunduk sejenak, memanggil semua keberanian dan kebijaksanaan yang dimilikinya.

“Baiklah,” katanya akhirnya, “Aku akan menguji informasi ini terlebih dahulu. Tapi jika ada pengkhianatan dalam lingkaran kita, aku berjanji akan menindak tegas. Kita tidak bisa berjalan bersama bila pondasi kepercayaan kita roboh.”

Pria itu mengangguk, merasakan tekad Mira yang menguat. Ia pun menghilang kembali ke kegelapan sebelum muncul ancaman lebih jauh.

Beberapa saat berselang, Mira kembali ke ruang pertemuan dan segera menyampaikan hal ini kepada Ezio dan Ryu. Suasana menjadi tegang, rasa curiga mengisi ruangan yang sebelumnya penuh kehangatan persaudaraan.

Ezio mengerutkan kening, mencoba menenangkan suasana. “Kita memang sedang melawan musuh luar dan dalam. Tapi kita harus tetap percaya satu sama lain sampai bukti yang jelas ditemukan.”

Ryu menambahkan, “Kita harus lebih waspada. Jangan sampai cahaya api ini padam oleh kegelapan pengkhianatan.”

Mira mengangguk dan menyimpan dokumen rahasia itu di tempat aman. Ia tahu perjuangan mereka tidak hanya soal kekuatan, tetapi juga hati yang harus diuji — karena sebuah revolusi tidak hanya melibatkan pedang dan api, tapi juga kepercayaan dan pengorbanan.

Seiring malam bergulir, ketegangan dan keraguan menjadi ujian berat. Namun benih kepercayaan kecil masih tumbuh di antara mereka, pelita harapan yang harus dijaga agar tetap menyala dalam kegelapan yang pekat.

_________

Malam semakin larut di Bastion, namun keheningan hanya semu. Di balik dinding rumah tua yang tersembunyi, api kecil lilin berpendar redup di malam yang penuh ketegangan. Ezio, Ryu, dan Mira duduk mengelilingi meja yang dipenuhi peta, dokumen, dan perlengkapan sihir serta pedang. Wajah mereka letih, namun pandangan mata tiap-tiap dari mereka menyala dengan nyala semangat yang tak surut.

Beberapa jam terakhir mereka gunakan untuk merapikan rencana yang telah disusun rapi, memastikan tidak ada celah di antara strategi yang akan dijalankan pada fajar esok hari. Mira sibuk menandai titik-titik kontak rahasia di peta, memastikan jaringan komunikasi aman, sementara Ezio dan Ryu menyesuaikan perlengkapan mereka, mengasah senjata dan menyiapkan mantra perlindungan.

“Besok kita mulai lembaran baru di Bastion,” ujar Ezio, suaranya mantap dan baja. “Ini bukan hanya tentang kita, tapi untuk seluruh rakyat yang menentang tirani. Api ini bukan sembarang api. Ini api harapan, kebangkitan dari segala penderitaan."

Ryu mengangguk, “Dan kita harus menjadi penjaga api itu. Kita tak boleh terlena oleh kegelapan yang pasti mencoba memadamkannya. Setiap langkah kita akan diawasi, bahkan oleh tangan-tangan yang tak kita duga.”

Mira menatap keduanya dengan tatapan penuh kesungguhan. “Kita harus tetap bersama. Kepercayaan yang kita tanam sekarang akan jadi benteng saat badai menerjang. Aku tidak akan membiarkan api ini padam. Kalian juga harus berjanji kepada dirimu sendiri dan aku, bahwa kita akan tetap bersatu, walau seberapa berat ujian datang.”

Ezio menengadah, menyentuh lehernya di mana kalung pemberian Master Kalen tergantung. “Aku berjanji. Api dalam dadaku bukan hanya untuk membakar pengkhianatan dan tirani, tapi jadi pelita bagi mereka yang tersesat dalam gelap. Kita bukan hanya pejuang, tapi pelindung mimpi.”

Ryu memegang bahu Ezio erat, “Janji yang tak boleh dilupakan. Kita adalah satu, dan bersama, tidak ada yang bisa memadamkan nyala kita.”

Mira tersenyum tipis, “Besok fajar bukan hanya awal baru, tapi awal pertempuran besar. Kita harus siap membawa perubahan — melalui api dan jiwa.”

Di luar rumah tua tersebut, angin malam membawa aroma tanah basah dan daun remuk, mengelus lorong-lorong kota yang sunyi. Namun di balik itu, kegelapan bergerak dengan diam-diam. Mata-mata kaisar yang tersembunyi terus mengintai setiap gerak-gerik. Petugas pengintaian mereka melaporkan aktivitas tidak biasa, cahaya kecil yang berpindah-pindah, seperti bayangan api di tengah badai.

Seketika, suara langkah berat dan alam yang pecah oleh jeritan halus terdengar dari kejauhan. Seorang pembisik setengah berbisik di sebuah menara pengawas mengabarkan, “Anak bermata api, Ezio Osborn, bersama dengan sekutunya, telah bergerak dan mendekati titik penting. Rencana pemberontakan akan mulai. Kaisar menginginkan mereka dihentikan… dengan cara apapun.”

Kala itulah pintu rumah tua yang tersembunyi itu tiba-tiba bergeser keras. Kilatan sinar pedang menyambar masuk, disusul oleh bayangan para prajurit bersenjata lengkap yang menyerbu ruang itu dalam hitungan detik.

Ryu secepat kilat menghunus pedangnya, menghadang serangan pertama. Semburan sihir Mira menghadang gelombang kedua, menciptakan perisai cahaya hijau yang berdesir melawan sekelompok pasukan yang berusaha menerobos.

Ezio menarik napas dalam dan memanggil api dari dalam dirinya. Bara kecil yang selama ini ia pelihara tiba-tiba membesar menjadi kobaran yang meledak-ledak, menerangi ruang remang dalam kilatan merah jingga. Ia menerjang maju, menjadi pusat energi dan harapan yang nyata.

Namun jumlah musuh sangat banyak. Mereka dikepung. Sorot mata tajam penjaga bersenjata itu sungguh-sungguh, dan kini mereka tahu betul siapa yang ada di hadapan mereka.

“Ini bukan hanya pertempuran biasa,” teriak Ryu antara serangan dan pertahanan. “Ini perang yang akan mengubah segalanya!”

Dalam kekacauan itu, suara langkah tambahan terdengar dari pintu belakang, sebuah bayangan samar masuk melewati lorong rahasia yang sebelumnya tidak mereka perkirakan.

Mira berteriak, “Mereka datang dari dua sisi!”

Ezio mengangkat kepala, menatap tajam ke arah datangnya bayangan. Itu bukan penjaga kaisar. Itu sosok misterius yang selama ini menjadi bayangan samar dalam pikiran mereka — seorang sekutu atau mungkin pengkhianat yang akan menentukan nasib perjuangan mereka.

Ketegangan membeku. Kota Bastion menjadi saksi pertarungan yang bukan hanya soal pedang dan sihir, tapi juga harapan dan pengkhianatan.

Dan ketika bayangan itu makin dekat, Ezio sadar satu hal pahit: perang ini baru saja dimulai, dan api dalam dadanya akan diuji sampai titik tertinggi.

___________

Di tengah kobaran api dan dentangan pedang, sosok bayangan itu melepas tudung kepala, memperlihatkan wajah yang sangat dikenali Ezio — bukan sebagai musuh yang ia sangka, tapi sebagai seseorang dari masa lalunya, seseorang yang selama ini ia anggap telah hilang selamanya.

Tatapan itu menyiratkan begitu banyak pertanyaan yang tak sempat terjawab; harapan dan pengkhianatan, cinta dan dendam, semuanya bersatu dalam satu momen yang bisa mengubah arah seluruh takdir.

“Ezio…” suara itu serak, nyaris berbisik, tetapi penuh kekuatan.

Apa maksud kedatangan sosok ini? Apakah ia sekutu atau musuh yang telah lama bersembunyi? Dan apakah api dalam dada Ezio cukup kuat untuk menghadapi pengkhianatan terbesar yang berasal dari hati sendiri?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 8: Bayangan Masa Lalu — Pertarungan Emosi dan Pengkhianatan Tersembunyi

    Di balik bayang-bayang lorong istana yang gelap, kilatan pedang dan semburat api menyala-nyala membelah kesunyian. Angin dingin malam menyelinap melewati celah-celah batu, membawa aroma pengkhianatan yang sudah lama tersembunyi. Dalam sorot api merah membara, sosok yang selama ini menjadi bayangan dalam ingatan Ezio akhirnya muncul nyata. Perlahan, ia melepas tudung yang menutupi kepalanya—wajah itu terpampang jelas, mematahkan ketenangan malam dan membakar kenangan lama yang bersembunyi dalam dada Ezio.“Aku… tidak pernah pergi, Ezio,” suara itu pecah dengan deru yang sarat luka dan kerinduan, bergema seperti alunan api yang belum padam.Detak jantung Ezio tercekat, dadanya memburu bukan hanya karena bahaya yang belum selesai, tapi juga karena perasaan yang bertolak belakang mengaduk-aduk batinnya. Wajah itu bukan hanya sekadar musuh atau sekutu; ia adalah masa lalu yang pernah ia cintai sekaligus derita yang belum terobati. Senyum yang pernah terpancar kini sirna, digantikan bayang-

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 7: Pertempuran Bayangan — Ujian Keberanian dan Kepercayaan

    Gelapnya malam Bastion terasa semakin pekat saat Ezio, Ryu, dan Mira melangkah pelan menyusuri lorong-lorong rahasia di bawah kota. Udara lembap merayap masuk ke dalam pakaian mereka, bedebar rasanya di dada ketika mendengar setiap gemerisik kecil, desiran angin yang menembus celah-celah batu, dan detak jantung yang berdentum di telinga.Ezio mengatur napas. Setiap langkah dirayapinya dengan hati-hati, meyakinkan seluruh indra tetap waspada. Di salah satu sudut gelap, ia mengambil waktu sejenak untuk menenangkan pikiran. Bayangan Phoenix bersinar samar dalam pikirannya — makhluk api yang menjadi pelindung rohnya. “Api ini bukan hanya kekuatan atau balas dendam,” bisik Phoenix dalam batinnya, “tapi cahaya yang harus menerangi yang gelap dan beku.”Ryu mendekat, matanya menyaring setiap sudut lorong yang mereka lalui, terus waspada pada kemungkinan pengintai atau jebakan. “Setiap langkah kita harus senyap. Musuh paling berbahaya di dalam istana bukan cuma pedang tajam, tapi juga dengki

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 6: Mengungkap Kebenaran — Bayangan Istana dan Sengketa Dalam Diri

    Kabut pagi yang menutupi Kota Bastion semakin menebal ketika Ezio, Ryu, dan Mira melangkah pelan menyusuri lorong-lorong sempit distrik pedagang. Bau rempah, asap tembakau, dan aroma makanan campur jadi satu membaur menjadi latar belakang yang memekakkan indera. Namun bagi Ezio, setiap aroma, suara, dan gerak-gerik orang-orang di sekitar adalah petunjuk rahasia—jejak langkah yang mengarah ke jaringan informasi bawah tanah. Mira berjalan di depan, matanya tetap waspada, membaca wajah dan gerak-gerik warga yang berlalu-lalang. Ia menghindari kontak mata yang berlebihan, tahu betul bahwa di tempat seperti ini setiap orang bisa menjadi mata atau telinga bagi kaisar atau pemberontak. "Kalau kita tidak berhati-hati, satu kata salah bisa berujung pada kematian," ujar Mira pelan, suaranya nyaris hanya angin yang bergesekan dengan reruntuhan tembok tua. Dalam keheningan itu, mereka tiba di sebuah gerbang besi karatan yang tersembunyi di ujung pasar gelap. Kito, pria yang mereka temui sebelum

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 5: Jejak ke Kota Bastion — Awal Persaudaraan

    Kabut pagi menyelimuti lembah dengan lembut, membalut pepohonan dan bebatuan dalam selimut putih yang pekat. Langkah Ezio dan Ryu terhenti sesaat di puncak bukit kecil, mengamati hamparan lembah yang terbentang di bawah mereka. Dari kejauhan, puncak-puncak Gunung Bastion menjulang tinggi, membatasi cakrawala dengan bayangan megah yang menantang. Udara dingin menusuk kulit, menyibak jubah dan kerudung yang menutupi tubuh mereka. Namun, di dalam dada Ezio, api kecil dari Phoenix berdenyut kian kuat, memberikan kehangatan yang tak tergantikan oleh apapun. Ia menghela nafas panjang, merasakan ketegangan bercampur dengan harapan mulai mengisi hati mudanya. Ryu menepuk pundak Ezio, mengalihkan lamunannya. “Lembah ini adalah benteng terakhir sebelum kita menyentuh tembok bastion, Ezio. Di sanalah pertempuran sesungguhnya dimulai — bukan hanya melawan musuh luar, tapi juga melawan keraguan dan ketakutan dalam diri kita sendiri.” Ezio mengangguk pelan, menatap jauh ke depan. Ia sadar, melewa

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 4: Awal Balas Dendam — Menginjak Dunia Baru

    Pagi itu, embun masih menyelimuti dedaunan dan rumput liar di sepanjang jalan setapak. Cahaya matahari perlahan menembus celah-celah pepohonan, menciptakan pola bercahaya di tanah yang berhiaskan jejak kaki Ezio. Setiap langkahnya terasa berat sekaligus penuh harapan. Di balik tatapan matanya yang bertabur kilauan api, tersembunyi pergulatan batin antara kerinduan akan masa lalu dan tekad menatap masa depan yang penuh tantangan. Desa kecil tempatnya dilahirkan kini tinggal kenangan hangat yang membekas dalam hati, tapi dunia yang lebih luas menganga lebar, penuh misteri dan bahaya tak terduga. Sendirian di tengah hutan luas yang belum pernah ia jelajahi tanpa pendamping, Ezio belajar mengandalkan indera tajam dan perasaan yang mulai terbuka terhadap kekuatan spiritual di dalam dirinya. Setiap hembusan angin membawa bisikan yang tak kasat mata, memanggilnya untuk waspada, untuk melangkah dengan hati-hati. Burung-burung yang bernyanyi di atas kepakan sayapnya seolah memberikan semangat

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 3: Masa Kecil Ezio — Menumbuhkan Api Dalam Diri

    Ezio mulai merasakan kekuatan dalam dirinya semakin kuat selama beberapa bulan setelah kelahirannya. Di siang yang cerah, saat ia bermain di ladang bersama anak-anak desa, tanpa sengaja ia membuat sebuah cahaya merah kecil terbang dari ujung jarinya. Anak-anak lain menatapnya dengan heran dan sedikit takut. Ezio sendiri merasa campuran antara kagum dan takut akan apa yang baru saja terjadi. Ia belum sepenuhnya mengerti dari mana kekuatan itu datang. Ketika ia mencoba untuk mengulanginya, percikan api itu muncul kembali, namun kali ini lebih kecil dan cepat padam. Orang tuanya mulai memperhatikan hal-hal aneh pada diri Ezio. Ia mampu menyembuhkan luka kecil pada tubuhnya dan binatang-binatang yang terluka di sekitar desa. Beberapa penduduk desa mulai memperbincangkan tentang keberadaan "anak api" ini—yang membawa tanda keberuntungan sekaligus bahaya. Ezio pun mulai mendapatkan pelajaran dari Master Kalen mengenai tanggung jawab kekuatan. Ia memahami bahwa memiliki kekuatan bukan hany

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status