/ Fantasi / KSATRIA API PHOENIX / Bab 5: Jejak ke Kota Bastion — Awal Persaudaraan

공유

Bab 5: Jejak ke Kota Bastion — Awal Persaudaraan

작가: Kawanlama
last update 최신 업데이트: 2023-04-06 22:51:50

Kabut pagi menyelimuti lembah dengan lembut, membalut pepohonan dan bebatuan dalam selimut putih yang pekat. Langkah Ezio dan Ryu terhenti sesaat di puncak bukit kecil, mengamati hamparan lembah yang terbentang di bawah mereka. Dari kejauhan, puncak-puncak Gunung Bastion menjulang tinggi, membatasi cakrawala dengan bayangan megah yang menantang.

Udara dingin menusuk kulit, menyibak jubah dan kerudung yang menutupi tubuh mereka. Namun, di dalam dada Ezio, api kecil dari Phoenix berdenyut kian kuat, memberikan kehangatan yang tak tergantikan oleh apapun. Ia menghela nafas panjang, merasakan ketegangan bercampur dengan harapan mulai mengisi hati mudanya.

Ryu menepuk pundak Ezio, mengalihkan lamunannya. “Lembah ini adalah benteng terakhir sebelum kita menyentuh tembok bastion, Ezio. Di sanalah pertempuran sesungguhnya dimulai — bukan hanya melawan musuh luar, tapi juga melawan keraguan dan ketakutan dalam diri kita sendiri.”

Ezio mengangguk pelan, menatap jauh ke depan. Ia sadar, melewati lembah ini bukanlah sekadar perjalanan fisik, melainkan ujian batin yang akan menakar kesiapan hatinya.

Di tengah kabut yang menyaput, langkah kaki rusa liar yang tiba-tiba membelah sunyi mengingatkan mereka akan kehidupan yang tetap berjalan di dunia ini, meski badai perang semakin dekat.

Dengan keyakinan yang membara, kedua pemuda itu melanjutkan jejak mereka, melangkah ke dalam kabut dan ketidakpastian yang hanya bisa mereka kalahkan dengan keberanian dan api yang tak pernah padam.

_______

Pasar kecil di perbatasan Bastion bersinar dengan panas matahari siang yang mulai menanjak, membakar peluh yang menetes dari dahi penduduk dan para pedagang yang mengumandangkan jualan mereka. Kerumunan orang memenuhi jalanan berliku, penuh warna dan aroma rempah yang khas, campuran dari buah segar, daging panggang, dan asap dupa.

Ezio yang belum terbiasa dengan hiruk-pikuk kota besar itu memperhatikan semua detil dengan saksama. Keinginannya untuk tetap tak mencolok membuatnya menundukkan kepala dan melangkah cepat menyusuri lorong pasar. Namun hati Ezio tetap waspada, karena instingnya sudah sejak lama mengingatkan bahwa di dunia ini ada banyak bahaya yang tersembunyi di balik tawa dan obrolan ringan.

Tak jauh dari tempat Ezio berjalan, sebuah keributan tiba-tiba mengagetkan suasana. Suara benturan pedang menyela obrolan riuh. Orang-orang berhamburan ke arah suara itu dengan rasa penasaran dan kecemasan.

Ezio pun bergerak mendekat. Ia melihat di tengah kerumunan seorang pemuda berbaju sederhana berdiri mempertahankan diri dengan pedangnya. Beberapa preman berpakaian kasar mengepungnya dengan wajah penuh amarah dan serangan mematikan yang belum tentu bisa dihalau oleh si pemuda sendirian. Gadis muda di dekat mereka tampak ketakutan, nyaris menjadi sasaran para penjahat itu.

Masih teringat nasihat Master Kalen: “Gunakan kekuatanmu dengan bijak dan hanya ketika benar-benar diperlukan,” Ezio mengangkat tangan secara perlahan. Dari ujung jarinya terbit sebuah kobaran api kecil yang melayang di udara, cukup terang untuk menarik perhatian tanpa menjadi ancaman langsung.

Dengan sasaran tenang, ia melemparkan bola api kecil itu ke arah tongkat seorang preman yang hendak menghantam gadis malang tersebut. Kayu tongkat itu langsung terbakar dan patah sebelum serangan bisa mendarat. Kejutan itu menciptakan kekacauan sesaat, membuat musuh mundur dan kehilangan ritme serangan.

Pemuda berbaju sederhana itu memanfaatkan peluang, menyerang balik dengan sabetan pedangnya yang lincah dan penuh presisi, menangkis serangan satu demi satu dengan keberanian yang mengagumkan.

Ezio menyadari bahwa kekuatan api tidak hanya soal daya hancur, tapi juga soal menciptakan ruang dan waktu, memberi kesempatan bagi sekutu untuk bergerak. Ia terus mengawasi situasi dengan tenang, memikirkan strategi kecil supaya mereka bisa keluar dari kerumunan preman itu dengan selamat.

Ketegangan meningkat sesaat ketika salah satu preman mulai mengacungkan pisau tajam ke arah Ezio, berusaha memancing kemarahan dan menyerang secara langsung. Namun Ezio menahan emosi dan dengan cekatan memanggil api yang melingkar di sekitar pergelangan tangannya, menciptakan perisai panas tipis tanpa membahayakan orang sekitar.

Preman itu terhenti, merasa segan dan ragu-ragu ketika menyentuh atmosfer panas yang mengepung Ezio, lalu mundur perlahan bersama yang lain.

Perkelahian pun segera berakhir dengan para preman memilih mundur, meninggalkan keruakan dan napas tersengal di jalanan pasar. Kerumunan yang sebelumnya menyaksikan kini bertepuk tangan tipis-tipis, beberapa mengangguk kagum kepada pemuda berbaju sederhana dengan mata berkilau aneh dan api di tangannya.

Pemuda itu dengan napas terengah-engah menoleh pada Ezio, lalu tersenyum lirih. “Terima kasih atas bantuannya. Aku Ryu, seorang ahli pedang dari wilayah sebelah. Gadis itu, Hana, hampir menjadi korban perampokan yang tidak manusiawi.”

Ezio menurunkan lengannya dan membalas senyum, “Aku Ezio. Aku baru mulai memahami kekuatan ini. Tapi aku percaya, bersama-sama kita bisa melindungi yang lemah dan mengubah dunia ini.”

Ryu memandang mata Ezio dengan semacam pengenalan, tahu bahwa sosok di depannya bukan sembarang pemuda biasa. Ia mengangkat satu tangan dan menawarkan persahabatan. “Kalau begitu, mari kita hadapi tantangan bersama. Dunia ini tidak mudah untuk dijalani sendiri.”

Ezio menggapai tangan itu dan merasakan kekuatan serta semangat yang mengalir di antara mereka. Persahabatan yang baru terjalin seolah menjadi pelita yang menerangi jalan kelam yang akan mereka tempuh bersama.

Mereka bertiga—Ezio, Ryu, dan Hana—kemudian melangkah keluar dari pasar yang masih gaduh, menyadari bahwa perjalanan menuju kota besar dan keadilan akan dipenuhi dengan tantangan yang membutuhkan lebih dari sekedar kekuatan fisik.

Dalam senyum dan harapan, tersirat satu kenyataan; api yang membara dalam diri Ezio bukan hanya api pembalasan, tapi juga api persaudaraan dan perjuangan yang tak akan pernah padam.

_______

Kota Bastion tampak begitu hidup setelah matahari tenggelam. Lampu-lampu minyak mulai menyala berkelap-kelip di sepanjang jalan-jalan berbatu, menciptakan suasana hangat yang kontras dengan kedinginan malam yang mulai merayap. Namun di balik kemewahan dan keramaian itu, ada bayang-bayang gelap yang menyelimuti sudut-sudut istana megah yang berdiri kokoh di pusat kota.

Di dalam aula utama, ruang penuh ornamen emas dan karpet merah mewah, sang Kaisar berdiri di hadapan jendela besar yang menghadap kota. Tatapannya jauh dan penuh pertimbangan, seakan berat oleh beban masa lalu dan ancaman yang membayangi dari bayang-bayang.

“Ezio Osborn,” gumamnya pelan, menyebut nama yang sudah lama tertanam di hatinya sebagai luka sulit sembuh. “Anak yang membawa api Phoenix, warisan Agra Diaz yang dulu kukira telah padam bersamanya. Tapi kini, apinya menyala lagi… dan aku tak boleh menganggap remeh.”

Di sudut ruang itu, seorang kepala pengawal yang setia membungkuk dalam hormat, “Yang Mulia, laporan terbaru dari mata-mata kami mengatakan Ezio sudah mencapai Bastion. Ia tidak sendiri. Bersama dengan seorang ahli pedang dan seorang penyihir muda, mereka mulai membentuk aliansi yang mengancam kekuasaan kekaisaran.”

Kilas balik singkat terlintas dalam benak sang Kaisar: saat Agra Diaz mengalahkan banyak musuh dalam peperangan, saat saudara angkatnya itu menjadi inspirasi dan lawan sekaligus, dan bagaimana pengkhianatan serta dendam membakar putus hubungan persaudaraan mereka.

“Siapkan pasukan elit,” perintah sang Kaisar dengan suara yang dingin dan tegas, “Kita harus memadamkan api ini sebelum membakar seluruh kerajaan. Tapi lakukan dengan hati-hati. Orang-orang yang kini bersama Ezio bukan sembarang musuh. Ada kekuatan yang jauh lebih besar dari sekadar pedang dan sihir.”

Seorang penasihat tua dengan jubah gelap melangkah maju, “Yang Mulia, ada kabar lain yang perlu Yang Mulia ketahui. Seorang figur misterius yang dikenal dengan julukan ‘Bayangan Sang Penunggu’ telah mulai bergerak di Bastion. Dia memiliki hubungan lama dengan keluarga Agra Diaz dan bisa jadi kunci atau ancaman bagi rencana kita.”

Kaisar menatap lama, benaknya penuh perhitungan. “Lacak dan tangkap siapa pun yang membantu bocah itu. Jangan biarkan jejak apinya menyebar tanpa kendali.”

Sementara itu, di sebuah sudut tersembunyi Kota Bastion, dalam rumah tua yang remang-remang, Ezio, Ryu, dan Mira tengah berdiskusi sengit.

“Ini bukan hanya soal melawan pasukan kaisar atau preman jalanan,” Mira menjelaskan, matanya bersinar penuh tekad, “Istana adalah sarang intrik, fitnah, dan pengkhianatan. Mereka punya mata dan telinga di mana-mana. Kita butuh informasi yang akurat dan sekutu yang bisa dipercaya.”

Ezio mengangguk, “Aku merasakan beban warisan ini semakin nyata. Tapi api dalam dadaku juga semakin membakar keinginan untuk menuntut keadilan. Aku harus kuat, bukan hanya untuk diriku sendiri, tapi untuk semua yang tertindas.”

Ryu menambahkan, “Setelah kita temukan cara masuk ke jaringan pemberontak yang tersembunyi, kita bisa mulai membongkar kebusukan di balik kemewahan istana. Tapi harus hati-hati. Setiap langkah yang salah bisa berakibat fatal.”

Mira menatap peta dengan seksama. “Ada titik-titik lemah dalam pertahanan istana, lorong-lorong rahasia yang bisa dimanfaatkan. Tapi itu membutuhkan pengkhianatan dari dalam.”

Ezio menarik napas dalam-dalam. “Mencari pengkhianat… itu berarti kita harus lebih licik dari mereka. Terkadang aku bertanya, apakah aku siap menghadapi dunia yang penuh dengan kegelapan seperti ini.”

Mira tersenyum tipis, “Setiap api besar pasti melalui ujian gelap, Ezio. Tapi jangan lupa, apimu juga bisa menjadi cahaya bagi mereka yang terlupakan.”

Percakapan itu berakhir dengan rencana untuk menghubungi beberapa kontak rahasia di Bastion yang mungkin bisa membantu mereka dalam operasi selanjutnya.

Di luar dinding rumah tua itu, suara malam bergema dengan bisikan rahasia, roda politik mulai berputar dengan kecepatan mengancam. Pasukan kaisar bergerak dalam bayang-bayang, dan mata-mata mengintai di setiap pojok, menunggu kesempatan untuk memetik keuntungan dari kekacauan yang akan datang.

Keesokan harinya, saat fajar merekah, Ezio berdiri di atas tembok benteng kota. Dari sana, ia bisa melihat bentang luas Bastion dan dinding tinggi yang mengunci istana kerajaan. Angin pagi membawa janji dan bahaya simultan. Di bawahnya, ramai orang beraktivitas, namun hatinya sudah tertuju pada pertarungan besar yang akan menentukan nasib dirinya dan tanah Moonlight.

Phoenix berbisik lirih di dalam jiwa Ezio, “Jadilah api yang menerangi kegelapan, bukan bara yang membakar tanpa arah. Ingat, kau bukan hanya pejuang. Kau adalah harapan dan perubahan.”

Dengan tekad membara, Ezio menengadah, siap melangkah lebih jauh ke dunia yang penuh intrik, pengorbanan, dan perjuangan untuk membalas dendam sekaligus menegakkan keadilan.

_______

Malam itu, setelah pertemuan intens di rumah Mira, ketiganya duduk kembali mengelilingi meja kecil, kini dengan secangkir teh herbal yang hangat mengusir dingin malam Bastion. Walau letih, semangat mereka tidak pernah redup; setiap kata dan rencana yang dibicarakan ibarat bara api yang menyalakan kegelapan di sekitar mereka.

“Informasi yang kuterima dari kontak kami di distrik pedagang cukup menjanjikan,” kata Mira sembari membungkuk untuk melipat peta kota kembali. “Ada sebuah gudang tak terpakai di kawasan pelabuhan yang sering digunakan sebagai pertemuan rahasia kelompok pemberontak. Mereka cukup rapi mengorganisir diri—meski kaisar selalu waspada dan mengirim pasukan pemburu.”

Ryu mengangguk serius. “Kita harus bergerak cepat. Pelabuhan itu juga menjadi titik masuk dan keluar barang; jika kita bisa mengendalikan wilayah itu, kita bisa mengamankan jalur informasi dan logistik yang vital.”

Ezio menatap kedua sahabatnya, suara hatinya bergema dengan kekuatan Phoenix. “Ini lebih dari sekadar misi balas dendam. Orang-orang yang tak bersalah menderita karena kekuasaannya. Kita bukan hanya berperang untuk diri kita sendiri, tapi untuk semua yang tertindas.”

Senyum kecil mengembang di wajah Mira. “Aku bersyukur bertemu dengan kalian. Bersama, kita adalah nyala harapan yang tidak boleh dipadamkan.”

Sementara itu, di luar sana, malam semakin larut. Angin mulai bertiup lebih keras, membawa suara samar dari jalanan kota—jeritan lembut, bisikan yang terlontar di balik tirai, dan langkah sepatu yang tergesa-gesa.

Bayangan-bayangan gelap mengintip dari sudut-sudut sempit gang. Mata-mata kaisar yang tak terlihat mulai bergerak, mencari celah untuk mencengkeram incaran mereka—api kecil yang mulai menyala dan mengancam.

Kembali ke dalam ruangan remang, Ezio membuka sebungkus kecil yang dibawanya sejak perjalanan awalnya. Di dalamnya terdapat segenggam bubuk halus berwarna merah keemasan, sebuah ramuan langka yang diberikan oleh Master Kalen sebagai perlindungan spiritual.

“Kita harus berhati-hati. Ramuan ini bisa menutupi bekas energi Phoenix yang ada padaku dari deteksi sihir biasa,” Ezio menjelaskan.

Mira tersenyum puas. “Itu akan sangat membantu menyusup lebih dalam. Kekuatanmu memang luar biasa, tapi kaisar dan pengawalnya juga tak kalah licik.”

Saat mereka berbicara, di luar kota, terdengar suara letupan kecil—sebuah alarm yang menandakan bahwa ada gerakan mencurigakan di dekat tembok kota. Tidak lama kemudian, suara pasukan dan teriakan peringatan bergema. Bastion tengah dalam keadaan siaga.

Ryu menepuk bahu Ezio. “Waktunya semakin dekat. Persiapkan dirimu.”

Ezio bangkit, matanya menyala dengan tekad yang tepat seperti api Phoenix yang menghunus dalam dada. Ia tahu, besok pagi bukan akhir saja, tapi permulaan perjuangan yang akan menguji semua kekuatan, persahabatan, dan keberaniannya.

Di bawah langit gelap Bastion, tiga pejuang muda mempersiapkan diri menghadapi badai yang akan menyabut segala sesuatu — dan menuntut kisah baru tentang keberanian dan pengorbanan.

Kawanlama

Terima kasih sudah membaca novel ini. Mohon dukungannya agar Ezio masih tetap bisa berjuang.

| 좋아요
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 8: Bayangan Masa Lalu — Pertarungan Emosi dan Pengkhianatan Tersembunyi

    Di balik bayang-bayang lorong istana yang gelap, kilatan pedang dan semburat api menyala-nyala membelah kesunyian. Angin dingin malam menyelinap melewati celah-celah batu, membawa aroma pengkhianatan yang sudah lama tersembunyi. Dalam sorot api merah membara, sosok yang selama ini menjadi bayangan dalam ingatan Ezio akhirnya muncul nyata. Perlahan, ia melepas tudung yang menutupi kepalanya—wajah itu terpampang jelas, mematahkan ketenangan malam dan membakar kenangan lama yang bersembunyi dalam dada Ezio.“Aku… tidak pernah pergi, Ezio,” suara itu pecah dengan deru yang sarat luka dan kerinduan, bergema seperti alunan api yang belum padam.Detak jantung Ezio tercekat, dadanya memburu bukan hanya karena bahaya yang belum selesai, tapi juga karena perasaan yang bertolak belakang mengaduk-aduk batinnya. Wajah itu bukan hanya sekadar musuh atau sekutu; ia adalah masa lalu yang pernah ia cintai sekaligus derita yang belum terobati. Senyum yang pernah terpancar kini sirna, digantikan bayang-

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 7: Pertempuran Bayangan — Ujian Keberanian dan Kepercayaan

    Gelapnya malam Bastion terasa semakin pekat saat Ezio, Ryu, dan Mira melangkah pelan menyusuri lorong-lorong rahasia di bawah kota. Udara lembap merayap masuk ke dalam pakaian mereka, bedebar rasanya di dada ketika mendengar setiap gemerisik kecil, desiran angin yang menembus celah-celah batu, dan detak jantung yang berdentum di telinga.Ezio mengatur napas. Setiap langkah dirayapinya dengan hati-hati, meyakinkan seluruh indra tetap waspada. Di salah satu sudut gelap, ia mengambil waktu sejenak untuk menenangkan pikiran. Bayangan Phoenix bersinar samar dalam pikirannya — makhluk api yang menjadi pelindung rohnya. “Api ini bukan hanya kekuatan atau balas dendam,” bisik Phoenix dalam batinnya, “tapi cahaya yang harus menerangi yang gelap dan beku.”Ryu mendekat, matanya menyaring setiap sudut lorong yang mereka lalui, terus waspada pada kemungkinan pengintai atau jebakan. “Setiap langkah kita harus senyap. Musuh paling berbahaya di dalam istana bukan cuma pedang tajam, tapi juga dengki

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 6: Mengungkap Kebenaran — Bayangan Istana dan Sengketa Dalam Diri

    Kabut pagi yang menutupi Kota Bastion semakin menebal ketika Ezio, Ryu, dan Mira melangkah pelan menyusuri lorong-lorong sempit distrik pedagang. Bau rempah, asap tembakau, dan aroma makanan campur jadi satu membaur menjadi latar belakang yang memekakkan indera. Namun bagi Ezio, setiap aroma, suara, dan gerak-gerik orang-orang di sekitar adalah petunjuk rahasia—jejak langkah yang mengarah ke jaringan informasi bawah tanah. Mira berjalan di depan, matanya tetap waspada, membaca wajah dan gerak-gerik warga yang berlalu-lalang. Ia menghindari kontak mata yang berlebihan, tahu betul bahwa di tempat seperti ini setiap orang bisa menjadi mata atau telinga bagi kaisar atau pemberontak. "Kalau kita tidak berhati-hati, satu kata salah bisa berujung pada kematian," ujar Mira pelan, suaranya nyaris hanya angin yang bergesekan dengan reruntuhan tembok tua. Dalam keheningan itu, mereka tiba di sebuah gerbang besi karatan yang tersembunyi di ujung pasar gelap. Kito, pria yang mereka temui sebelum

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 5: Jejak ke Kota Bastion — Awal Persaudaraan

    Kabut pagi menyelimuti lembah dengan lembut, membalut pepohonan dan bebatuan dalam selimut putih yang pekat. Langkah Ezio dan Ryu terhenti sesaat di puncak bukit kecil, mengamati hamparan lembah yang terbentang di bawah mereka. Dari kejauhan, puncak-puncak Gunung Bastion menjulang tinggi, membatasi cakrawala dengan bayangan megah yang menantang. Udara dingin menusuk kulit, menyibak jubah dan kerudung yang menutupi tubuh mereka. Namun, di dalam dada Ezio, api kecil dari Phoenix berdenyut kian kuat, memberikan kehangatan yang tak tergantikan oleh apapun. Ia menghela nafas panjang, merasakan ketegangan bercampur dengan harapan mulai mengisi hati mudanya. Ryu menepuk pundak Ezio, mengalihkan lamunannya. “Lembah ini adalah benteng terakhir sebelum kita menyentuh tembok bastion, Ezio. Di sanalah pertempuran sesungguhnya dimulai — bukan hanya melawan musuh luar, tapi juga melawan keraguan dan ketakutan dalam diri kita sendiri.” Ezio mengangguk pelan, menatap jauh ke depan. Ia sadar, melewa

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 4: Awal Balas Dendam — Menginjak Dunia Baru

    Pagi itu, embun masih menyelimuti dedaunan dan rumput liar di sepanjang jalan setapak. Cahaya matahari perlahan menembus celah-celah pepohonan, menciptakan pola bercahaya di tanah yang berhiaskan jejak kaki Ezio. Setiap langkahnya terasa berat sekaligus penuh harapan. Di balik tatapan matanya yang bertabur kilauan api, tersembunyi pergulatan batin antara kerinduan akan masa lalu dan tekad menatap masa depan yang penuh tantangan. Desa kecil tempatnya dilahirkan kini tinggal kenangan hangat yang membekas dalam hati, tapi dunia yang lebih luas menganga lebar, penuh misteri dan bahaya tak terduga. Sendirian di tengah hutan luas yang belum pernah ia jelajahi tanpa pendamping, Ezio belajar mengandalkan indera tajam dan perasaan yang mulai terbuka terhadap kekuatan spiritual di dalam dirinya. Setiap hembusan angin membawa bisikan yang tak kasat mata, memanggilnya untuk waspada, untuk melangkah dengan hati-hati. Burung-burung yang bernyanyi di atas kepakan sayapnya seolah memberikan semangat

  • KSATRIA API PHOENIX   Bab 3: Masa Kecil Ezio — Menumbuhkan Api Dalam Diri

    Ezio mulai merasakan kekuatan dalam dirinya semakin kuat selama beberapa bulan setelah kelahirannya. Di siang yang cerah, saat ia bermain di ladang bersama anak-anak desa, tanpa sengaja ia membuat sebuah cahaya merah kecil terbang dari ujung jarinya. Anak-anak lain menatapnya dengan heran dan sedikit takut. Ezio sendiri merasa campuran antara kagum dan takut akan apa yang baru saja terjadi. Ia belum sepenuhnya mengerti dari mana kekuatan itu datang. Ketika ia mencoba untuk mengulanginya, percikan api itu muncul kembali, namun kali ini lebih kecil dan cepat padam. Orang tuanya mulai memperhatikan hal-hal aneh pada diri Ezio. Ia mampu menyembuhkan luka kecil pada tubuhnya dan binatang-binatang yang terluka di sekitar desa. Beberapa penduduk desa mulai memperbincangkan tentang keberadaan "anak api" ini—yang membawa tanda keberuntungan sekaligus bahaya. Ezio pun mulai mendapatkan pelajaran dari Master Kalen mengenai tanggung jawab kekuatan. Ia memahami bahwa memiliki kekuatan bukan hany

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status