Suara Pak Karjo semakin kencang terdengar.
“Haaaarghhh! Haaarghhh … haaaarghhh!”
Membuat Delon hanya bisa terperanjat. Menyaksikan tubuh Pak Karjo menegang, dan bergetar hebat.
“Apa yang sedang terjadi?” Terlihat Delon mulai kebingungan.
Dia hanya bisa terpaku, dan duduk merapat ke dinding rumah. Dengan tatapan yang semakin nanar meliihat ke arah Pak Karjo.
Tak berapa lama, tubuh lelaki paruh baya itu terlihat lemas. Hingga tersungkur ke tanah. Seketika itu, Delon berlari ke arahnya.
Berusaha untuk memberikan bantuan.
“Pak Karjo … bangun, Pak!”
Wisnu terus mengguncang tubuhnya. Tapi, tak ada pergerakan sama sekali. Sesaat Delon pun terdiam. Dia memandang wajah Pak Karjo yang terlihat letih. Dengan mata yang tertutup rapat.
“Aku harus bisa membuatnya terbangun.”
Kemudian, dia membasahi tangan dengan air kolam. Memercikkan pada wajah
“Raisaaa …!”Suara itu, seperti tepat di lubang telinga. Bahkan, hembusan napas terasa di sekitar wajahnya. Sontak Raisa membuka kedua mata. Namun, dia tak berani untuk bangun.Dari balik selimut. Gadis itu mengamati kamar. Dengan seksama.“Apa aku salah dengar?” bisik Raisa.Tubuhnya semakin meringkuk. Dia berusaha untuk memejamkan mata, dan tidur. Tapi, bulu kuduknya semakin merinding.Detak jantungnya pun mulai berdegup kencang. Hingga membuat tarikan napasnya tak leluasa. Sedikit sesak.“Jangan ya Allah! Aku takut kalau melihat sosok wanita itu lagi.”Bibirnya mulai bergerak-gerak. Namun, setiap doa atau surat Alquran yang dia baca. Semua lupa mendadak. Tiba-tiba, ingatannya kosong.“Kok aku jadi ngeblank gini? Semua yang aku hapal mendadak lupa.”Teng teng teng!“Raisaaa ….”“Hoooohhh!”Matanya terbelalak
Terdengar suara balasan yang aneh. Suara seorang wanita, yang seakan menggema. Membuat Momoy langsung tercekat, seolah tak bisa bicara.“Manaaa … kuku-ku?”“Haaaaa …?” Momoy terperangah, dengan kedua mata yang membulat lebar. Dia tak tahu harus menjawab apa. Yang ada tangannya bergetar sangat hebat.“Manaaaaa … kuku?”“Mbaaaak!” teriak Momoy.Raisa terus menggeleng. Dengan tatapan yang nanar. Memandang ke arah pintu.“Matikan telpon itu, Moy!” ucapnya lirih, tak terdengar.“Mbak!”Tiba-tiba, Momoy sudah berdiri di ambang pintu. Tangannya menunjuk pada meja telepon.“Mbak, ada yang cari kuku.”Seketika itu, Raisa langsung bersembunyi di balik bantal.“Momoy, kamu masuk! Dan, tutup pintunya, kunci!!!” Setengah berteriak Raisa bicara.Namun, Momoy mas
Mereka berdua langsung ke luar rumah. Tampak sebuah mobil berwarna putih, keluaran Jepang. Dari dalam mobil, terlihat bayangan Delon yang masih menerima telepon.Lelaki tampan itu, menurunkan kaca jendela. Serta memberi aba-aba pada Raisa untuk segera masuk.“Ayo, Bu Marto.”“Ya udah, kamu duduk di depan aja.”“Baik, Bu.”Mereka pun menunggu Delon selesai bicara di ponselnya. Etelah menunggu beberapa detik. Dia menoleh pada Raisa dan Bu Marto.“Maaf, tadi ada telpon urtusan pekerjaan.”“Enggak apa-apa, Mas Delon.”“Sekarang kita lewat mana?”“Putar balik aja, Mas,” sahut Bu Marto.“Oh, baik Bu. Makasih.”Mobil mereka segera menuju ke desa sebelah. Jarak yang tak terlalu jauh. Membuat hanya dalam hitungan menit, mobil sudah berhenti di depan sebuah rumah yang sangat besar.Terlihat halaman
Mereka bertiga saling berpandangan saat mendengar cerita wanita tua itu.“Kok bisa begitu Bu?” Hampir serempak mereka bertiga bertanya."Dan kenapa enggak ikhlas?" tanya Raisa.Wanita tua itu menoleh kiri kanan. Seakan takut oleh seseorang atau sesuatu.Wajah tuanya mengernyit. Seperti mengetahui sesuatu hal yang menjadi rahasia pada Bu Sapto.“Bu Sapto, semasa hidupnya melakukan pesugihan,” ujar Wanita tua itu berbisik.Jawaban wanita itu semakin membuat Raisa, Delon dan Bu Marto tercengang."Pe-pesugihan ..." ulang Bu Marto terhenyak.“Pesugihan apa?” tanya Raisa penasaran.“Pesugihan yang membutuhkan tumbal. Dan yang sering menjadi korban--"Dia menghentikan kalimatnya. Lalu bola matanya melirik ke segala arah. Sedangkan Raisa, Delon dan Bu Marto terus menatap tajam ke arahnya."Siapa Bu korbannya?""Orang-orang yang lewat di depan rumah in
Wanita itu memandang satu persatu ke arah mereka. Seolah tak percaya. Dengan apa yang mereka katakan."Jadi tujuan kalian kemari untuk mencari tau?""Iya, Bu. Saya selalu dihantui sosok Bu Sapto. Hampir setiap hari, Bu. Terus Mas Delon ini juga.""Ka-kalian berdua?""Iya," jawab Raisa dan Delon bersamaan.“Eeeehhh ….”Wanita tua itu terus menatap ke arah mereka. Dengan pandangan yang berbeda."Sebenarnya apa yang telah terjadi?"Raisa terlihat ragu untuk bercerita. Dia melihat pada Bu Marto dan Delon, yang mengangguk padanya.“Sa-saya pemandi jenazahnya, Bu.”“Jenazah bu Sapto?”“Iya, Bu. Saat saya mandikan, kuku Bu Sapto terlepas. Ternyata tersangkut di renda kerudung saya.”"Sampai tersangkut?"Raisa mengangguk pelan."Hemmm, aneh," gumam Bu Sapto."Aneh gimana Bu?" Raisa heran melihat reaksi wanita itu.
Rumah Bu Sapto benar-benar luas. Terkesan megah dan kokoh. Dipadu dengan gaya klasik khas Jawa. Yang berbentuk joglo, menambah kesan misteri rumah ini semakin kuat.“Aku enggak bisa bayangin kalau malam hari. Pasti semakin seram," bisik wanita itu.Bu Marto semakin kebingungan. Dia merasa ditinggal oleh Raisa dan Delon. Mereka seperti menghilang di dalam rumah ini.“Perasaan aku jadi enggak enak. Apa mataku yang sudah tua atau—“Bu Marto menghentikan kalimatnya. Pikiran dia benar-benar kacau saat ini. Sekelebat bayangan hitam kembali terlihat olehnya. Seperti sedang melintas masuk rumah."Haaahhh! Apa itu tadi?"Dia berjalan sedikit menjauh. Dari jendela dan pintu rumah yang terbuat dari kayu jati penuh ukiran. belum sampai pikirannya jernih.Tiba-tiba ....Dia melihat seraut wjah wanita mengintip dari kaca jendela bagian dalam. Tatap matanya terus mengarah pada Bu Marto. Membuat dia terhenya
"Dia ...?" ulang Bu Marto. Tatap matanya tak lepas mengarah pada Bu Saiful yang mulai terlihat gelisah."Iya. Makhluk pencari tumbal itu," bisik Bu Saiful. Suaranya hampir tak terdengar."Haaahhh!"Kalimat wanita itu semakin membuat Bu Marto mati kutu. Hingga mengerjap beberapa kali. Sembari melihat ke arah pengendara itu yang darahnya tercecer.Bu Marto sampai menitikkan air mata. Lalu mengusapnya cepat-cepat. Dia langsung teringat akan Delon dan Raisa.'Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa mereka enggak keluar sama seklai dari rumah itu?'“Kamis legi ini ya?” teriak salah seorang warga.“Iya, Pak.”“Walaaahhh. Pasti ada yang begini. Tahun ini sudah berapa?” teriak salah seorang warga lagi. Yang terdengar jelas di telinga Bu Marto.“Baru dua sama yang sekarang.”'Mereka menghitungnya?'“Berarti akan ada kecelakan lagi,” s
Di dalam rumah Bu Sapto. Hanya terdengar suara langkah Raisa dan Delon yang mengikuti Bu Aminah. Mereka seperti tak mendengar suara apa pun dari arah luar. Seolah sedang berada di suatu ruang yang tertutup yang kedap suara.Sesekali Raisa menoleh ke arah belakang. Tepatnya ke arah pintu luar. Dia merasa ada yang aneh. Suasana terlihat berbeda dari sebelumnya."Kenapa gelap seperti malam hari? Padahal 'kan ini masih siang?" bisik Raisa, mulai merasakan keanehan.Sontak dia menarik lengan Delon. Untuk mendekat."Apaan, Sa?""Coba deh Mas lihat ke arah pintu luar!""Memangnya kenapa?""Iiih, lihat sekarang!"Delon mengikuti ucapan Raisa. Dia menoleh ke arah pintu luar. Lalu kembali melihat pada Raisa dengan kedua mata yang menyipit."Ada apa emangnya?""Mas Delon enggak lihat apa-apa?"Dia menggeleng cepat. Jawaban Delon membuat Raisa semakin gamang dan merasa aneh."Sa! Memangnya ada apa?" tegur Delon