Share

5. MEMBALAS SI PELAKOR

last update Last Updated: 2022-11-18 23:29:17

Bugg. “Aw.” Aku memekik kesakitan. Satu tendangan pada punggungku membuat senjata yang berada di tangan terjatuh. Aku limbung dan berusaha menyeimbangkan tubuh sambil terus memegangi si pelakor.

Bugg. Kembali satu tendangan mendarat pada punggungku. Kali ini terasa lebih keras dan menyakitkan hingga membuatku jatuh tersungkur. Secara otomatis tubuh wanita menjijikan itu lepas dari genggamanku. Sial. Aku merutuki diri sendiri.

Mereka sangat pandai membaca situasi. Jumlah mereka sangat banyak. Pasti bisa membagi tugas dengan baik. Sedangkan aku, terlalu nekat datang seorang diri.

Walaupun nantinya mereka bisa melumpuhkan atau bahkan mungkin mengambil nyawaku, tidak akan memberikan kebanggaan apapun. Seluruh dunia akan mengecam saat mengetahui bahwa satu wanita dikeroyok oleh banyak lelaki.

“Angkat senjata kalian! cepat habisi dia!” suara teriakan si pelakor membangunkan lamunan. Aku harus segera bertindak kalau tak mau mati konyol.

Menyapu pandangan. Anak buah Hendra sudah siap dengan senjata di tangan. Gila, mereka benar-benar berniat membunuhku. Bahkan saat aku tak bersenjata, mereka tetap saja ingin menghabisiku. Tak memberi kesempatan sedikitpun bagiku untuk melawan dengan senjata yang sama. Dasar pecundang.

Aku tak boleh pasrah dan harus bertindak cepat. Kutendang kaki wanita sialan itu. Saat tubuhnya hampir terjatuh segera menangkapnya dan menjadikan tameng untuk menutupi tubuhku dari serangan musuh.

Mengambil senjata yang terjatuh dengan kaki dan melempar ke udara lalu menangkapnya. Kemudian menggulingkan tubuh dengan memegang erat tubuh si pelakor. Aku tak peduli kalau dia yang akan kena peluru. Siapa suruh dia berbuat curang. Inilah balasan untuknya.

“Aw. Lepaskan aku! Aku tidak mau tertembak! Aw ....” teriak wanita licik itu seraya menutupi matanya.

“Nyawamu berada di ujung tanduk karena kebodohanmu! Siapa yang menyuruh mereka mengangkat senjata. Itu namanya senjata makan tuan, Bodoh! Bersiaplah untuk mengantar nyawamu!”

Aku terus menghindari timah panas dengan menggulingkan tubuh ke sisi yang aman. Sesekali menembakkan senjata ke arah musuh. Untung saja aku sudah terlatih dalam menghadapi situasi seperti ini. Menangkap para penjahat bahkan gembong narkobapun sudah pernah kulakukan.

“Mas, Hendra. Tolong hentikan mereka! Aku bisa mati!” teriak si pelakor dengan ketakutan. Dan aku sangat menikmati rasa takutnya.

“Aku sudah bilang, hati-hati dengannya! Dia mantan anggota kepolisian! Jangan meremehkan dia!” teriak suamiku. Rupanya dia masih mengingatnya. Aku pikir setelah sekian lama dia menekan kebebasanku dalam pengawasannya, dia sudah lupa bagaimana sepak terjang Briptu Vania dulu.

“Aw! Cepat perintahkan mereka untuk menghentikannya!” teriak si pelakor makin ketakutan. Jiwanya kini terpenjara dalam bisingnya suara tembakan dan dentingan barang-barang yang kulempar ke arah musuh. Apapun yang ada di hadapanku kuangkat dan juga menendang ke arah musuh. Walau lelah, aku harus terus bertahan.

Aku sangat menikmati ketakutan si pelakor dan juga suamiku.

“Bersiaplah! Aku akan melempar tubuhmu ke udara dan akan menghentikan dengan senjata ini ha ... ha ... ha ...” aku sangat menyukai permainan ini. Wanita ini berteriak sambil menutup matanya.

Aku melihat salah satu anak buah hendra bersiap menembak ke arahku. Segera mengangkat senjata bersiap untuk menembaknya terlebih dahulu. Sial. Peluru dalam senjataku sudah habis. Aku segera mengguling ke samping beberapa kali.

Harus segera mencari akal untuk menyelamatkan diri. Bagaimanapun caranya aku harus tetap hidup. Posisiku tak jauh dari dinding. Segera merapat ke dinding dan berusaha bangkit. Kutarik lengan Clarista yang berusaha untuk kabur.

‘Mau kemana kau?!” aku mencekik lehernya. Dengan sengaja merapatkan tubuh menjijikan itu pada tubuhku yang bersandar di dinding. Supaya anak buah Hendra tak berani menembakku. Minimal mereka akan berhati-hati.

“Lep ... paskan ... aku.”

“Kau perintahkan dulu kepada mereka untuk menurunkan senjatanya!” teriaku dengan sangat keras. Supaya hendra mendengarnya. Namun lelaki itu tetap bergeming seolah tak mendengarku. Dasar lelaki tak berguna. Tetap saja dia hanya mementingkan kepentingannya sendiri.

Aku menyapu pandangan. Tak ada seorangpun akan buah Hendra yang menurunkan senjata. Mereka tetap bersiap dengan senjata di tangan.

“Kau lihat calon suami kesayanganmu itu? Dia tidak peduli kepadamu! Dia hanya memikirkan dirinya sendiri seperti kebiasannya! Kau tak dipedulikan olehnya! Kasihan sekali. Dia lebih memilih aku membunuhmu!”

“Tidak mungkin!”

“Kau lihat saja sendiri.” Ucapku sambil menekan lebih keras leher si pelakor.

“Mas, tolong. Perintahkan mereka untuk menurunkan senjata, cepat!”

“Ba-baik.” Jawab Hendra terbata. Entah apa yang ada dalam pikirannya.

‘Turunkan senjata kalian!” perintah Hendra kepada anak buahnya.

“Bukan hanya menurunkan saja! Kumpulkan semua senjata dan bawa ke hadapanku!” perintahku kepada mereka.

“Cepat lakukan perintahnya!” perintah Hendra kepada anak buahnya.

Satu persatu anak buah hendra mendekat dan meletakkan senjata tepat di hadapan. Walau begitu aku harus tetap waspada. Bisa saja salah satu dari mereka masih menyembunyikan senjata api dari balik pakaiannya.

“Cepat lepaskan aku!”

“Baik.” Aku memang memenuhi janji untuk melepasnya. Tapi tidak dengan melepas dia untuk menjauh dariku. Tetap bersiap kalau dia akan melangkah aku harus siap menahannya kembali.

Tak menyangka. Dia tidak kemana-mana. Namun seperti sedang merencanakan sesuatu. Sorot mata kupertajam. Entah kelicikan apa yang sedang tertanam dalam otaknya. Harus bersiap dengan segala kemungkinan.

Terus memperhatikan segala gerak geriknya. Sesekali dia melirik ke arah senjata yang tak jauh dari hadapanku. Aku mengerti sekarang. Dia pasti akan mengambil senjata itu dan berniat untuk menembakku.

Baiklah akan kulihat seberapa jauh keberaniannya. Dia bahkan tak tahu kalau aku bisa membaca apa yang direncanakannya. Aku akan berpura-pura lengah.

Uhuk uhuk. Aku berpura-pura batuk dan memegangi dadaku. Benar saja dia menunduk dan mengambil senjata. Tak kubiarkan rencananya berjalan mulus. Kuinjak tangannya hingga wanita itu mengaduh kesakitan. Senyum puas mengembang dari sudut bibirku. Lalu mensejajarkan diri dengannya.

“Apa kau ingin menembakku, hmm?” kuambil senjata dan menelusuri pipi mulusnya dengan pucuk senjata api. Dia terlihat sangat ketakutan. Wajahnya memucat dan bibirnya bergetar. Make up pengantin yang begitu sempurna akan kurusak.

Menarik rambut dan juga mahkota di kepalanya dengan paksa. Terdengarlah pekik suara mengenaskan. Gaun pengantin berwarna putih yang sangat indah dengan belahan dada yang  rendah sengaja kurobek hingga dadanya menyembul.

Clarista berteriak dan berusaha menutupi dadanya. Dia terus memakiku. Hampir seluruh penghuni kebun binatang keluar dari mulutnya.

“Kenapa? Kau marah karena gaun pengantin dan riasanmu kuhancurkan? Untung saja bukan wajahmu yang kuhancurkan!”

“Dasar wanita iblis kau! Jauhkan pistol itu dariku!”

“Apa kau takut? Anggap saja pistol ini adalah jemari selingkuhanmu.” Ucapku dengan nada sinis. Kembali menekan jemarinya dengan kakiku hingga bunyi kreek. Bunyi apa itu. Apakah tulangnya remuk. Padahal aku tak menginjaknya dengan keras. Syukurlah kalau memang remuk. Hingga tak bisa membelai pipi suamiku lagi.

“Ahhh ....” Lolongan panjang si pelakor sangat menyayat hati.

“Kenapa? Sakit?” tanyaku berpura-pura kasihan dan sekali lagi menginjaknya hingga dia kembali menjerit kesakitan.

“Vania! Jangan keterlaluan kamu!”

“Diam ditempatmu atau kubunuh dia! Aku akan mengurusmu nanti! Kau ada bagiannya sendiri! Tunggulah!” aku menghentikan langkah suamiku.

“Kalau kau nekat. Kupastikan wanita yang kau cintai ini akan meregang nyawa di hadapanmu!” aku menekan senjata api pada wajah wanita sialan itu untuk mengancam suamiku.

Hendra mundur beberapa langkah. Sial. Ternyata dia perhatian juga dengan nyawa selingkuhannya itu hingga membuatku makin muak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KURAMPAS MAHAR LIMA MILYAR    27. HENDRA MEMBUATKU KESAL

    “Baiklah, aku akan memberitahumu, supaya kau tak malu jika tetap nekad datang ke kantor esok hari!” aku tersenyum sinis sembari menyilangkan tangan di dada.“Katakan apa yang sudah kau lakukan? Kalau kau berani macam-macam, aku habisi kau!” Hendra hendak mencekikku. Dan aku membiarkan dia untuk melakukannya. Bukannya aku ingin mati konyol, rumah ini terpasang cctv di setiap sudut. Jadi sangat mudah untuk mencari bukti kejahatannya.Namun entah kenapa tiba-tiba Hendra menghentikan aksinya setelah melihat ke atas. Mungkin saja dia menyadari jika ruangan ini terpasang cctv.“Kenapa kau berhenti?” tanyaku dengan tersenyum sinis.Hendra mendengkus kesal. Lalu berkata, “Dengar, Vania! Kau takkan pernah bisa mengalahkanku! Kau hanya wanita rumahan yang tak tahu pekerjaanku! Jadi, jangan coba-coba untuk melawanku kalau kau tak ingin malu di hadapan para pebisnis!” Hendra berkata dengan kesal.“Oke! Aku terima tantanganmu. Dan lihatlah apa yang akan terjadi besok. Selamat malam, Hendra! Tidurl

  • KURAMPAS MAHAR LIMA MILYAR    26. HENDRA MENGALAH

    “Kau salah, Hendra! Rumah ini sudah menjadi milikku. Dan sebentar lagi kita akan bercerai dan kau harus pergi dari rumahku. Tinggallah bersama selingkuhanmu itu!” jawabku dengan berani. Aku tak boleh terlihat lemah di depannya. Namun aku juga harus lebih berhati-hati menghadapinya.“Kalau ada yang harus keluar, yaitu kau!”Terdengar suara seorang wanita dari arah belakang Hendra. Tak berapa lama si pelakor menyembul dari balik punggung Hendra. Sial. Ternyara Hendra datang bersama wanita licik itu. Mau apa mereka datang ke sini. benar-benar membuatku kesal.“Beraninya kau datang ke rumahku, Wanita Murahan!” sentakku padanya. Aku tak peduli saat wajah wanita itu berubah merah. Dia pasti sangat marah mendengar ucapanku.Benar saja wanita licik itu mengangkat tangan hendak menyerangku.“Kurangajar kamu!”Aku mencoba menghindar dari serangan si pelakor. Namun aku dikejutkan oleh suara Hendra yang menghentikan Clarista.“Berhenti, Clarista!” Hendra memegang tangan Clarista yang hampir saja

  • KURAMPAS MAHAR LIMA MILYAR    25. KEMBALI KE RUMAH VANIA

    Hendra juga menghentikan ucapannya. Dia pasti sama terkejutnya denganku melihat siapa yang datang. Aku bahkan belum menutup tubuhku dengan sempurna. Begitu juga Hendra, dia bahkan belum berbusana sama sekali.“Mohon maaf Bapak, Ibu. Kami bermaksud ....”‘Tunggu. Kami akan berpakaian dulu!”Hendra menarikku masuk lalu mengunci pintu kamar. Wajahnya memucat sama sepertiku.“Kok bisa mereka datang. Darimana mereka tahu kalau kita sudah tinggal di sini?”“Aku juga tidak tahu. Mereka pernah menghubungiku lewat ponsel, kalau kita tak melunasi akihr bulan lalu rumah ini akan di sita. Gimana dong?” aku sangat panik. Tak rela rasanya melepas rumah yang dengan susah payah di cicil oleh Hendra.“Tidak ada pilihan lain. Cepat kemasi barang-barang.” Hendra mengambil koper yang belum lama baru digunakan untuk pindah ke rumah ini. Dan sekarang akan kembali digunakan untuk kembali memindahkan pakaian dan entah akan di bawa kemana lagi..Duuh, kenapa hidupku jadi begini sih. Harus berpindah dari satu

  • KURAMPAS MAHAR LIMA MILYAR    24 KEDATANGAN TAMU TAK DIUNDANG

    Aku melihat wajah Hendra berubah kesal. Dia menghela nafas panjang dengan berat. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Semoga saja rayuanku berhasil. Tak masalah bagiku untuk tinggal bersama wanita menjijikkan itu. Setidaknya aku tetap bisa hidup layak. Semoga pelan-pelan bisa mengembalikan nama baikku.Tapi bagaimana kalau Hendra tidak setuju. Dia bukan orang yang gampang untuk dipengaruhi.Bagaimana juga dengan cicilan mobil dan rumah. Darimana bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Kalau tidak bisa melunasinya, sudah pasti aku akan terusir dari sini. Uh, menyebalkan.“Aku setuju dengan rencanamu.”Jawaban yang tegas itu membuyarkan lamunan. Menatap wajahnya yang terlihat serius. Masih tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.“Apa aku tidak salah dengar?”“Tidak. Kau benar. Aku takkan rela jika hartaku harus jatuh ketangan wanita yang sudah mengancurkan reputasiku. Aku akan membalasnya lebih dari apa yang telah dilakukannya.” Hendra mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras. Aku

  • KURAMPAS MAHAR LIMA MILYAR    23 RENCANA JAHAT

    Tak bisa kubiarkan pergi begitu saja. Dengan gerakan cepat, mensejajarkan langkah dengannya.“Tidak bisa begitu. Enakan dia dong hidup bergelimang harta. Sedangkan kita untuk makan saja belum tentu kita mampu. Belum bayar listrik dan yang lainnya. Semua harus pakai duit.”“Aku tahu itu. Tapi apa lagi yang harus kulakukan? Orang di luar sana pasti membenciku. Apalagi para klienku. Aku tak punya muka untuk bertemu dengan mereka.” Hendra menghentikan langkahnya. Tergambar keputusasaan dari wajahnya.“Kalian belum resmi cerai, itu artinya harta itu belum menjadi milik istrimu secara mutlak. Kurang lebih seperti itu’kan isi perjanjiannya?”“Tapi aku yang berselingkuh. Artinya, akulah yang bersalah dan tak berhak mendapat harta sepeserpun. Itu yang perlu digaris bawahi. Mengerti kamu?”“Aku mengerti. Kalau kamu kembali tinggal bersamanya, itu akan menutup mata orang-orang yang membencimu.”Hendra menatapku dengan tajam. Sorot matanya seperti nyala api yang siap membakar tubuhku. “Maksudmu a

  • KURAMPAS MAHAR LIMA MILYAR    22. MENCOBA BERDAMAI

    Menatap pria yang sudah berani melayangkan tangannya kepadaku dengan sengit. Diapun membalas dengan tatapan yang sama. Bahkan sorot matanya lebih mengerikan daripada diriku . Aku tak peduli. Dia sudah berani menampar dan harus kuberi pelajaran.“Hendra! Beraninya kau menamparku! Kau akan rasakan akibatnya lelaki miskin!” teriakku kepadanya. Mengambil vas bunga yang ada di atas meja dan siap melempar kepada lelaki tak berguna itu.“Aw!” aku menjerit kesakitan. Belum sempat melayangkan vas bunga, lelaki itu menendangku hingga aku jatuh tersungkur.Tak menyangka dia akan melakukan itu kepadaku. Dulu dia begitu lembut. Kenapa sekarang berubah menjadi sekasar ini.“Aw!” Kembali aku memekik. Saat lelaki itu menjambak rambutku hingga wajahku terangkat. Sakit sekali rasanya. Aku tak terima dia berani melakukan hal ini kepadaku.“Lepaskan lelaki brengsek! Berani sekali kau. Apa kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa?!”“Kau sudah menghinaku, Clarista! Dan aku juga sadar sedang berhadapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status