Home / Rumah Tangga / KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA / Part 3. Aku meminta terlebih dahulu.

Share

Part 3. Aku meminta terlebih dahulu.

Author: Enik Yuliati
last update Last Updated: 2022-09-03 13:32:47

"Mas, kok, kamu bau parfum perempuan?" tanyaku, heran.

"Ah, enggak, kok. Siapa bilang? Masak iya, bau parfum perempuan? Aku lelah, Sayang, tolong kamu jangan mengada-ada. Aku bahkan dari tadi pagi tidak sempat mandi, karena saking sibuknya."

Suamiku menjawab tanpa sedikit pun terlihat keraguan. Bahkan, kedua matanya itu menatapku dengan penuh keyakinan.

"Aku mencintaimu. Tidak ada yang lebih berarti di dunia ini, selain kamu, Sayang," ucapnya, sambil mengusap pipiku.

"Aku rela bekerja keras untuk kamu. Untuk tabungan kita, jika nanti kita sudah punya buah cinta. Aku melakukan semuanya untuk masa depan keluarga kecil kita, nantinya. Kamu percaya kan, sama aku?" lanjutnya.

Aku mengangguk. Apa pun yang dia katakan, aku percaya. Karena aku pun juga sangat mencintainya.

"Mas, aku rindu ...."

Kutepikan rasa gengsiku. Kulupakan harga diriku. Kukalungkan kedua tanganku, di lehernya. Aku berharap dia akan membalasku, dan mengobati rasa rinduku.

Mas Aksa terlihat menelan ludah. Dia seolah begitu gugup dan gelisah. Hatiku pun bertanya-tanya, apakah ada yang salah?

"Sayang, aku mandi dulu, ya? Bau keringatku nggak enak banget, sudah dari subuh, belum mandi lagi. Aku nggak ingin, nanti kamu justru mual-mual, karena bau badanku. Apalagi kamu sudah dandan cantik, sudah wangi. Aku masih dekil dan bau. Aku nggak pede, mau dekat-dekat sama kamu. Aku mandi dulu, ya?"

Dilepaskannya tanganku dengan pelan. Dan dia pergi begitu saja ke kamar mandi, tanpa melihatku lagi.

Tak sadar, air mata ini pun lolos begitu saja. Rasa sedihku tiba-tiba saja menyeruak. Suami yang begitu kurindu, ternyata mengabaikan aku. Seandainya dia tahu, bahkan aku sudah bersiap untuk menyambutnya, sejak matahari masih di atas kepala.

Tidak, aku tidak boleh cengeng. Ini bukan hal yang serius. Dia bukannya menolak. Dia hanya ingin membersihkan diri, agar bersih dan wangi. Aku harus bersabar.

Akhirnya, kutunggu dia dengan duduk di bibir ranjang. Namun ternyata, dia mandinya sangat lama. Lama sekali. Tidak seperti biasanya. Entah apa saja yang dia lakukan di dalam. Karena sama sekali tidak terdengar suara air yang mengalir.

Aku pun teringat dengan kue ulang tahun, dan dengan aneka macam hidangan yang kubuat tadi.

Kulangkahkan kakiku turun ke bawah. Biar kuambil saja, kubawa masuk ke kamar. Agar suami kesayanganku yang sedang kelelahan itu, tidak harus turun naik tangga.

Dengan setengah berlari, aku mengusung semuanya. Hingga aku harus naik turun tangga, sebanyak tiga kali. Tidak masalah bagiku. Demi cintaku terhadap lelaki itu.

Aneka hidangan beserta kue ulang tahun yang tadi tertata rapi di meja makan, kini berpindah ke meja yang ada di balkon, di depan kamar kami.

Kumatikan semua lampu yang ada. Cukup lilin-lilin ini saja, yang menjadi penerangnya.

Ini akan menjadi kejutan yang sempurna. Suamiku tidak tahu, jika aku sudah menyiapkan semuanya. Dia bahkan masih sibuk di kamar mandi. Semoga saja dia suka.

"Mas, cepetan," ucapku.

"Iya, sebentar, Sayang," jawabnya.

Tidak lama kemudian, dia pun keluar dari kamar mandi, dengan badan yang hanya terlilit handuk, dari perut hingga lututnya.

Lekas kuambil handuk kecil, untuk mengeringkan rambutnya.

Pakaian ganti yang sudah kusiapkan sedari tadi, kini sudah mulai kupasangkan ke tubuhnya. Kulakukan semuanya dengan penuh cinta.

Setelah dia memakai pakaiannya, aku pun mengajaknya untuk ke balkon di depan kamar kami?

Aku berharap, dia akan terharu dengan kejutan yang kuberikan.

Semua lilin itu, sudah menyala dengan sempurna.

"Mas, Selamat ulang tahun, ya? Semoga panjang umur, sehat dan banyak rejeki. Dan semoga, Mas Aksa bisa menjadi suami yang lebih baik lagi. Bisa menjadi imam yang baik, bisa membimbingku, agar lebih baik lagi," ucapku.

Mas Aksa menatap nanar, dengan semua yang ada di hadapannya.

"Kamu menyiapkan semua ini, untuk aku?" tanya dia.

Aku mengangguk kecil. Dia pun membingkai wajahku. Lagi, bibir itu menciumku bertubi-tubi.

"Terimakasih, Sayang. Kamu adalah istriku yang paling baik. Aku janji, aku akan berusaha untuk menjadi suami yang lebih baik lagi," ucapnya.

"Sayang, aku minta maaf, jika selama ini, sering berbuat salah," lanjutnya.

"Tidak, Mas. Kamu adalah suami yang baik. Suami yang sempurna. Justru aku yang seharusnya meminta maaf. Karena sejauh ini, aku belum bisa memberikan cucu untuk orang tua kita," jawabku.

"Oh, tidak apa-apa. Kami semua tidak pernah mempermasalahkan. Kamu jangan khawatir. Jangan dijadikan beban. Kehadiran anak, bukan sepenuhnya kuasa kita. Tidak ada yang menuntut harus punya anak. Lagian kita juga menikah baru kemarin," jawab suamiku.

"Baru kemarin? Sudah hampir dua tahun, Mas," ucapku.

"Tapi rasanya baru kemarin. Mungkin karena aku saking bahagianya, punya istri yang sempurna seperti kamu."

Lagi, dia mencium pipiku. Jika sudah semanis itu perlakuannya, istri mana yang bisa menolaknya?

"Maaf, ya Mas? Lilinnya sudah pada pendek. Sebenarnya tadi sudah sempat aku nyalakan, tapi Mas Aksa tidak pulang-pulang. Akhirnya, aku padamkan lagi," ucapku.

"Kita potong kuenya, ya?" ucapku.

"Oh, iya, sampai lupa," Mas Aksa tertawa, memperlihatkan gigi-giginya yang tertata rapi.

Mas Aksa pun memotong kue itu, kemudian menyuapkannya ke mulutku.

Aku bahkan sampai kewalahan, karena ternyata suamiku itu mengerjaiku. Dia memberikan potongan kue yang besar, ke dalam lubang mulutku yang kecil.

Setelah memakan sedikit kue itu, aku pun berencana untuk makan makanan yang kubuat tadi.

"Mas, kita makan dulu, ya? Perutku sudah sangat lapar, tapi dari tadi, mencoba kutahan. Aku pingin makan bareng kamu."

Aku berbicara sambil meraih piring yang ada. Namun belum juga aku memindahkan nasi dari Magicom ke piring, Mas Aksa sudah berbicara.

"Kamu makan sendiri saja, Sayang, ya? Maaf, aku tadi sudah makan. Tadi pas jalanan macet, ada orang yang jual nasi bungkus keliling. Kasihan banget, dia. Orangnya sudah tua. Akhirnya aku beli, aku makan. Masih kenyang banget, ini. Lagi pula, aku malah tidak ingat, kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Coba, tadi kamu bilang dulu sama aku. Pasti aku akan langsung pulang, dan tidak makan di jalan," jawab suamiku sambil menepuk perutnya berkali-kali.

Kini tanganku hanya bisa mengambang di udara, sambil memegang piring yang ada. Nasi pun, urung kuambil.

Lagi-lagi, aku merasakan kesedihan. Aku yang sudah seharian tadi rela berkutat di dapur, hingga tanganku kebas dan terasa pegal, ternyata hasil kerjaku sama sekali tidak disentuhnya.

Tidak bisakah dia, menyenangkan aku? Tidak bisakah dia, berpura-pura suka, dan memakan masakanku, meski hanya sedikit saja?

"Maaf, Sayang, ya? Mas tadi sudah makan. Sudah kenyang, kamu makan saja sendiri," ucapnya lagi.

Kemudian, dia berlalu pergi begitu saja, masuk ke kamar, tanpa menoleh lagi ke arahku.

"Mas, setidaknya jika memang perutmu sudah tidak kuat menampung makanan, temani aku, suapi aku ...." lirihku dalam hati.

Aku hanya bisa mematung, tanpa beranjak dari tempat dudukku. Kutatap punggungnya yang menghilang, berbelok ke arah ranjang.

Kutatap menu-menu hidangan yang tadi kubuat dengan tanganku. Harapan pesta kecil yang tadi sempat melambung, kini mendadak limbung.

Rasa lapar yang tadi menyergap, kini hilang sudah, menguap entah ke mana. Berganti dengan rasa kecewa yang tiada tara.

Pikiranku kembali berkelana. Memikirkan tentang bau parfum itu, juga tentang bau tubuh suamiku.

Menerka-nerka tentang banyak hal. Apakah mungkin, dia sudah kenyang di luaran sana? Sudah ada yang melayani kebutuhan perutnya, sudah ada yang memenuhi kebutuhan biologisnya? Sehingga begitu pulang ke rumah, dia bisa mengabaikan aku, begitu saja?

Prang!!!

Dengan rasa kesal, kubanting piring yang ada di tanganku. Masih kurang puas, lilin-lilin itu pun kuambil, dan kubanting ke lantai begitu saja.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, jgn kebanyakan bertanya dlm hati kau. klu kau sedikit cerdas pasti kau tau spa yg terjadi. makanya jgn kebanyajan ngangkang dirumah dan kebanyakan berhayal.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA    Part 131. Digrebek tetangga.

    POV. Aksa"Aku sudah tidak peduli. Kamu mau menikahi dia, kamu mau menceraikan dia. Bukan urusanku. Justru sekarang juga, aku yang akan meminta cerai. Ceraikan aku sekarang juga! Aku tidak mau lagi bersuamikan laki-laki yang kelakuannya bahkan melebihi kelakuan binatang!"Lagi-lagi, Luna berbicara dengan sangat lantang. Perempuan itu. Sudah kuperlakukan dengan baik, tetap saja bersikap angkuh. Lama-lama, aku pun kesal juga. Apalagi, semenjak dia mengetahui perselingkuhanku dengan Bunga, akhir-akhir ini, dia entah sudah berapa kali mengataiku sebagai binatang. Aku juga heran. Dia yang notebenya sebagai bisnis woman, sebagai seorang putri pejabat, namun mulutnya tidak bisa terkontrol. Tingkahnya juga cenderung arogan. "Luna! Kamu dengar tidak. Nyalakan airnya sekarang juga. Kamu jadi perempuan terlalu angkuh. Selalu ingin menjadi yang paling dominan, di setiap keadaan. Laki-laki mana pun, tidak akan tahan, hidup bersama dengan perempuan sepertimu. Kamu itu sudah berani kurang ajar.

  • KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA    Part 130. Untung tidak gila.

    POV. AksaBunga pun tampak berbinar. Kemudian dengan manjanya, dia meminta gendong. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Luna. Dengan senang hati, aku pun menggendongnya hingga ke kamar atas. Sayangnya, saat di kamar mandi, Bunga justru menggodaku. Hingga akhirnya, aku pun tidak kuasa untuk menolaknya. Dan terjadilah semuanya. Suara musik yang mengalun dengan merdu, membuat kami lupa. Saat aku bersama Bunga sedang sibuk memadu cinta, tiba-tiba aku dikejutkan dengan air shower yang tiba-tiba mati, tidak mengalir lagi. Dalam sekilat pandangan mata, aku melihat Luna sudah menggenggam sabun cair dalam botol. Di semprotkannya, sabun cair itu ke wajahku, hingga mengenai mataku. Aku pun tidak bisa melihat dengan jelas. Mataku terasa perih. Dan sepertinya, hal yang sama juga terjadi kepada Bunga.Kami yang memang sedang berbaring di lantai kamar mandi, dalam posisi yang tidak siap pun, kalah telak, dengan seorang yang diberikan oleh Luna. Luna juga menyemprotkan sabun cair itu ke

  • KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA    Part 129. Meminta gendong.

    POV. Aksa"Aku nggak bisa tidur. Rasanya aku pingiiiinnn ... banget tidur di rumah kamu. Mungkinkah ini yang dinamakan ngidam?"Bunga berbicara lirih, sambil takut-takut. Kasihan sekali, dia. "Ini bukan keinginanku. Ini keinginan anak kamu. Dia pingin tidur di rumah papanya. Kalau aku sih, sudah terbiasa hidup miskin. Meskipun diajak tinggal dikolong jembatan, asal bersamamu, aku rela ...."Bunga mengusap-usap perutnya. "Kalau besok saja, bagaimana? Biar Luna, aku ungsikan dulu ke rumah orang tuaku,"Aku berusaha beralasan. Terus terang, aku merasa ragu, jika ingin membawa Bunga ke rumahku, sementara di situ ada Luna. Aku takut, Bunga yang sedang hamil, dijadikan bulan-bulanan oleh Luna. Jangan sampai, nanti calon bayiku yang menjadi korban. "Tapi anak kita maunya sekarang. Aku nggak bakalan bisa tidur, jika tidak diajak ke sana," rengek Bunga dengan sangat manja. Akhirnya, aku pun mengalah. Membawa Bunga ke rumahku. Untunglah, Luna sudah tidur. Aku bisa masuk ke dalam rumah denga

  • KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA    Part 128. Pingin.

    POV. AksaPagi ini juga, Luna langsung bilang kepada orang tuaku, bahwa dia ingin pulang saja ke rumahnya. Jika sudah Luna yang berbicara, maka Mama Papa pun akan menyetujuinya.Akhirnya, aku bisa juga lepas dari pengawasan Papa.Sepulang dari rumah orangtuaku, aku langsung menghampiri Bunga ke rumahnya."Aksa, muka kamu kenapa? Kok lebam?"Bunga menatap wajahku dengan tatapan heran."Dihajar Papa," jawabku. Bunga menatapku dengan tatapan kasihan. Kemudian dia masuk ke dalam. Tidak berselang lama, dia sudah keluar dengan mangok yang berisi air hangat, dan sapu tangan. Dikompresnya wajahku dengan air hangat itu. "Pasti istrimu mengadu yang tidak-tidak, kepada orang tuamu. Aku bahkan heran. Apa istimewanya Luna, hingga orangtuamu lebih membelanya, daripada terhadap anaknya sendiri."Bunga berbicara dengan nada yang nelangsa. "Luna sudah meminta cerai."Aku berbicara sambil menahan perih di wajahku."Bagus, dong. Ceraikan saja secepatnya! Toh kamu sudah punya aku. Punya calon anak jug

  • KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA    Part 127. Terpergok saat di dalam kamar mandi.

    POV. Luna"Siapa juga, yang mau nyium handuk kamu? Aku juga ogah, yang ada ntar aku langsung pingsan. Keringat kamu, baunya nggak ketulungan. Udah gitu, kepedean, lagi."Aku berbicara sambil mencebikkan bibirku."Cewek memang paling pinter, kalau disuruh ngeles. Kirain kamu cuma pinter nangis doang. Ternyata pinter ngeles juga. Bilangnya pingsan, kalau nyium bau keringat aku. Padahal pas pinjem selimut punya aku aja, dicium-cium, dihirup-hirup sampai matanya merem-merem. Kamu pikir, aku tidak tahu? Aku bahkan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Masih mau ngeles juga?"Aku malu, mendengar semua kalimat yang dia ucapkan. Benarkah dia melihatnya. "Tuh, kan, pipi kamu merona. Itu artinya, iya."Kenapa pagi ini, dia mendadak genit? Benar-benar, kepribadiannya memang sulit untuk ditebak. Kadang dia bersikap cuek, kadang bersikap serius, kadang malah genitnya nggak ketulungan, seperti pagi ini. "Gimana, boleh ya, aku ngelukis wajah kamu? Sebenarnya, bakat melukis itu, sudah ada sejak

  • KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA    Part 126. Menggodaku.

    POV. Luna"Maaf juga, jika kemarin-kemarin, aku sempat membuat status yang bukan-bukan. Tapi status yang kuunggah, sudah aku atur privasinya, sehingga tidak ada orang yang melihatnya. Maaf juga, jika beberapa hari yang lalu, aku sempat meludahimu."Sebisa mungkin, aku berbicara dengan sopan. Aku ingin, saat perceraian nanti, aku sudah meminta maaf kepadanya."Sudahlah, jangan ngomong hal-hal yang nggak penting. Aku ke sini cuma mau ngomong, kalau nasi gorengnya nggak jadi. Aku mau bubur ayam saja. Kamu tolong ke depan, cari bubur ayam. Cepetan, jangan pakai lama."Aku merasa kesal dengannya. Seenaknya saja, dia mengganti perintah, saat perintah yang pertama sudah hampir kuselesaikan. "Matanya jangan melotot seperti itu. Baru juga meminta maaf, sudah mau membuat dosa. Atau kamu mau? Nanti jika sudah jadi janda, aku informasikan kepada semua orang, jika kamu itu perempuan arogan yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dan bahkan pernah meludahiku? Biar kamu jadi janda seum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status