Share

Part 4. Bekas lipstik di baju suamiku.

Prang!!!

Dengan rasa kesal, kubanting piring yang ada di tanganku. Masih kurang puas, lilin-lilin itu pun kuambil, dan kubanting ke lantai begitu saja.

Kutinggalkan balkon, masuk ke kamarku. Dan ternyata, Mas Aksa sudah tertidur pulas di ranjang. Bahkan dengkurannya terdengar lebih keras dari biasanya. Dia tertidur, seolah tanpa beban.

Kembali, aku menangis. Jika tadi adalah makanan buatanku yang diabaikan, kini justru rasa rinduku, yang tidak terbalaskan.

Ada apa, dengan suamiku? Biasanya, begitu dia pulang dari luar kota, dia pasti tidak akan mengabaikan aku seperti ini. Tapi kali ini ....

Akhirnya aku berfikir untuk memeriksa ponselnya. Siapa tahu, di situ aku bisa menemukan sesuatu.

Kuambil ponsel yang tergeletak di atas meja itu. Kubuka, aplikasi hijau itu. Semua normal, semua sama. Tidak ada yang mencurigakan.

Aku pun membuka aplikasi yang lainnya lagi. Namun lagi-lagi aku tidak menemukan sesuatu.

Karena lelah dan mengantuk, akhirnya aku pun tertidur di sampingnya.

Lagi-lagi, aku bermimpi bahwa suamiku tidur memeluk perempuan. Mimpi yang membuatku menjadi begitu sedih.

*****

Aku terbangun saat merasakan ada yang menyentuh pipiku.

"Sayang, bangun. Kita sarapan, yuk? Makanan yang semalam, sudah aku hangatkan. Aku juga sudah menanak nasi, tadi," ucap suamiku. Dia kembali menepuk pipiku dengan pelan.

Samar-samar, aku mendengar suara suamiku. Kukucek mataku, agar bisa melihatnya lebih jelas lagi.

Dia tersenyum ke arahku. Senyum yang sangat manis.

"Maaf, ya? Semalam aku capek banget. Bukan maksudku mau mengabaikan kamu," ucapnya lagi, tepat di samping telingaku.

"Seandainya saja kamu tahu, bahkan saat keluar kota, aku tidak pernah bisa tidur nyenyak, karena mikirin kamu. Di sana, aku selalu merindukan belaian kamu," ucapnya lagi.

"Kamu tahu tidak? Aku bahkan setiap malam selalu memimpikan kamu. Seluruh pikiranku, yang ada hanya tentang kamu. Tidak ada yang lainnya. Jadi janganlah kamu berprasangka buruk terhadapku. Kamu terlalu cantik, kamu terlalu sempurna untuk kukhianati. Aku tidak sebodoh itu. Tidak mungkin aku tega, tidur bersama perempuan lain, sementara ada istri yang secantik bidadari, menungguku di rumah."

Dia memainkan helai demi helai rambutku, kemudian mengusap wajahku.

"Kamu itu yang paling cantik di mataku. Kecantikanmu tidak pernah luntur. Bahkan semakin lama, kamu itu semakin cantik. Baru bangun tidur dengan muka bantal seperti ini pun, kamu tetap cantik. Bukan hanya cantik raga, namun kamu juga cantik jiwa. Mana mungkin, aku sanggup berpaling darimu. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu."

Aku sebenarnya masih ingin marah. Namun begitu menerima perlakuan yang begitu lembut seperti ini, rasa marah itu pun menepi.

Dan dia pun semakin mendekat. Jarak di antara kami pun semakin rapat.

Semua terjadi begitu saja, tanpa kuasa aku menolaknya.

Rinduku berlabuh, dalam dekapnya yang begitu kukuh.

****

Setelah semua selesai, aku pun segera membersihkan tubuhku, begitu juga dengan suamiku.

Kuletakkan baju kotorku, di keranjang pakaian kotor. Bercampur dengan pakaian suamiku yang lain.

Keranjang ini bahkan sudah hampir penuh. Wajar saja, karena sepulang dari luar kota, suamiku juga banyak membawa pulang pakaian kotor.

Ah, biar saja. Nanti kubawa ke tempat laundry, sambil berangkat ke butik.

Mas Aksa memang melarangku untuk memiliki pembantu. Dia tidak suka ada orang asing di rumah, katanya.

Bahkan saat ada Mas Aksa di rumah, aku pun jarang mengajak Risa, mampir ke sini. Karena sifat suamiku, yang kadang tidak begitu ramah.

Setelah selesai mandi, aku pun segera keluar ke arah balkon.

Ternyata, meja kecil yang ada di sini, semuanya sudah bersih.

Tidak ada lagi, kue tart yang semalam telah terpotong sebagian.

Tidak ada lagi hidangan makan malam yang semalam sama sekali tidak tersentuh.

Tidak ada lagi, pecahan piring yang semalam sempat kubanting. Bahkan serpihan kacanya pun telah bersih semua. Lilin-lilin yang semalam berhamburan di lantai, kini juga telah berpindah tempat, terletak di dalam kotak, di atas meja.

Sepertinya sudah ada tangan yang membersihkan semua ini.

"Sayang, sarapan, yuk? Aku sudah menyiapkan semuanya," ajaknya.

Tanpa menunggu jawabanku, lelakiku itu sudah meraih tubuhku, dan membawaku turun ke lantai dasar, menuju ruang makan.

Didudukkan tubuhku, di kursi. Kemudian dia pun mengambil tempat duduk tepat di sampingku.

Benar saja, ternyata makanan yang semalam, lauknya sudah dihangatkan.

Dan nasi ini pun, nasi baru. Bukan yang semalam. Sejak kapan suamiku yang tidak pernah turun ke dapur itu, mendadak bisa menanak nasi?

"Kuenya nanti dibawa ke butik saja, biar ada yang makan. Di rumah, toh cuma ada kita berdua. Siapa yang mau makan. Atau kamu mampu, menghabiskan semuanya? Aku suapin, kalau mau."

Mas Aksa berbicara, sambil memasukkan nasi ke mulutnya.

Aku pun hanya menanggapinya dengan anggukan. Memang sebaiknya dibawa ke butik saja.

"Sayang, kamu mau berangkat bareng aku, atau berangkat sendiri?" tanya suamiku.

"Aku nanti nunggu Risa saja, Mas," jawabku.

"Ok, aku berangkat dulu, ya? Jangan marah-marah terus. Jangan banting piring lagi, takutnya nanti tangan kamu kena belingnya. Sayang banget, jika tangan semulus tangan kamu sampai terluka."

Ucapnya sambil mengecup jari-jemariku, kemudian dilanjutkan dengan mencium keningku.

Jika sudah seperti ini, bagaimana mungkin, aku akan marah?

Setelah kepergian suamiku, aku pun segera memanaskan mesin mobilku.

Kuambil kue tar yang sudah tersimpan di lemari pendingin. Kutaruh di jok di samping kemudi.

Setelah itu, aku pun segera naik ke lantai atas, untuk mengambil pakaian-pakaian kotor itu.

Kuambil satu persatu pakaian itu, sambil kuhitung ada berapa banyak.

Namun saat tanganku memegang kaos suamiku yang berwarna putih, aku melihat ada noda merah bekas lipstik, persis di dekat bagian leher.

Ya, tidak salah lagi. Ini adalah bekas lipstik. Bahkan noda merah ini, membentuk gambar yang berupa bibir, dengan sangat jelas.

Bekas bibir siapa, yang menempel di baju suamiku ini?

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status