Share

Bab 4

#Rania

"Saya Rania, wanita yang tadi Anda bantu." Rendi mengangguk dia ingat. Setelah kepergian wanita itu dia membayar semua hutang-hutangnya dan meminta pemilik warung memberinya beras. Penampilan wanita tadi berbeda, sangat berbeda hingga Rendi tak bisa mengingatnya. 

"Oh," jawab Rendi singkat.

"Saya mau mengucapkan terima kasih banyak, tapi maaf saya belum bisa mengembalikan uang Anda."

"Ndak perlu, saya ikhlas."

"Tapi maaf, saya Tidak terbiasa mendapat bantuan secara cuma-cuma."

"Tidak apa-apa, anggap saja saya bersedekah." Rendi masih bersikap biasa saja. Wanita itu memang tidak ada yang spesial jika dilihat. Mereka memang tetangga, tapi tak saling kenal. Jarak rumah antara keduanya bisa dibilang cukup jauh. Jadi wajar jika mereka tidak saling mengenal.

"Dengan Bapak siapa ya kalau boleh tahu?"

"Rendi," jawab Rendi biasa saja.

Deru mobil terdengar berhenti tepat di depan rumah Rendi. Lelaki itu tahu siapa yang datang. Netra kedua insan yang tengah berhadapan itu saling menatap ke arah mobil yang  tengah berhenti.

Clara, Clara pulang dengan bibir mencebik. Memperlihatkan ketidaksukaannya dengan wanita yang tengah berdiri di hadapan Rendi.

"Ow, jadi wanita ini selingkuhan kamu? Jadi gara-gara dia, kamu mulai berubah?" Clara berdiri tepat di hadapan Rania. Wanita yang dimaksud hanya diam mematung, tidak mengerti apa yang dikatakan Clara baru saja.

"Dia tidak ada urusannya dengan kamu, Clara. Dia hanya-" 

"Hanya apa? Simpanan?" Kini giliran Clara yang berteriak. Matanya melotot seakan ingin keluar dari tempatnya.

"Mbak Rania, anaknya nangis. Tadi dia kebangun, jadi saya bawa kesini. Kata tetangga sebelah rumah Mbak ke sini." Tiba-tiba tetangga lain membawa Salsa, putri Rania untuk diberikan kepada ibunya. Karena dia menangis terus memanggil ibunya.

"Ow, iya Mbak. Terima kasih ya!" ucap Rania dengan senyuman mengembang sembari meraih Salsa.

"Kamu sudah punya anak? Jangan-jangan ini anak kamu, Mas?" Clara berdecak tak percaya. Suami yang dipikirnya bodoh justru berbuat diluar nalar.

"Cukup Clara. Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan? Dia ini tidak ada hubungannya dengan kita, aku saja baru mengenal Rania."

"Ow jadi namanya Rania?" Clara menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Maaf, Mbak ini istrinya Pak Rendi ya? Sebelumnya saya minta maaf, Mbak. Kalau saya lancang, saya hanya ingin meluruskan saja. Saya kesini hanya mau berterima kasih sama Pak Rendi, karena sudah membayar hutang-hutang saya."

"Ow, sudah bayarin hutang. Nanti lama kelamaan bayar servis kamu ya!" titah Clara begitu menyakitkan. Entah mengapa Clara tidak terima jika Rendi berkhianat. Padahal dia sendiri adalah pengkhianat yang sebenarnya.

"Cukup, Clara!" Rendi menarik pergelangan tangan Clara. Dia terlihat menahan amarah. Lagi-lagi Clara bertingkah seolah Rendi menyakitinya.

"Au … sakit, Mas. Lepaskan!"

"Kamu apakan anak saya?!" Tiba-tiba saja Ana muncul dari jalan. Entah kapan wanita tua itu pulang, Hingga Rendi tak memperhatikan kehadirannya.

"Kamu ngapain disini?" Ana bertanya kepada Rania. Dia terheran-heran melihat wanita itu ada di antara anak dan juga menantunya.

"Ibu kanal dengan wanita ini?" tanya Clara penasaran. 

"Ibu kenal, dia Rania. Janda beranak satu yang suaminya meninggal karena kecelakaan."

"Ow, jadi selera Mas Rendi sekarang janda ya!"

"Maksud kamu apa sih, Clara? Ibu nggak ngerti?!"

"Ibu, mereka ini selingkuh! Ketahuan sama aku baru aja, kalau aku nggak datang mungkin mereka sudah masuk ke kamar!"

"Astagfirullahaladzim," Rania dan juga Rendi beristighfar bersamaan. Padahal tak ada niat sedikitpun mereka dengan hal itu. Bisa- bisanya Clara memfitnah mereka berdua.

"Ibu tidak pernah menyangka, ternyata meskipun kamu lumpuh kamu masih bisa berbuat mesum!"

"Astagfirullahaladzim, siapa yang berbuat mesum, Bu? Tidak ada, dia hanya mengucapkan terima kasih. Itu saja! Rania, sebaiknya kamu pulang kasihan anakmu, harus mendengarkan perkataan yang seharusnya tidak pantas dia dengar."

"Baik, Pak. Mohon maaf sebelumnya, saya permisi, Bu. Assalamualaikum," pamit Rania kepada semua orang. 

"Waalaikumsalam." Hanya Rendi satu-satunya orang yang menjawab salam Rania. Kedua wanita itu entah kerasukan set*an mana hingga tak pernah mengucap kata lembut sekalipun.

Rendi berniat memutar roda pada kursinya. Namun naas, Clara lebih dulu menghadang lelaki itu dengan kasar. Dia terlihat kesal, mungkin kesal dengan pekerjaan di kantor. Sehingga dia membawa masalah kantor ke rumah.

"Mas, aku dipecat! Pasti itu perbuatan kamu kan, Mas? Jangan bohong kamu, Mas. Aku sudah bisa menebak isi dalam kepalamu itu!"

"Apa maksud kamu, Clara? Kamu dipecat?" tanya Ana dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Iya, Bu. Clara dipecat, pasti karena Mas Rendi, Clara yakin itu!"

"Untuk apa aku membuat kamu dipecat?"

"Untuk membalas semua perlakuanku kepadamu!"

"Aku bukan manusia sepertimu, Clara. Jangan kau samakan aku denganmu atau dengan Ibu. Kita berbeda,"

Clara mencebik dia langsung bergegas masuk kedalam rumah. Rasanya begitu sakit ketika Rendi tidak lagi perhatian. Rendi tidak lagi meminta belas kasihan. Dia rupanya sudah mempersiapkan kepergian Clara. Benar-benar diluar dugaan Clara.

Apa yang mereka lakukan tadi? Apakah benar-benar mereka hanya sebatas itu?!

Atau lebih? Berkali-kali Clara memastikan. Dan dia sama sekali tidak tahu jawabannya.

****

Clara meluncur ke kantor dengan menggunakan ojek online. Dia terus saja mengumpat di jalan. Ketika Rendi tak lagi mengizinkannya menggunakan mobil miliknya. Setibanya dia di kantor, dia langsung menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi tempat dia bekerja.

"Buruan dipanggil, Bos." pinta salah satu rekan kerjanya.

"Iya-iya, baru juga nyampe. Gua tahu, pasti dapet bonus!" Clara begitu percaya diri. Dia langsung merapikan baju yang ia kenakan. Tak lupa menambahkan polesan bedak di wajahnya. Memastikan semuanya sempurna.

Tok … tok … tok.

Clara langsung masuk ke dalam ruangan atasannya ketika dia sudah meminta izin terlebih dahulu. Senyumnya lebar, penuh percaya diri jika akan mendapatkan sebuah penghargaan atas kerja kerasnya. 

"Anda sudah baca surat yang berada di meja kerja Anda?"

"Maaf, Pak. Surat apa ya?"

"Silahkan bereskan tempat kerja anda, karena mulai hari ini Anda dipecat!"

"Ha, dipecat? Salah saya apa, Pak? Saya tidak melakukan kesalahan apa-apa, saya bekerja dengan jujur. Lantas kesalahan apa yang membuat saya dipecat?"

"Silahkan Anda keluar!" 

Atasan Clara benar-benar tidak mau mendengarkan penjelasan anak buahnya. Dia hanya menyampaikan kalau dirinya dipecat, itu saja. Selebihnya Clara disuruh pergi meninggalkan kantor saat itu juga. Jika tidak dia bisa diseret oleh pihak keamanan perusahaan.

Clara menjatuhkan bobot tubuhnya kembali di kursi kerjanya. Memindai setiap sudut meja mencari selembar kertas. Ternyata benar, dia menemukan sebuah amplop putih. Dengan kasar dia merobek lalu membaca isi kertas tersebut.

"Brengs*k, ini pasti kerjaan lelaki lumpuh itu! Kurang apa coba dengan diriku. Aku sudah bertahan meski dia lumpuh. Tapi dia malah membuat semuanya berantakan." Dengan kasar Clara mengambil semua perlengkapan kantor miliknya. Hingga tidak ada lagi barang yang tertinggal di meja kerjanya. Dia pergi dengan ekspresi yang sudah bisa ditebak, sangat marah. 

Jelas Clara marah, dia tidak memiliki pekerjaan saat ini. Dia tidak langsung pulang. Dia malah menghabiskan waktunya di mall, makan siang dengan lelaki tua yang menjadi kekasihnya.

"Sayang, masak aku dipecat? Pasti gara-gara orang lumpuh itu! Karena kemarin dia sempat mengancam, memilih karir atau kamu."

"Terus kamu pilih apa?" tanya lelaki tua itu.

"Pilih kamu dong, Sayang. Kamu kan segalanya buat aku." Clara pintar sekali bersilat lidah. Bukannya dia tadi sempat mengumpat pada Rendi karena pemecatannya hari ini? Benar-benar wanita diluar dugaan. Demi uang dia rela berbuat apapun, meskipun diluar batas. Berpacaran dengan lelaki tua yang seharusnya dipanggil Bapak olehnya. Karena lelaki tua itu adalah tambang emas baginya. Benar saja, setelah mendengar pemecatan Clara. Lelaki itu langsung mentransfer sejumlah uang ke rekening Clara.

Setelah selesai Clara pulang ke rumah diantar oleh lelaki tua itu. Amarahnya kembali di ubun-ubun. Ketika melihat wanita berjilbab sedang berbicara dengannya diteras. Meskipun dia yakin itu bukan kekasih Rendi. Tapi itu bisa dijadikan bahan fitnah olehnya untuk Rendi.

Tapi sayang semua tuduhan Clara bisa dibantah Rendi. Dia juga bisa membuat Clara terpojok. Hingga akhirnya Clara pergi meninggalkan Rendi sendiri di teras.

Clara masuk kedalam kamar. Dan menutup pintu kamar dengan cukup kuat. 

"Mas Rendi, ini apa maksud kamu?!"

Clara berteriak dari dalam kamar. Dia bertambah garang setelah melihat sesuatu yang sudah siapkan oleh Rendi.

Kejutan apa yang sudah disiapkan oleh Rendi? Kita tunggu part selanjutnya ya….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status