Share

3. Mimpi Buruk

"Jaka, kamu darimana saja?" Baru datang sudah dicecar pertanyaan oleh Ibu.

"Mukanya kusut gitu? Andin?" Aku mendongak menatapnya saat disebut nama Andin. Hanya sebentar lalu terus berjalan masuk ke dalam menuju dapur.

"Mama telepon juga nggak diangkat." Ibu penasaran. Ia mengekor langkahku sampai ke dapur.

"Kamu kenapa, Jak? Lihat penampilanmu? Kacau begini." Ibu masih menelisik penampilanku. Diguncangnya tubuh ini tapi segera kutepis tangannya. Kuacuhkan dengan menuangkan air mineral ke dalam gelas dan menandaskannya.

"Andin kabur, Bu," ungkapku dengan muka sedih setelah melepaskan dahaga. Aku nanar menatap atas meja yang kosong.

"Kabur? Maksudnya?" Ibu mendekat dan menarik kursi di sebelahku.

"Andin tahu kalau Jaka sudah menikah lagi. Andin pun tahu kalau sebentar lagi Ibu akan mendapatkan cucu. Sepertinya Andin marah dan memutuskan menggugat cerai."

"Serius? Andin menggugat cerai kamu?" Kuanggukkan kepala, iya.

Ibu tersenyum kecut. "Punya apa dia sampai berani melakukan semua itu?" Dengan melipat kedua tangan Ibu meremehkan sikap Andin.

Aku diam.

"Sudah, lupakan saja. Kamu masih punya Erika, cantik, dan bisa mengandung anakmu. Terserah dia mau kabur kemana? Minggat kemana? Paling juga nggak bakal lama balik lagi. Minta rujuk. Bisa apa dia tanpamu!" Gegas Ibu penuh emosi meluapkan amarahnya.

Ibu salah, Andin itu orang yang kuat. Dia bukan wanita lemah yang bersembunyi di bawah ketiak suaminya dan tidak bisa berbuat apa-apa. Andin menurut padaku bukan karena dia takut, tapi itu sebagai tanda baktinya pada suami, yaitu aku. Aku sering menegurnya dari A-Z. Namun dia diam saja dan menganggap angin lalu. Sekarang saat dia merasa tersakiti maka inilah yang terjadi. Ia berani melawan dan bahkan memutuskan pergi dariku.

"Ekhem." Suara dehaman seseorang mengejutkanku. Erika.

"Jadi Andin pergi? Baguslah Mas. Artinya cuma aku istrimu satu-satunya. Kabulkan gugatannya Mas. Aku setuju. Lagipula aku mengandung anakmu sekarang." Tanpa permisi Erika muncul dan ikut menimpali ucapan Ibu.

"Kenapa Mas? Ditinggal Andin sampai segininya? Kamu masih cinta sama dia?" Mulai lagi. Ia mendekat mengambil duduk di sebelah kiriku. Erika paling suka mendebat.

"Cukup, Dek. Mas capek. Mas mau tidur." Kutinggal begitu saja Erika dan Ibu di dapur. Beranjak pergi ke kamar. Kalau kuladeni, malam ini akan semakin panjang.

"Mas, jawab dulu. Kamu mau kan menceraikan Andin?" Badanku digoyang Erika. Ia masih membahas permasalahan yang tadi di dapur. Padahal ia melihat aku sudah menarik selimut hingga sebatas leher, yang menandakan aku ingin tidur.

"Mas!"

"Dek, bisa tidak sekali saja jangan memaksakan kehendakmu pada Mas. Lihat ini, Mas mau tidur. Besok kan bisa kita bicarakan lagi. Mas capek," tegurku dengan sedikit meninggikan suara.

"Tuh, kan Mas jahat, Adek benci Mas!" Ia beringsut dari tempat tidur dan gegas keluar.

Argh! Pasti ngambek. Malas membujuknya. Kepalaku mumet karena masalah Andin. Hampir sejam aku di jalan keliling mencari keberadaannya, tidak ketemu. Baru pulang sudah dicecar Ibu dan Erika. Pakai disuruh menggugat cerai Andin lagi. Kututup seluruh tubuhku dengan selimut, biarlah besok saja urusan membujuk Erika. Dikasih uang belanja juga dia bakalan kembali ceria.

***

"Andin …!" teriakku terbangun dengan napas memburu.

"Kamu kenapa, Mas? Kamu mimpi? Mimpiin Andin?" Erika yang berada di sampingku beruntun bertanya dengan sewot. Kupindai badan dan sisi ruangan. Aku mengenalnya. Ini di dalam kamar. Ada Erika di sampingku artinya aku berada di rumah Ibu dan yang tadi itu hanya mimpi. Kuraup wajah pelan sambil mengelus dada.

"Mas, aku bertanya kenapa tidak dijawab?" Ah, Erika … Erika. Bisakah mulutmu diam barang sejenak saja.

"Iya, aku mimpi buruk," gumamku pelan.

"Iya, aku tahu, tapi mimpi apa? Andin? Kenapa harus teriak?" cecarnya lagi.

"Tidak apa, tidur lagi," ajakku padanya. Kurebahkan badan menghadap ke arah berlawanan dengan Erika. Aku tidak mungkin cerita tentang mimpiku barusan padanya. Apalagi tentang kehamilan Andin. Ibu pun kurasa tidak perlu tahu. Erika dan Ibu sangat dekat, kalau mereka tahu Andin hamil, entah bagaimana tanggapan mereka. Kalau Erika kurasa pasti kesal karena selama ini selalu menuding Andin mandul, dan membanggakan kehamilannya sekarang, tidak tahu kalau Ibu. Apakah dia akan menyukai berita kehamilan Andin?

Kudengar Erika masih ngedumel di sampingku. Tidak jelas, hanya terdengar samar seperti kicauan burung beo. Ia masih marah, tapi untunglah mau tidur bersama. Kukira ia bakal lama merajuk dan memilih tidur dengan Ibu.

Aku mimpi buruk. Di dalam mimpiku Andin bersama dua anak kecil yang sangat rupawan. Satu lelaki dan satu lagi perempuan. Awalnya mereka memanggilku Ayah, tapi setelahnya mereka malah ikut Andin pergi menjauhiku bersama seorang laki-laki lain. Tidak jelas, aku lupa seperti apa rupa lelaki itu. Namun yang jelas, raut wajah Andin sangat bahagia saat dipanggil sayang oleh lelaki itu. Yang paling mengherankan wajah Andin berbeda, lebih cantik dan dia tidak gemuk. Kalau itu bukan Andin, kenapa aku memanggilnya dengan nama Andin? Lalu anak-anak itu siapa? Anakku kah?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
siti fauziah
bener Andin ucapan bye buat laki2 brengsek
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Ibunya terlalu ikut campur urusan rumah tangga anaknya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status