MasukDi ruang penjara batu Klan Naga Hitam, Cailin menggigil. Borgol spiritual di pergelangannya terus menguras energinya. Rasa sakit dari pengambilan darah kedua masih menusuk.Ia terbaring lemah di lantai batu yang dingin. Cahaya oranye dari kristal spiritual menyelinap melalui celah pintu. Napasnya tersengal. Ia mengenggam cincin giok di balik hanfunya yang bergetar lembut.“Bertahanlah, Cailin,” bisiknya hampir tanpa suara.Pintu besi berderit terbuka. Pemimpin klan naga hitam masuk lagi dengan dua pengawal. Senyum sinisnya masih menghiasi wajahnya.“Masih hidup rupanya,” ucapnya dingin. “Bagus. Tubuhmu kuat. Kita akan ambil lebih banyak darah malam ini.”Cailin mengangkat
Di Istana Vermilion, di ruang kerja pribadinya, Shangkara duduk di kursi besarnya. Cahaya sore yang redup menembus tirai sutra. Ia telah melepas jubah luar kekaisarannya, membiarkan dirinya menjadi Shangkara, bukan Kaisar. Guru Fen duduk di hadapannya, menatap murid yang dulu dikenal tenang, kini berubah jadi badai yang menahan diri.“Langit tampaknya tak memberi jeda bagi Kaisar,” kata Guru Fen pelan. Shangkara menatap gurunya. “Aku tak tahu apakah aku masih Kaisar, Guru. Aku hanya seorang pria yang kehilangan arah.”Ia menunduk, jemarinya menggenggam lutut. “Besok pengumuman resmi akan di umumkan ke seluruh negeri. Semuanya bersorak, katanya itu langkah politik yang bijak. Keseimbangan bagi istana. Tapi … yang kupikirkan hanya satu hal.” Suara Shangkara merendah, nyaris seperti bisikan. “Bagaimana jika dia tahu lebih dulu dari kabar yang beredar? Akankah dia mengerti bahwa ini semua sandiwara? Atau ... akankah dia membenciku? Bagaimana nanti perasaannya? Apa yang akan dia pikirkan
Gelap. Dingin. Sunyi.Cailin membuka mata di selnya yang lembap, tubuhnya masih terasa lemah setelah pengambilan darah pertama. Dengan susah payah, ia mencoba meraba sekeliling dinding batu, mencari celah, kelemahan apa pun yang bisa ia manfaatkan. Tangannya yang terborgol menyentuh dinding yang kasar, tapi tidak ada yang bisa memberinya harapan.Cincin giok yang ia simpan di balik hanfu bergetar lemah. Ia mengambilnya dan menggenggamnya. Ia tahu, orang-orang klan bulan mencarinya. Borgol batu spiritual di pergelangan tangannya menyerap setiap energi yang tersisa, membuatnya makin lemah dan tak berdaya. Ia mencoba memfokuskan pikirannya, menyisir setiap celah di borgol itu, mencari titik lemahnya.Yang paling menyiksa bukanlah rasa lelah fisiknya, melainkan kehampaan di jiwanya. Ia memandangi gelang hitam berukir naga yang mengikatnya. Ikatan Yin-Yang nya kini terasa sunyi, dingin, sepenuhnya terputus.“Gelang sialan,” kutuknya dalam hati. Rasa frustrasi dan kemarahan memuncak. Secar
Di ruang pertemuan pribadinya, Shangkara duduk di hadapan guru Fen dan tetua Lin. Cahaya kristal vermilion menyinari wajah mereka yang tegang.“Yang mulia, pengumuman resmi tidak bisa ditunda,” ujar Tetua Lin, nadanya penuh ketegasan. “Setelah pernyataan di Istana Timur kemarin, dewan akan menuntut agar pernikahan dengan Nona Daiyu segera diresmikan demi stabilitas. Kita butuh pengumuman untuk membungkam mereka.”Shangkara mengangguk tanpa ekspresi. “Siapkan pengumumannya.” Ia baru saja membuat keputusan terbesar dan paling menyakitkan dalam hidupnya.Saat mereka berbicara, Shangkara tiba-tiba memejamkan mata. Ikatan spiritual Yin-Yang nya dengan Cailin, yang selalu memberinya firasat tentang keberadaan atau kesakitannya, kini terasa mati. Ia tidak merasakan apa-apa. Tidak ada ras
Cailin tersentak bangun. Seluruh tubuhnya sakit, dan kepalanya berdenyut hebat. Ia merasakan dinginnya batu dan aroma besi tua yang bercampur dengan bau busuk khas racun. Ia meraba sekeliling. Dinding-dindingnya kasar dan lembap. Ia berada di ruangan kecil dan gelap.Ia mencoba memanggil energinya. Namun aliran spiritualnya kosong. Qi Bulannya lenyap, bahkan energi vermilion pan tak menjawab panggilannya. Liontin bulan sabit di lehernya dingin dan tidak bercahaya. Ia merasakan kelemahan yang mengerikan.Pintu logam kecil berderit terbuka, memancarkan cahaya kristal oranye yang remang. Dua sosok tinggi berjubah hitam masuk. Salah satunya adalah Pemimpin Klan Naga Hitam, wajahnya ditutup topeng separuh yang hanya menampakkan senyum kejam.“Ah, Putri Bulan sudah bangun,” desisnya, suaranya serak. &ldq
Di tepi danau, kabut hitam telah menyelimuti sekeliling. Bau besi tua dan asap beracun memenuhi udara. Kuil Bulan baru separuh muncul dari dalam danau ketika serangan mendadak Klan Naga Hitam datang.“Formasi bertahan!” teriak Ren, menghunus pedang spiritualnya yang menyala api Vermilion. Ledakan api dari bilahnya memecah kabut di sekeliling mereka.Lian berputar cepat di sampingnya, tangannya membentuk lingkaran—pusaran angin tajam berputar di sekitar medan tempur, menahan sebagian kabut yang mencoba mendekat.Dari balik kabut, sosok-sosok berjubah hitam muncul, mata mereka memancarkan kilatan hijau kelam. “Prajurit Bayangan Vermilion, lindungi Putri Bulan!” seru Ren. Teriakan pertempuran menggema.







