แชร์

97 - Murka

ผู้เขียน: Luna Maji
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-11-01 20:25:54

Di Istana Vermilion, di ruang kerja pribadinya, Shangkara duduk di kursi besarnya. Cahaya sore yang redup menembus tirai sutra. Ia telah melepas jubah luar kekaisarannya, membiarkan dirinya menjadi Shangkara, bukan Kaisar.

Guru Fen duduk di hadapannya, menatap murid yang dulu dikenal tenang, kini berubah jadi badai yang menahan diri.

“Langit tampaknya tak memberi jeda bagi Kaisar,” kata Guru Fen pelan.

Shangkara menatap gurunya. “Aku tak tahu apakah aku masih Kaisar, Guru. Aku hanya seorang pria yang kehilangan arah.”

Ia menunduk, jemarinya menggenggam lutut. “Besok pengumuman resmi akan di umumkan ke seluruh negeri. Semuanya bersorak, katanya itu langkah politik yang bijak. Keseimbangan bagi istana. Tapi … yang kupikirkan hanya satu hal.” Suara Shangkara merendah, nyaris seperti bisikan. “Bagaimana jika dia tahu lebih dulu dari kabar yang beredar? Akankah dia mengerti bahwa ini semua sandiwara? Atau ... akankah dia membenciku? Bagaimana nanti perasaannya? Apa yang akan dia pikirkan
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก
ความคิดเห็น (2)
goodnovel comment avatar
Luna Maji
sama kak, kalo aku suka sedih sama Ren
goodnovel comment avatar
Mukramah
hmmmmm....sedih Thor. ....
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    101 - Pengorbanan

    Di ruang alkimia yang kini silau dengan aura vermilion sang kaisar, udara terasa panas dan sesak. Shangkara berdiri di ambang pintu yang hancur. Di depannya, Pemimpin Klan Naga Hitam berdiri di samping altar tempat Cailin terikat.“Mundur, Kaisar!” Pemimpin Klan Naga Hitam menyeringai, mengambil mangkuk kristal berisi ramuan darah Cailin. “Atau ramuan ini akan ku lemparkan ke wajahmu! Kau akan terikat pada sihir jiwa Naga Hitam selamanya!”“Jiwa Vermilion tak tunduk pada kegelapan,” ucapnya, suara rendah yang bergetar oleh kemarahan yang tertahan. Namun, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, sang Kaisar yang perkasa itu benar-benar terpaku. Bukan karena takut pada ancaman, tapi karena takut satu kesalahan akan merenggut nyawa Cailin.Suara langkah mendekat. Batu berderak. Guan, da

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    100 - Neraka

    Benteng Klan Naga Hitam telah berubah menjadi neraka. Batu-batu pecah. Dinding runtuh. Udara berbau darah dan abu. Shangkara berdiri di tengah kobaran api. Sayap Vermilion membentang di punggungnya, membuat langit menyala merah. Setiap langkahnya meninggalkan bara. Prajurit yang mencoba mendekat tak sempat menjerit, mereka terbakar jadi debu sebelum pedangnya terangkat.Gelombang api Vermilion raksasa menghantam formasi perlindungan benteng utama. Suara benturan energi itu memekakkan telinga, menciptakan gempa di seluruh gunung. Ribuan prajurit Klan Naga Hitam yang berada di luar benteng hancur lebur menjadi abu hanya karena panas api Vermilion sang kaisar.Shangkara terus berjalan melempar bola api vermilion tanpa henti. Napasnya berat, bukan karena kelelahan, tetapi karena usaha ia menahan diri. Setiap detik ia menahan energi yang mendesak keluar dari dalam dadanya. Karena Cailin masih di dalam.Pemimpin Klan Naga Hitam menggeram dari ruang komandonya. “Sialan! Kekuatan itu! Dia tid

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    99 - Pembakaran

    Malam pekat menyelimuti kaki gunung Naga Hitam. Shangkara berdiri sendirian, matanya terpejam. Fokus mengumpulkan energi vermilionnya.“Cailin … tunggu sebentar lagi. Bertahanlah,” gumannya.Ia membuka mata. Matanya yang vermilion menyala terang. Sayap vermilion muncul dari punggungnya. Dalam sekejap ia melesat menuju markas klan naga hitam. “Mari kita bermain api.”Kedua tangannya terangkat. Bola api vermilion raksasa terbentuk di atas tangannya, menerangi seluruh langit di atas markas.“Biar mereka tahu,” suaranya dalam dan berat, “apa artinya menantang Kaisar Vermilion.”Ia melempar bola api itu ke gerbang utama. Suara ledakannya memekakkan telinga. Namun, di bal

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    98 - Kedatangan

    Di ruang penjara batu Klan Naga Hitam, Cailin menggigil. Borgol spiritual di pergelangannya terus menguras energinya. Rasa sakit dari pengambilan darah kedua masih menusuk.Ia terbaring lemah di lantai batu yang dingin. Cahaya oranye dari kristal spiritual menyelinap melalui celah pintu. Napasnya tersengal. Ia mengenggam cincin giok di balik hanfunya yang bergetar lembut.“Bertahanlah, Cailin,” bisiknya hampir tanpa suara.Pintu besi berderit terbuka. Pemimpin klan naga hitam masuk lagi dengan dua pengawal. Senyum sinisnya masih menghiasi wajahnya.“Masih hidup rupanya,” ucapnya dingin. “Bagus. Tubuhmu kuat. Kita akan ambil lebih banyak darah malam ini.”Cailin mengangkat

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    97 - Murka

    Di Istana Vermilion, di ruang kerja pribadinya, Shangkara duduk di kursi besarnya. Cahaya sore yang redup menembus tirai sutra. Ia telah melepas jubah luar kekaisarannya, membiarkan dirinya menjadi Shangkara, bukan Kaisar. Guru Fen duduk di hadapannya, menatap murid yang dulu dikenal tenang, kini berubah jadi badai yang menahan diri.“Langit tampaknya tak memberi jeda bagi Kaisar,” kata Guru Fen pelan. Shangkara menatap gurunya. “Aku tak tahu apakah aku masih Kaisar, Guru. Aku hanya seorang pria yang kehilangan arah.”Ia menunduk, jemarinya menggenggam lutut. “Besok pengumuman resmi akan di umumkan ke seluruh negeri. Semuanya bersorak, katanya itu langkah politik yang bijak. Keseimbangan bagi istana. Tapi … yang kupikirkan hanya satu hal.” Suara Shangkara merendah, nyaris seperti bisikan. “Bagaimana jika dia tahu lebih dulu dari kabar yang beredar? Akankah dia mengerti bahwa ini semua sandiwara? Atau ... akankah dia membenciku? Bagaimana nanti perasaannya? Apa yang akan dia pikirkan

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    96 - Pengorbanan

    Gelap. Dingin. Sunyi.Cailin membuka mata di selnya yang lembap, tubuhnya masih terasa lemah setelah pengambilan darah pertama. Dengan susah payah, ia mencoba meraba sekeliling dinding batu, mencari celah, kelemahan apa pun yang bisa ia manfaatkan. Tangannya yang terborgol menyentuh dinding yang kasar, tapi tidak ada yang bisa memberinya harapan.Cincin giok yang ia simpan di balik hanfu bergetar lemah. Ia mengambilnya dan menggenggamnya. Ia tahu, orang-orang klan bulan mencarinya. Borgol batu spiritual di pergelangan tangannya menyerap setiap energi yang tersisa, membuatnya makin lemah dan tak berdaya. Ia mencoba memfokuskan pikirannya, menyisir setiap celah di borgol itu, mencari titik lemahnya.Namun, yang paling menyiksa bukanlah rasa lelah fisiknya, melainkan kehampaan di jiwanya. Ia memandangi gelang hitam berukir naga yang mengikatnya. Ikatan Yin-Yang nya kini terasa sunyi, dan terputus sepenuhnya.“Gelang sialan,” kutuknya dalam hati. Rasa frustrasi dan kemarahan memuncak. Sec

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status