Share

Chapter 5 -prasangka suka

Aiden menarik tengkuk Savana pelan. Bibir mereka bertemu. Tanpa memperdulikan pekikan sekitar Savana sibuk menetralisir degup jantungnya. Ini terlalu tiba-tiba, dan sedikit mengagetkan. Dan ingat, selama berpacaran dengan siapapun ia tak pernah berciuman. 

Paling jauh ya hanya pegangan tangan. Bukan masalah pemikiran kolot, hanya tak ingin saja. Buktinya ia tak menolak saat Aiden menciumnnya.

Benar, Aiden mengambil first kiss-nya. Tapi di dalam dirinya sama sekali tidak ada rasa marah. 

Aneh.

"Umhh... begitu ya? Ternyata hanya aku yang terus berharap. Maaf dan terimakasih sudah melupakan ku." Suara Arka menyadarkannya, bahkan ia sempat ingin menoleh. Tapi Aiden menahannya.

"Kau ingin melupakannya bukan?" Bisik Aiden. Savana hanya mengangguk ragu. Benar, ia ingin melupakan pria itu, tapi kenapa saat Arka mengatakan itu, rasanya berat sekali. Rasanya ia ingin berbalik dan mengatakan hal sebaliknya.

Setelah kepergian Arka, Aiden melepaskan pangutannya. Ia memberi jarak dianataranya. Dan itu yang membuat Savana sedikit linglung. Dengan sigap Aiden menahan tubuh Savana.

"Are you okay?" Tanya Aiden dengan raut khawatir. Orang-orang yang berlalu lalang menganga tak percaya, dengan apa yang mereka lihat. Aiden Faeyza sangat act of service terhadap wanita. Dan itu bukan dia sekali.

Mata mereka kembali bertubrukan. Lagi, jantung Savana kembali berdegup kencang. Kenapa ini? Kenapa dia bereaksi berlebihan. Atau hanya sebagai respect alami saja. Entahlah, Savana tak ingin memikirkannya.

Setelah sadar Savana memutuskan kontak mata mereka. "Emh... aku tak apa dan terimakasih. Ah ya... sepertinya kau bekerja disini, kau pasti tau ruangan CEO Faeyza Corp kan?" Tak bisa bertanya ke resepsionist, langsung ke pekerjanya jug tak apa bukan? 

Bodoh. Satu kata itu yang ada di dalam benaknya Aiden. Ia sungguh tak percaya bahwa gadis di depannya ini bertanya seperti itu. Bukankah artinya dia tidak mengetahui tentangnya? Eh tapi, mereka kan tidak ada hubungan apa-apa. Aiden menggeleng pelan untuk menyadarkan.

"Aku tau. Mau ku antarkan." Savana mengangguk antusias. Tak sia-sia ia datang kemari. Begitu fikirnya.

*****

Savana mengernyit bingung saat Aiden dengan lancangnga memasuki ruangan CEO, bahkan tidak mengetuk dulu. Tapi ia tak banyak protes, intinya dia harus bertemu dengan CEO Faeyza Corp ini.

Ia semakin di buat bingung saat Aiden duduk di kursi CEO itu. Matanya beralih ke arah papan nama disaan. 

'Aiden Faeyza'. 

Savana menoleh terkejut bahkan tanpa sadar kakinya mundur sedikit. 

Aiden tersenyum kecil melihat reaksi Savana. "Ekhem! Ada apa nona Valerie mencari saya?" Ujarnya dengan sangat formal.

Savana menggeleng pelan ia harus menunjukan sikap prefisionalnya. "Sebelumnnya saya minta maaf karena lancang langsung masuk ke ruangan anda begitu saja tuan Faeyza. Kedatangan saya hari ini, saya ingin mengajukan kerja sama dengan perusahaan anda yang pasti akan menguntungkan perusahaan anda juga." Dengan lugas Savana menjelaskannya.

Lalu dengan cekatan ia mengambil proposal yang di buat Ben, tapi ia juga sudah memeriksanya. 

Aiden akui cara Savana menjelaskan sangat simple dan jelas. Tapi bagi Aiden, ia sedikit tak fokus menatap wajah cantik Savana yang sedang serius. Cantiknya tuh bertambah berkali-kali lipat. Sepertinya ia tak rela jika orang lain melihat wajah serius Savana.

"... Val's Corp itu nama perusahaan kami. Seperti namanya terdengar girly sekali. Perusahaan kami bekerja dalam bidang kosmetik dan properti. Dan untuk sekarang kita sedang fokus terhadap Kosmetik, yang dimana produk-produknya berkuslitas dan di terima baik oleh public mau itu di luar dan di dalam negri." Jelas Savana ia sedikit menghirup udara untuk mengembalikan nafasnya.

"Keuntungannya untuk perusahaan saya apa? Dan kenapa memilih perusahaan saya?" Tanya Aiden dengan alis menaik satu dan tatapan tajam yang menghunus ke dalam mata lawan bicarannya.

"Keuntungannya jelas sudah terlihat dari segi manapun. Perusahaan ekspor-impor yang sudah besar begini akan terus mengaliri pemasukan dari keuntungan perusahaan saya. Pertama, semua produk Val's Corp sudah di terima baik oleh masyarakat, dan penjualan kita terus meningkat di setiap tahunnya. Dan keuntungannya dari perusahaan saya jelas keuntungan besar juga bagi perusahaan anda." Savana sedikit deg-degan karena takut salah kata dan tidak cukup menarik.

"Pasti terjadi sesuatu di perusahaan mu ya?" Tebak Aiden dengan senyum kecil yang tampak mengejek.

Savana memutar bola matanya malas, "itu tidak ada urusannya dengan kesepakatan ini Tuan Faeyza." Sengaja Savana menekan nama belakang pria itu.

"Baiklah... saya tak akan membahasnya. Saya hanya punya satu syarat untuk menandatangi kontrak itu Valerie." Kali ini Aiden dalam mode serius, ia kembali memilah-milah Syarat & ketentuan kontrak.

"Kau bisa menambahkannya Aiden." Pergerakan pria itu berhenti saat Savana berbicara santai terhadapnya. Ia tersenyum kecil, entahlah saat gadis itu menyebut namanya ada rasa bahagia di dalam dirinya.

"Boleh ku panggil Valerie? Savana terlalu panjang menurut ku." Seru Aiden. 

"Boleh saja. What the-- jangan bilang itu syaratnya?!" Hampir saja Savana berkata kasar, masalahnya ia sudah serius-serius tapi malah itu permintaannya.

"Bukan." Jawab Aiden santai. Ia kembali menatap Savana. "Sepertinya aku panggil Savana saja." Ujar Aiden lagi, Savana menatap Aiden tak percaya.

"Jadi... syarat mu itu apa? Aku bukan orang yang sabar Aiden! Terserah kau mau panggil apa?! Tolong cepat!" Kesal Savana, peduli setan mengingat bahwa Aiden itu kliennya.

Ingin sekali rasanya Aiden tertawa lebar karena melihat wajah Savana memerah menahan amarahnya. "Aku hanya ingin semua tentang kerja sama ini, kau yang mengurusnya. Mau itu hal besar atau pun kecil. Itu saja." Savana terdiam sebentar.

"Emhh... akan ku usahakan." Bukan permintaan yang sulit. Tapi satu yang menjadi pertanyaan di kepalanya. Apa pria ini menyukainya? Dari gerak-geriknya, bahkan setiap tatapannya seperti tidak biasa. Terserah mau di kata terlalu percaya diri atau gimana. Contohnya, seperti syaratnya barusan itu.

Bukankah itu mencurigakan?

Saat akan bangkit dari kursi di depan Aiden, Savana mengingat sesuatu. "Ah ya... untuk yang tadi, maaf dan terimakasih sekali lagi." Savana menatap ke arah lain karena tiba-tiba saja kejadian tadi terputar di kepalanya. Jelas itu membuatnya malu.

"Santai saja. Lagian... aku menikmatinya." 

Blush...

Wajah Savana di pastikan memerah seperti tomat. Santai sekali pria itu membicarkan hal yang jelas tidak perlu di bahas secara gamblang.

".... umh... saya permisi." 

****

"Dasar pria gila!? Mengambil kesempatan dalam kesempitan huh! Untung saja tampan!" Dumel Savana sembari melambai untuk menghentikan taxi.

Untung saja ia langsung mendapatkan taxi. Jika tidak mood-nya akan semakin hancur.

Brak.

Sopir taxi itu sedikit kaget saat Savana menutup pintunya secara kasar. Masa bodo, toh tak mungkin sampai ruksak juga.

"Sturbuck depan ya." Sopir taxi itu mengangguk lewat spion, sepertinya sopir taxinya mengerti suasana hatinya. Ia diam dan tidak banyak bertanya.

Drrrtt...

-Megan-

Melihat namanya saja membuat Savana malas menjawab panggilan tersebut. Tapi sepertinya ia juga membutuhkan orang itu. Setelah icon hijau itu tergeser terdengar suara di sebrang sana.

"Apa?" Tanya Savana malas.

'Kau dimana?' 

"Di jalan menuju Sturbuck." 

'Kirimkan alamatnya!' Pekik Megan di sebrang sana.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status