Share

5. Tidak Tahu Apapun, Sungguh!

Pintu lift terbuka, Rizal dan karyawan lain keluar menuju lobby. Gedung WterSun Group sangat tinggi dan luas, megah dari depan. Suatu kebanggaan bisa menjadi bagian dari WterSun Group. Dulu, Rizal ingin menjadi karyawan karena harus menjaga Yuno seperti janjinya. Tak disangka sekarang dia sangat bangga memiliki tanda pengenal karyawan WterSun Group yang tercantel di leher.

Fotonya terpajang dengan senyum merekah, foto yang tidak dia ganti sejak berumur 22 tahun. Dari mulai karyawan magang, lalu menjadi karyawan tetap, setelah Yuno lulus S2 dan menjadi direktur di bagian WterSun food. Afrizal langsung menjadi sekretaris pribadi.

Satu tahun kemudian Yuno menjadi presiden direktur, jabatannya pun ikut naik. Selalu di samping Yuno dan mengatasi semua masalah bersama. Terkadang juga menjadi juru bicara mewakili Yuno.

"Husna, ngapain ke sini?" Gumamnya.

Di ujung sana, dia melihat istri Yuno. Orang yang dia hormati setelah Yuno. Beberapa waktu lalu terjadi kecelakaan hingga mengakibatkan Husna keguguran. Luka Yuno kehilangan anak juga menjadi lukanya.

"Maaf Nyonya, Tuan Yuno sedang rapat di Singapur. Satu jam lagi baru kembali, apakah Nyonya mau menunggu di ruangannya?"

Rizal bertanya dengan penuh hormat, di sini banyak karyawan yang mengawasi. Meski hubungan mereka bertiga di luar WterSun Group adalah sahabat. Tetap saja harus formal ketika di kantor dan di depan orang lain.

"Sudah ashar, temani aku shalat, yuk."

Yuno memang tidak salah memilih istri, Husna sangat cantik dan berbudi baik. Wanita berhijab itu mengajaknya shalat.

Di depan kantor ada mushola, tidak lebar tapi cukup terawat dan bersih. Yuno yang mendanai pembangunannya satu tahun lalu supaya pegawai WterSun Group bisa shalat di sana dengan leluasa. Dia yang memberi saran itu.

"Kalau aku menjadi imammu nanti Yuno marah." Bisiknya.

Mendengar ucapannya, Husna tertawa. Dia mengibaskan tangan ke depan.

"Baiklah, Nyonya. Saya akan menemani anda. Mari." Rizal mengulurkan tangan ke depan. Mempersilakan.

Husna berjalan di depannya, diikuti beberapa pengawal. Pengawalan nyonya WterSun Group semakin ketat sejak keguguran. Mereka berjalan kaki menyebrang jalan menuju mushola.

"Hati-hati," ucap Rizal menjaga Husna menyebrang.

Sesampainya di mushola, pengawal perempuan membantu Husna wudhu. Tangannya masih sakit akibat kecelakaan kemarin. Rizal menjadi imam. Shalat dibagi dua kloter.

Selesai shalat Husna mengijinkan pengawal shalat juga, bersedia menunggu di depan mushola. Samping beduk. Ditemani olehnya. Bercerita banyak hal tentang masa kecil di Lampung.

"Sebentar lagi bulan puasa, ini lebaran pertamamu bareng dan keluarga Bagaskara."

"Lebaran pertama setelah menikah. Kapan kamu nikah?" tanya Husna.

"Hahaha belum nemu yang cocok."

"Aku denger dari Yuno katanya Marsha suka sama kamu."

"Ntah, dia terlalu ambisius aku tidak suka wanita kayak gitu."

"Trus kamu carinya yang kayak apa? Kalau ada kenalanku yang cocok nanti aku kenalin, biar lebaran kamu punya gandengan."

"Makasih deh makasih, tapi nggak perlu. Lebaranku pasti juga gitu-gitu aja. Nggak terlalu penting."

Tiba-tiba seorang perempuan dengan anak kecil datang, menghampiri mereka dengan wajah lelah.

"Ayah!" Anak kecil itu berlari ke Rizal, memeluk kakinya.

"Kamu siapa? Kenapa manggil saya Ayah?"

Ada wanita yang bersama anak kecil itu. Melepas sandal dan menghampiri mereka. Memakai daster bunga dan sepertinya sedang hamil tua.

"Kakak lupa sama aku?" tanya wanita itu kepada Rizal.

"Siapa ya?"

"Ya ampun, aku adik kelas kakak di UNILA. Lima tahun lalu tepat acara wisuda Kakak nginep di kosan ku. Masak lupa."

Jantung Rizal seakan berhenti berdetak melihat gadis yang dia rindukan selama ini. Wajahnya tidak ceria seperti dulu, jauh berbeda sampai dia tidak mengenalinya terlebih sedang hamil besar.

Memang tidak mungkin bagi wanita berumur 24 tahun masih single. Melihat kenyataan itu membuat dadanya terasa nyeri.

"Oh ya Hana? Ada apa tiba-tiba ke sini?"

Mulutnya terasa bodoh, seharusnya menanyakan kabar atau basa-basi. Malah bertanya langsung seperti tidak pernah dekat. Dalam hati pria berjas hitam itu merutuki dirinya sendiri.

"Huh, aku cari Kakak dari bertahun-tahun lalu. Akhirnya ketemu juga. Itu anakmu, sebentar lagi aku akan melahirkan jadi susah mengurus Cheril."

Anak? Mata Rizal melihat ke bawah. Balita perempuan itu tersenyum padanya. Memang sangat mirip. Tapi bagaimana bisa dia memiliki anak jika tidak pernah membuatnya?

Sementara itu pandangan Husna melirik tajam dan merendahkan, tidak hanya Husna namun juga semua pengawal yang ada di sana.

"Ini nggak seperti yang Nyonya pikirkan." Rizal mencoba membela diri.

Tidak ada yang percaya dengan ucapannya, tatapan penuh sumpah serapah masih mereka berikan.

"Kalau Kakak nggak percaya Cheril anak Kakak, tes aja DNA. Aku cuma nitip beberapa bulan aja kok selama melahirkan. Suamiku udah nunggu di mobil, barang-barang Cheril juga udah aku bawa semua dari Lampung."

"Tunggu tunggu ... aku memang pernah menginap di kosanmu karena tidak sengaja minum alkohol. Tapi kamu nggak bilang kalau kita gituan."

Saat itu dia memang mabuk akibat salah minum, temannya menjahili akibat dia mendapat predikat tertinggi nilai IPK dan menjadi mahasiswa paling unggul.

Dia tahu bahwa Hana menolongnya dan membawa ke kosan, merawatnya dengan baik sampai sadar. Tidak mungkin dia hilang kendali sampai berzina. Terlebih Hana tidak menolak, hal itu sangat mustahil.

"Iyalah, orang Kakak pagi-pagi langsung pergi."

"Elil kangen Ayah." Anak itu menggelayut di kakinya.

Pengawal yang tadi shalat sudah keluar, Husna menepuk bahu Afrizal. Memandang ke bawah kepada anak perempuan imut berusia sekitar 3 atau 4 tahun. Lalu beralih ke tersenyum kepada Hana.

"Ck ck ck. Aku duluan, permisi." Ucap Husna.

"Ini sungguh tidak seperti yang anda bayangkan, Nyonya." Teriak Rizal.

Husna tidak peduli, pergi menuruni anak tangga dan memakai sepatu. Bersama pengawal keluar dari area mushola.

Tas ransel ditaruh Hana, melihat ke arah pria yang tidak mengakui anaknya.

"Aku sungguh hanya akan menitipkan sampai melahirkan, kalau Kakak tidak mau mengakui Cheril sebagai anak. Tolong jaga dia sebagai anak dari teman Kakak di masa lalu sampai lebaran nanti.

"Cheril sangat merindukan ayahnya, hanya lebaran ini. Tolong habiskan waktu bersama Cheril. Setelah itu kalau Kakak tidak ingin melihat kami lagi. Aku siap tidak akan muncul sedikitpun di hadapan kakak lagi."

"Bukan gitu, Hana. Kalau memang Cheril anakku. Kenapa kamu tidak memberitahu dari dulu? Kamu tahu sifatku, aku pasti akan bertanggung jawab."

Air mata Hana menetes begitu saja, wajahnya melihat ke samping. Menghapus air matanya yang jatuh tiba-tiba. Padahal dari tadi dia terlihat sangat kuat.

Lalu kedua tangannya memegang telinga Cheril, menutup supaya anak itu tidak mendengar percakapan mereka.

"Aku sudah mencoba mencari Kakak, tapi Jakarta itu luas. Aku tidak punya biaya untuk mencari pria yang memperkosaku lalu pergi begitu saja."

Ungkapan Hana membuatnya sangat terkejut, dia sungguh tidak bisa mengingat apa yang terjadi malam itu. Tidak menyangka sedikitpun bahwa dia telah menghamili Hana dan memiliki anak.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mbak Lina
............ sedih.... banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status