Hana sejenak terdiam, dua netra memandang tak percaya.
"Perkenalkan nama saya Syarlina."
Wanita itu mengulurkan tangannya yang tampak begitu mulus dan indah.
"Saya Hana."
"Em, saya pernah dengar Mas Langit menyebut namamu. Dulu, saat pertama kali kami bertemu. Tepatnya setelah kalian bercerai. Sebenarnya saya sudah ingin bertemu denganmu semenjak dahulu. Tapi ...."
Dia menarik napas.
"Ah, syukurlah bisa juga bertemu denganmu saat ini, di detik-detik pernikahanku dengan Mas Langit akan diadakan."
Hana menarik napas berat. Menatap Lina saat wanita itu menyerahkan sebuah undangan berwarna keemasan.
Hana mencoba melirik cover depan dan bisa membaca dua buah nama yang bersanding dengan tulisan diukir begitu indah.
Syarlina Hermawan dan Langit Gagah Perkasa.
Jadi mereka akan segera menikah?
Hana membatin. Meski semenjak pertama kali mengangkat kaki dari Kota Jakarta ia sudah sangat mempersiapkan diri akan kenyataan ini. Tapi, entah kenapa saat sudah benar-benar dihadapkan pada kenyataan, hatinya tetap saja merasa sakit.
"Jangan cuma dilirik, ambil aja. Ini buat kamu dan sikecil. Semoga bisa hadir di acara pernikahan kami ya."
Hana meraih undangan tersebut lalu mengangguk.
"Jikapun kami tidak bisa hadir, saya tetap akan mendoakan pernikahan ini supaya bisa langgeng sampai tua."
"Aammiin makasih ya doanya. Setelah sempat berpisah karena tak cinta, mudah-mudahan pernikahan kedua saya dengan Mas Langit bisa bertahan seumur hidup. Apalagi kami menikah atas dasar saling mencinta, jadi kekuatannya bisa lebih kuat dari apapun."
Hana hanya bergeming. Merasa tersenggol dengan ucapan Lina.
"Saya nggak tahu apa penyebab perceraian yang terjadi antara kamu dan Mas Langit. Tapi saya cuma berharap bisa membina hubungan baik denganmu dan Syaina. Apa kamu keberatan?"
Sungguh dusta apa yang kamu katakan. Mungkin kamu belum tahu jika aku sudah mendengar semuanya dari Bi Ina. Yasudahlah, toh maling mana pernah mau mengaku maling.
"Iya Mbak. Tentu saja saya tidak keberatan, tapi saya mohon jangan ada dusta diantara."
Lina terkekeh.
"Oya, Syaina kemana?" tanyanya menghetikan tawa.
"Sudah pergi sekolah."
"Saya pikir ada, mau sekalian bertemu dan kenalan."
"Mungkin belum waktunya, semoga ada lain kesempatan."
"Iya. Yasudah saya pamit, ya. Terima kasih untuk waktunya."
Hana memerhati wanita itu menghilang dari pandangan. Sejenak dadanya terasa sesak. Ia kembali terngiang perkataan Lina barusan.
Berpisah karena tak cinta, penyebab yang sama hingga Langit menceraikannya. Miris.
Begitu mudahnya manusia memilih bercerai hanya karena tidak cinta. Jujur, seandainya dahulu Langit tidak bersikeras sampai membawa perceraian mereka ke pengadilan, Hana lebih memilih bertahan. Meskipun sakit setelah tahu bahwa tiga tahun menikah, Langit tak pernah mencintainya.
Bahkan Syaina pun, hadir bukan karena kesengajaan. Tapi buat Hana, pernikahan bukan permainan. Yang ketika ditemukan ketidakcocokan, bisa ditinggalkan begitu saja. Atau berpaling ke lain hati. Pernikahan adalah ikatan suci yang dipersaksikan di hadapan Allah. Dia tidak akan mudah lepas begitu saja hanya karena tidak saling mencintai.
Sebab itulah sebelum menikah, setiap pasangan diberikan ilmu agama tentang berumah tangga. Betapa indah dan bahagia, sebuah pernikahan yang dibangun di atas pondasi keimanan dan kasih sayang. Diliputi semangat saling memahami dan melayani, dan dihiasi keluasan ilmu dan budi pekerti.
Pernikahan yang demikian adalah idaman dan dambaan setiap dua pasang insan. Bahtera rumah tangga yang dibinanya siap berlayar mengarungi samudera kehidupan yang demikian panjang. Terkadang berjalan mulus dan lancar tapi terkadang penuh badai dan gelombang. Namun, dengan niat dan tekad yang kuat. Mereka berhasil melewatinya dan sukses merengguk keindahan intan dan permatanya.
Itulah hakikah cinta dalam rumah tangga. Bukan seperti yang dibicarakan oleh Lina.
Bagi Hana menikah bukan soal cinta saja, tapi tanggung jawab. Ijab Qabul yang dilafalkan atas nama Allah, suatu saat akan diminta pertanggung jawabannya kembali. Perceraian memang tidak berdosa, tapi Allah membenci.
Menikah untuk saling mengenal dan mencintai. Tak mengapa tak cinta, tapi jika ada tanggung jawab dan ketakutan pada Allah, In Syaa Allah rumah tangga secara perlahan akan menemukan bahagianya sendiri. Allah pemilik cinta, Dialah yang akan menanamkan cinta pada setiap suami istri dalam membina rumah tangga mereka.
Yang memberi alasan bercerai karena tak cinta, itu adalah syaitan. Syaitan yang amat sangat senang jika melihat sepasang suami istri bercerai. Semoga Allah mengampuni dosa sekalian hambanya yang masih saja melakukan segala sesuatu sesuai keinginan hati, tanpa melihat seperti apa syariat itu mengatur.
Andai kamu dan Mas Langit bisa memahami hal itu. Tentu rumah tangga kita semua masih utuh sampai detik ini.
Lirih Hana seorang diri. Ia mendudukkan diri di atas kursi. Entah apa yang berbisik, sejenak angannya melambung ke masa satu tahun silam.
*
Masih kental diingatan, apa yang terjadi padanya saat Langit tahu ia pergi dari rumah. Tak ada niat dalam diri lelaki itu untuk memintanya kembali. Padahal jarak ke rumahnya hanya membutuhkan waktu kurang dari dua jam.
Dan masih tak terhapus jua diingatan, bagaimana setelah satu minggu ia pergi dari rumah, Hana mendapat banyak masukan dari saudara-saudara dekatnya agar kembali ke rumah itu untuk menjalani masa Iddah dengan harapan bisa rujuk. Tapi apa yang didapati, rumah Langit kosong.
Meski terasa berat, Hana tak menyerah sampai di situ. Karena tahu bahwa tak seharusnya ia pergi dari rumah dalam masa Iddah. Ia sampai menelpon Langit, siapa tahu pikiran lelaki itu kini sudah berubah. Tapi telponnya tak pernah diangkat. Padahal aktif.
Demikian keinginannya untuk bertahan, Hana sampai memilih menemui Bi Ina padahal jarak tempuh ke rumah wanita itu lebih dari enam jam. Tapi kenyataan yang ia dapat sungguh menyakitkan.
Ternyata Langit sudah memberhentikan wanita itu tiga hari setelah Hana pergi. Pada Bi Inalah dia bertanya tentang semua yang terjadi selama beliau masih bekerja di sana.
"Pagi itu Pak Langit bangun dengan wajah tak karuan, Bu. Pak Langit mencari Ibu."
"Mencari saya?"
"Iya Bu. Saya memerhatikan tapi tidak berani menjawab, karena saya juga tidak tahu malam itu Ibu pergi kemana."
"Lalu, Bi?"
"Pak Langit memanggil saya dan bertanya kemana Ibu dan Syaina pergi?"
"Bibi jawab apa?"
"Saya jujur ngomong kalau nggak tahu, Bu."
Hana menarik napas.
"Ceritakan terus, Bi."
"Pak Langit termenung sejenak. Ia seperti mengingat sesuatu. Setelah itu beliau kembali ke kamar. Keesokan harinya, saya melihat beliau pergi selama dua hari, lalu kembali ke rumah bersama seorang wanita. Tiap hari wanita itu datang ke rumah, Bu."
"Ngapain? Apa dia masuk ke kamar Mas Langit?"
"Tidak, Bu. Tapi saya sempat mendengar percakapan mereka. Wanita itu pernah merayu Bapak, tapi Bapak tetap menolak."
Hana menarik napas dalam.
"Karena penasaran, saya menguping, Bu. Ternyata dia mendesak Bapak untuk segera menceraikan Ibu. Supaya mereka bisa menikah, begitu Bu. Senenarnya saya kasihan sama Bapak, sepertinya beliau sudah termakan omongan wanita tersebut. Saya tatap mata Bapak seperti orang kehilangan ruh, Bu. Kosong begitu. Terus hidupnya juga nggak teratur semenjak Ibu nggak ada, perginya pagi, pulangnya larut malam. Nggak pernah makan di rumah padahal Bibik sudah masak masakan yang enak. Dan yang paling buat Bibi sedih, sesekali Bapak sering lupa. Beliau buka kamar non Syaina sambil manggilin nama. Sepertinya Bapak rindu Bu. Tapi ya itu wanita yang belakangan Bibi tahu bernama Syarlina selalu menjadi alasan Bapak abai pada keinginannya. Wanita itu seperti seorang penyihir yang bisa membuat Bapak lupa segalanya."
Hana tertegun sejenak. Kejujuran Bi Ina sedikit membuatnya merasa bimbang.
Dan setelah pertemuan tersebut, jujur Hana masih ingin meneruskan usahanya kembali untuk tetap bersama Langit. Ia bermaksud kembali menemui Langit, tapi surat dari pengadilan yang diajukan sang lelaki membuat semua keinginan hancur.
Tak cukup di situ luka yang ditorehkan Langit. Tahap mediasi yang diajukan pihak pengadilan berujung sia-sia, karena sang lelaki tetap pada pendiriannya semula untuk berpisah.
Hana sadar, tak ada gunanya ia merebut kembali hati Langit jika lelaki itu sudah sejauh itu bertindak. Sebab itulah ia memutuskan untuk pergi jauh tanpa memberi kabar sedikitpun pada Langit. Meski karena hal itu, Syaina harus kehilangan kasih sayang papanya. Dan pertemuan yang terjadi kemarin, jujur tak pernah ada dalam harapan Hana.
Tapi tentu saja takdir tetap akan berjalan sebagaimana kehendak Yang Maha Kuasa. Hana akan belajar lebih sabar serta berbesar hati, apalagi jika hal ini bertujuan untuk kesembuhan putri tercinta.
***
Bersambung.
Semoga jika ada yang membaca cerbung ini rumah tangganya sedang tidak baik, agar Allah senantiasa memberi jalan keluar. Dan mengukuhkan kembali rumah tangga yang sudah terbina. Jangan sampai ada perceraian, karena itu adalah solusi terakhir jika semua solusi yang ada tidak bisa menyelesaikan masalah.
Ingat selalu bahwa membangun rumah tangga bukan soal cinta, tapi tanggung jawab. Cinta akan hadir seiring kebersamaan yang terjalin setiap saat.
Terima kasih sudah membaca.
Utamakan baca Al-Quran.
Hana tak dapat duduk berlama, ingatan akan masa lalu ia simpan rapi kembali. Lalu langkahnya tertarik lebih jauh menuju rumah sakit. Pasti Mas Rezky sudah lama menungguku.*Lima belas menit perjalanan, wanita itu sampai di tempat tujuan. Sepanjang kaki melangkah lisan terus mengucap kalimat kebesaran dan kasih sayang Allah. Diantara kalimat suci tersebut, tak juga reda dari ucapan, kalimat permohonan agar Allah bermurah hati menyembuhkan buah hatinya.Wanita itu sampai di depan ruangan Rezky. Ia mengetuk pintu."Siapa?""Saya Mas, Hana.""Masuk, Han."Hana mengangguk, dia masuk dan duduk di hadapan Rezky."Apa Mas sudah lama menungguku?"Hana bertanya segan, bagaimana tidak. Saat itu adalah waktunya istirahat, semua dokter terlihat sudah meninggalkan ruangan poli mereka masing-masing. Kecuali Rezky."Sedikit lama. Bukankah kita janjiannya pagi?""Iya Mas, maaf. Tadi saya tidak diijinkan keluar sebelum mengerjakan beberapa pekerjaan.""Sudah mulai bekerja? Syaina bagaimana?""Saya su
Jika aku diberi kesempatan hidup sekali lagi, satu hal yang tak ingin kusia-siakan yaitu kesempatan untuk mencintaimu.*"Apa maksud ucapanmu, Mas?"Lina menatap dengan wajah memerah. Ia seakan sudah bisa membaca arah ucapan Langit. "Lin, aku salah karena berpikir kau lah cinta sejatiku. Tapi nyatanya, hidupku tak berarti semenjak Hana dan anakku pergi. Aku tak pernah menemukan bahagia yang aku cari ketika bersamamu. Aku minta maaf, Lin.""Kamu sudah tidak waras, Mas? Kamu pikir aku mainan, seenaknya saja kau dekati dan kau tinggalkan begitu saja? Kau lupa siapa yang datang padaku lebih dulu?""Iya, aku memang datang padamu. Tapi kau yang mengundang.""Kau mau menuduhku, Mas?""Aku tidak menuduh, memang kenyataannya seperti itu. Kau 'kan yang menyuruh Andre mengundangku ke rumahmu hari itu? Hari dimana aku menceraikan istriku?"Lina terdiam."Setelahnya berapa kali aku ragu untuk mengurus perceraianku ke pengadilan, tapi kamu! Kamu yang terus membujukku hingga aku semakin terlena dan
Langit mendapati kebisuan, Rezky tak langsung menjawab pertanyaannya."Rez, Kami masih di sana?""Hm, iya. Kamu mau aku menjawab dengan jujur?""Tentu.""Baik aku akan katakan yang sebenarnya. Sebenarnya aku sudah lama mengenal istrimu, kami satu SMA. Aku menyukainya sudah semenjak dahulu, tapi kamu tahu 'kan aku bukan tipe yang mudah menyatakan cinta. Hingga kami berpisah saat kelulusan SMA. Aku masih belum juga berani bicara tentang perasaanku. Satu bulan yang lalu, aku sangat terkejut, saat dia datang membawa seorang anak untuk berobat. Lang, Syaina anakmu adalah pasienku."Langit benar-benar terhenyak, ini adalah sebuah berita yang berhasil membuat degup jantungnya riuh berdetak."Lang, apa kamu keberatan jika suatu saat aku melamar mantan istrimu menjadi istriku?"Pertanyaan itu membuat jantung Langit tersentak kuat. Dia tak dapat berkata, terlalu berat rasanya mengikhlaskan sesuatu yang masih begitu ingin dimiliki. Sang lelaki menarik napas dalam. Ia tak mungkin menahan siapapu
Hana mencoba tersenyum untuk menetralisir kegugupan, lalu membuka suara."Ini serius?""Jawab saja dulu."Rezky kembali menjawab dengan jawaban yang sama tiap kali Hana melempar pertanyaan."Jika memang pertanyaan yang di sana itu benar adanya, dari hati Mas Rezky yang terdalam, saya akan menjawab dengan serius."Rezky tampak menatap Hana."Saya belum bisa menerima lamaran siapapun untuk saat ini, Mas."Suasana seketika tegang. Rezky menarik napas."Jika tidak untuk saat ini?""Maksud, Mas?""Saya tidak memaksa agar kamu memberi jawabannya hari ini. Tapi besok, satu minggu ke depan, satu bulan atau bahkan satu tahun? Apa kamu sudah akan punya jawaban atas pertanyaan ini?"Hana tercenung sejenak, ia tak percaya jika Rezky terlihat begitu serius dengan lamarannya. Bahkan ia bersedia menunggu untuk setahun."Kenapa harus saya? Saya ini seorang janda, sementara Mas menikah saja belum. Mas Rezky punya karir yang bagus, wajah yang rupawan, sebaiknya Mas melamar seseorang dari kalangan Mas s
Hana tersenyum menatap pemberian dari lelaki di hadapannya, sebuah pemandangan yang membuat Langit di kejauhan sana seolah kehilangan kekuatan untuk bertahan.Terlebih saat tangan mantan istrinya itu terulur untuk mengambil cincin yang diberikan Rezky. Ah, bukan itu saja yang membuat hati Langit semakin teriris, Syaina, buah hatinya bersorak bahagia melihat pemandangan itu. Bocah tersebut bahkan kini sudah berada dalam gendongan sahabat lamanya tersebut.Semua sudah berakhir, apakah ini pertanda agar aku mengubur rapat keingian untuk rujuk?"Papa ...."Suara panggilan Syaina membuyarkan pikiran Langit. Ia terhenyak, dan kembali dari alam khayalan.Bocah itu berlari ke arah sang ayah. "Sayang, kamu mau kemana?"Tanpa menggubris panggilan sang ibu, Syaina terus berlari keluar pagar lalu jatuh di dalam dada bidang papanya. Langit memeluk putrinya erat."Papa kemana aja? Syaina kangen."Jemari mungil Syaina yang menempel di punggung Langit membuat lelaki itu kembali merasa bergetar."Maa
Hana menyimpan cincin itu, dengan maksud bertanya pada Langit ketika nanti lelaki itu mengantar Syaina kembali. Ia kemudian masuk ke dalam rumah dan mendapati ponselnya berdering.Hana menelisik nomor asing yang muncul di layar ponsel, meski ragu wanita itu mengangkat jua panggilan tersebut."Hallo.""Aku tak ingin berbasa basi. Kupikir kamu wanita baik-baik yang bisa dipercaya, ternyata semuanya palsu. Kamu yang memintaku untuk tidak berdusta, tapi apa? Kamu juga yang terlebih dahulu mendustaiku.""Kamu siapa? Apa maksud omonganmu?""Aku Lina, calon istri Mas Langit.""Lina? Maaf ya, saya nggak mengerti dengan apa yang kamu bicarakan tadi?"Hana bertanya sedikit kesal karena Lina menyerangnya begitu saja."Dengar ya Han, Mas Langit membatalkan pernikahan kami. Alasannya, kamu. Tiba-tiba ia merasa berdosa karena udah menceraikan kamu dan berpikir untuk memperbaikinya. Katakan apa salahku, Han? Apa aku pernah menyakitimu? Apa aku datang sebelum kau bercerai? Tidak 'kan Han? Aku tidak t
Langit meneguk sedikit kopi panas yang ia pesan tadi pada salah satu pelayan hotel, hatinya sungguh kacau. Berbagai kejadian dalam hidup mulai dari saat ia resmi menikahi Hana sampai kejadian tadi siang melintas di dalam benak.Ia sadar telah melakukan banyak kesalahan. Ia bahkan sudah menyakiti hati dua wanita sekaligus dengan segala keinginannya.Lelaki itu mengeluarkan ponsel lalu mencoba mengetik sebuah pesan.[Hana, Mas minta maaf atas semua tuduhan Lina padamu. Mas akan bicara dengannya. Dan soal perasaan Mas untukmu, Mas juga minta maaf. Karena rasa yang terlambat ini telah menyakiti hatimu kembali. Mas akan simpan rapat semua cinta itu. Mas hanya ingin kamu bahagia, karena sadar dahulu telah banyak menebar luka. Jika bersama Rezky akan membuatmu bahagia, silahkan lanjutkan. Mas cukup kamu ijinkan satu hal, tolong tetap beri kesempatan untuk bisa bertemu Syaina. Karena selain kamu, hanya Syaina yang bisa buat Mas bahagia.]Dengan hati yang perih, ia mensend pesan tersebut. Lang
Keluar dari ruangan Lina dengan perasaan tak karuan, Langit justru bertemu seorang lelaki. Lelaki yang entah kenapa seperti familiar di benaknya.Mereka saling bertatapan."Bisa bicara sebentar," tanya lelaki itu pada Langit."Anda siapa?""Saya Reno, mantan suaminya Lina."Langit terhenyak."Aku minta waktu sebentar saja, ada hal penting yang inginku bicarakan dengan Mas Langit."Meski diawali rasa ragu untuk mengiyakan, tapi entah kenapa langkah Langit terulur jua untuk mengikuti lelaki di hadapannya. Mereka duduk di kantin rumah sakit."Sudah lama saya ingin ke Jakarta terutama untuk menemui Mas Langit. Tapi selalu terkendala karena mengurus ibu kandung yang sedang sakit.""Ada perlu apa kamu ingin menemuiku."Lelaki di hadapan Langit tersenyum kecil."Maaf sebelum aku jujur tentang tujuanku menemuimu, bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan saja pada Mas Langit?""Silahkan.""Apakah Mas Langit dan Lina sudah resmi menikah?""Memangnya kenapa?"Lelaki di hadapan Langit menarik napa