Share

4. Info

last update Last Updated: 2025-09-07 13:27:58

 Dengan langkah tergesa, gadis itu keluar dari gedung kampus menuju parkiran. Matanya mengedar mencari seorang wanita berambut sebahu.

"Mana sih tuh anak?" Gumam Sila sembari matanya menyipit sebab beradu dengan raja siang.

"Woy!" Seseorang menepuk bahunya dari belakang.

Sila segera berbalik dan tersenyum lebar. Kedua tangannya menghambur merengkuh gadis itu, "Miaa!! Sumpah, lo banyak berubah!"

Netra Mia tak kalah antusiasnya, "gue kangen banget sama lo!" Mia menyugar poninya, "lagian sok artis banget sih pake ngilang segala."

Sila mengendikkan bahu, "bilang aja kalau lo nyariin gue."

"Yaiyalah," sewot Mia, "Mana pindah ga ngabarin lagi."

Mia, dia adalah gadis seumuran Sila yang sempat menjadi sahabatnya dulu. Karena Mia pernah mengikuti kelas Akselerasi, jadilah tingkat kelas gadis itu setahun diatas Sila.

Mia dan Sila bertemu saat acara pernikahan kakak Rio, mereka menjadi dekat saat Sila ikut ke Dufan bersama Rio dan para sepupunya. Ya, Mia adalah satu-satunya sepupu cewek Rio yang sangat akrab dengan Sila.

"Gimana karir lo? Denger-denger udah punya bisnis sendiri," Ujarnya setelah masuk kedalam mobil Mia.

Mia menyalakan mesin, "Masih merintis, baru juga setahun." Jawabnya, "kemana nih kita? Gue pengen sushi."

Mobil melaju sesuai intruksi Sila. Banyak yang ingin mereka bicarakan, tiga tahun adalah waktu terpisah yang sangat panjang bagi mereka.

* * *

"Jadi gimana? Udah dapet pengganti Rio?" Tembak Mia.

Urung melahap Sushi, gadis itu merotasi matanya malas, "Umur gue terlalu berharga buat bahas cinta-cintaan."

Mia tertawa lepas, "Sejak kapan si barbar jadi bijak, hah? Asli bukan lo banget."

Sila mengendikkan bahu, "Namanya juga hidup, makin dewasa makin berubah."

"Bener," Mia mengangguk, "Tapi lo masih belum dewasa, Sil. Buktinya lo lari dari masalah."

Sila berpikir sejenak, "Bukan lari dari masalah. Tapi gue mencari ketenangan."

"Terus? Kenapa ga mau balik Jakarta?" Mia tau info ini dari Brandon. Lelaki itu memohon pada Mia untuk membujuk Sila agar kembali ke ibu kota.

Mia mencium bau-bau cowok jatuh cinta tapi ga kuat LDR.

"Karena gue nyaman disini."

"No," sahut Mia, "Lo akan keinget semua masa lalu kalau balik Jakarta."

Sila bungkam membenarkan ucapan Mia.

"Dengan tetap di Surabaya itu artinya lo tetap lari dari kenyataan," Mia mulai ceramah, "Gue denger lo juga gapernah pulang ke Jakarta? Why?"

Sila menghembuskan nafas, "Mi, ini ga se simple yang lo tau."

"Tapi juga ga seribet yang lo pikir." Mia meletakkan sumpitnya, "Singkatnya, karena lo ga mau keinget sama semua kenangan pahit. Lo terpaksa pindah ke luar kota. Dan saat disini lo memutus hubungan dengan siapapun yang dekat dengan Rio untuk bisa move on. Namun nyatanya, lo ga akan pernah bisa move on kalau terus lari dari kenyataan, karena saat lo lihat dia lagi, semua kenangan itu akan ada."

"It's not easy," Wajah Sila menyendu, "Lo tau se buruk apa berakhirnya hubungan gue sama Rio. Bahkan ga cuma ngelibatin kita berdua tapi semua keluarga Mahendra. Lo ga tau se malu apa gue saat itu. Dan di waktu yang sama keluarga gue harus nerima imbas dari hubungan gue sama Rio." Sila mencoba menjelaskan, "Yang nanggung malu bukan cuma gue, tapi keluarga gue."

"Dan setelah semua itu terjadi, lo kira gue masih punya muka buat ketemu mereka lagi? Enggak, Mi!" Lanjutnya.

Mia menipiskan bibir, "Gue tau ini sulit. Rio juga bedebah banget biarin semuanya berakhir kayak gini," omel Mia, "Tapi lo ga sepenuhnya salah, Sil. Benda yang rusak kalau dibenahi akan kembali normal, tapi kalau lo biarin, benda itu akan semakin rusak dan ga akan bisa lo gunain lagi."

Sila mengulum bibir sembari mengaduk minuman.

"Coba sesekali lo balik Jakarta, lurusin hubungan sama orang tua. Coba sering-sering ke tempat yang dulu pernah jadi momen manis lo sama Rio. Jelajahi kembali semua masa lalu lo itu. Gue yakin, awalnya bakalan keinget terus, tapi lama kelamaan semua itu akan jadi biasa. Dan dengan sendirinya lo bakal lupa sama kenangan kalian."

Masih diam mendengarkan, gadis itu menatap Mia seribu arti.

"Gue ga maksa, just do what you want. Tapi gue cuma pengen lihat Sila yang bebas, Sila yang tanpa beban, gue kangen sama Sila yang dulu, yang hidup dibawah tekanan tapi ga pernah merasa tertekan," Mia menyapu lembut tangan Sila di meja, "Dulu lo sekuat itu, Sil. Jangan rapuh cuma karena cinta."

"Banyak yang pengin lo kembali, terutama gue dan Brandon."

* * *

Malam semakin gelap, bahkan Mia sudah masuk kedalam alam mimpinya sejak sejam yang lalu. Namun Sila masih sibuk menatap atap kamar kosan ditemani dengkuran halus Mia.

"Jelajahi kembali semua masa lalu lo itu."

Entah kenapa ucapan itu terus terngiang di telinga Sila.

Mungkin Mia ada benarnya, jika Sila terus lari dan bersembunyi Ia tak akan pernah menemukan zona nyaman.

Sila meraih ponselnya, melihat semua arsip di I*******m miliknya. Ibu jarinya menggulir pada foto tiga tahun lalu.

Disana ada Sila yang tertawa bersama Rio yang merengkuhnya. Ada juga foto saat Sila, Rio, Keynan, Mia dan Brandon sedang makan bersama. Belum lagi beberapa video yang menunjukkan kebersamaan mereka. Semua diwarnai tawa lepas tanpa beban.

Sila hampir lupa, kapan terakhir kali Ia bisa tertawa se bahagia itu.

Akhir-akhir ini hidupnya hanya diisi dengan kuliah dan dagang. Tidak ada hal menarik lainnya, setiap hari selalu monoton.

Berbeda dengan mahasiswa lain yang memilih menikmati masa mudanya, Sila justru sibuk berkutat dengan kesendirian.

Sila membuka salah satu video yang pernah Ia repost dari instastory Mia.

"Kita lagi di resto steak daerah Kemang nih, guys," Mia mengangkat ponselnya menunjukkan semua yang berada disisinya, "Say hi dong Keynan. Nah kalau yang ini dua pasangan terbucin taun ini, Sila dan Rio." Kamera menyorot pada Sila yang memotong steak dan Rio yang mendekatkan jarak mereka, "Gue doang yang bucin, Sila enggak." Ucapan yang dilontarkan Rio mengundang gelak tawa seisi meja.

Melihat itu Sila ikut terkekeh. Jarinya masih terus mencari kenangan mereka. Hati Sila berdesir hangat, bagaimanapun masa lalu adalah bagian dari hidup yang tak bisa di hilangkan.

Ibarat bayangan, semakin kencang kita berlari, semakin gencar Ia mengejar.

Kecuali jika kita pergi ke tempat gelap. Bayangan itu memang hilang, namun kita kehilangan arah sebab tak ada cahaya untuk berjalan.

Hidup adalah pilihan; bersemayam dalam kegelapan, atau memilih tempat yang cerah tapi jangan pernah menoleh kebelakang.

Tiba-tiba kedua lengan Mia melingkari pinggang Sila membuat gadis itu berjengit, "Lo kalo tidur banyak tingkah ya! Udah bagus juga lo nyewa hotel, ngapain pake nginep di kosan gue! Mana sempit lagi kasurnya."

Sila keluar dari kamar, berniat mengambil kasur tipis yang disediakan di salah satu bilik dalam kosan.

Setelah mendapatkan kasur itu Sila melangkah kembali ke kamar namun Ia urungkan saat ternggorokannya terasa kering.

"Udah tengah malem masih aja nyemil," Ujar Sila pada Puspita yang sibuk mengunyah roti dengan selai kacang.

"Maklum lagi skripsi, suka laper tengah malem gegara kebanyakan mikir," Kekeh gadis itu.

Sila menuangkan air lalu duduk di depan Puspita.

"Cowok yang minggu kemarin nyariin kamu jadi nyamperin ke cafe rainbow kan? Aku mau nanya lupa terus," Puspita kembali menggigit roti.

"Brandon maksud lo?" Sila menaikkan sebelah alisnya, "lagian lo lupa sama Brandon? Kenapa pas gue tanyain namanya, lo malah bilang gatau."

Brandon memang sering mengunjungi Sila di kosan, cowok itu juga sudah dikenali para penghuni kos ini.

"Brandon?" Alis Puspita tertaut, "Dia bukan Brandon, kalau Brandon mah aku inget."

"Yang nyamperin gue ke cafe rainbow itu Brandon."

"Tapi yang datang ke kosan bukan Brandon, Sil. Aku yakin." Kekeuh Puspita.

Sila mengangguk santai, "Anak kampus?"

"Bukan. Dia cowok tapi lebih tua dari aku. Badannya juga bagus banget. Dia bukan mahasiswa kampus sih kayaknya."

"Lha terus siapa? Ga ada orang lain yang nyamperin gue," Sila mulai was-was, "Emang lo bilang gue dimana?"

"Aku bilang, kamu di cafe rainbow. Cafe rainbow itu depan gedung kedokteran sebelum lampu merah," Ucap Puspita, "Aku kasih clue begitu ke dia, masa ga nyampek sih?"

Sila tersenyum paksa, "Lo pinter banget sih, Pus. Sejak kapan cafe rainbow depan gedung kedokteran? Lagian rainbow itu julukan dari anak kampus, nama cafenya itu cafe Hexaxty. Mau nyari di maps 'cafe rainbow ' juga gabakalan dapet. Dan sejak kapan depan gedung kedokteran ada lampu merah?"

Puspita mengerjap, "Jadi aku salah kasih clue ya?"

"Enggak kok, Lo bener. Beneeeer bagettt," Nih anak kapan pinternya.

Bibir kecilnya mengerucut, "Nyindir kan?! Tapi aku masih inget kok ciri orangnya."

"Coba jelasin," Sila ga yakin Puspita benar.

"Dia tinggi, ganteng, matanya warna coklat, rambutnya keriting warna coklat juga, kulitnya lebih gelap sedikit daripada Brandon, badannya keren banget," Puspita berusaha menjelaskan yang dia ingat, "Mungkin seumuran sama Brandon, karena dari gaya pakaiannya mirip Brandon, kayak orang kantor gitu."

Sila cemas, "l-lo serius?"

Puspita mengangguk mantap.

"Yakin ga salah lagi?"

"Yakin."

Sila menopang kepalanya, deskripsinya mirip Rio. Apa mungkin cowok itu Rio? Tapi ngapain dia kesini?

Sila tersentak, lantas menertawakan dirinya sendiri, "Ngarep banget ya kalau itu Rio? Laki orang, Sil. Nyebut!" Batinnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kamu Akhirku, Berbalut Komedi Romantis-Tragis   6. Gak tau menau

    Sila merogoh ponselnya yang bergetar di dalam tas, "Aku pilih yang coklat muda aja mbak. Sewa untuk seminggu, ya."Pegawai butik tersebut mengangguk dan segera mengemas kebaya pinjaman Sila."Halo!" Sila mengapit ponselnya dengan bahu sementara kedua tangannya sibuk mencari kartu debit miliknya."Lagi dimana, Sil?" Sapa Brandon di sebrang sana."Bentar, Brandon. Bentar." Sila menjauhkan ponsel dari telinga. Fokus nya kembali pada pegawai butik."Mau cash atau~""Debit aja bisa?" Sila memberikan kartunya untuk di urus.Setelah pembayaran selesai, Sila mendapatkan kebaya yang di inginkan. "Pengembalian maksimal Minggu depan di jam yang sama ya, kak."Sila mengangguk lantas kembali menempelkan gawai di telinga, "Halo, iya, Brandon. Ada apa?""Sibuk banget, ya?"Sila kembali memasukkan kartu kedalam tas, "Enggak. Cuma lagi pinjem kebaya aja buat acara wisuda. Kalian udah nyampe Surabaya belum?""Udah nih, barusan," jawab Brandon, "Gue jemput ya? Lo dimana sekarang?""Gausah, deh. Gue di A

  • Kamu Akhirku, Berbalut Komedi Romantis-Tragis   5. Selera gue tinggi

    Sejak saat itu, hubungan Mia dan Sila kembali dekat.Mereka chatting hampir setiap hari, vc hampir setiap malam, curhat masalah kerjaan, skripsi, cinta dan banyak lagi pembahasan mereka yang selalu se frekuensi.Sila meraih ponselnya yang berdering, jam segini pasti Mia yang nelpon.Nah, kan bener.Sila menerima panggilan video itu, "Hari ini kenapa, Mia?" Sila meletakkan ponselnya pada holder."Gabut," jawab Mia dengan watadosnya.Sila meraih mie instan ekstra pedas miliknya yang baru saja Ia seduh, "Perasaan lo punya Aldi, tapi nelpon gue mulu kek jomblo," gadis itu meniup mie nya yang masih panas."Aldi sibuk terus, heran gue," curhatnya, "Lo demen banget mie instan, ya. Ini nih kalau modelan kayak Rio atau Keynan tau bisa diceramahin lo. Mana pedes banget kayaknya, itu yang level lima kan?""Emangnya kenapa?" Sila menyuapkan mie nya, "Lagian ga tiap hari juga.""Ga tiap hari, tapi seminggu tiga kali. Sama aja, cintah." Jawabnya, "Kayaknya kalau kita vc an bareng sama mereka asik t

  • Kamu Akhirku, Berbalut Komedi Romantis-Tragis   4. Info

    Dengan langkah tergesa, gadis itu keluar dari gedung kampus menuju parkiran. Matanya mengedar mencari seorang wanita berambut sebahu."Mana sih tuh anak?" Gumam Sila sembari matanya menyipit sebab beradu dengan raja siang."Woy!" Seseorang menepuk bahunya dari belakang.Sila segera berbalik dan tersenyum lebar. Kedua tangannya menghambur merengkuh gadis itu, "Miaa!! Sumpah, lo banyak berubah!"Netra Mia tak kalah antusiasnya, "gue kangen banget sama lo!" Mia menyugar poninya, "lagian sok artis banget sih pake ngilang segala."Sila mengendikkan bahu, "bilang aja kalau lo nyariin gue.""Yaiyalah," sewot Mia, "Mana pindah ga ngabarin lagi."Mia, dia adalah gadis seumuran Sila yang sempat menjadi sahabatnya dulu. Karena Mia pernah mengikuti kelas Akselerasi, jadilah tingkat kelas gadis itu setahun diatas Sila.Mia dan Sila bertemu saat acara pernikahan kakak Rio, mereka menjadi dekat saat Sila ikut ke Dufan bersama Rio dan para sepupunya. Ya, Mia adalah satu-satunya sepupu cewek Rio yang

  • Kamu Akhirku, Berbalut Komedi Romantis-Tragis   3.Anak

    Terhitung sejak enam bulan terakhir, Rio gencar mencari Sila, dimana gadis itu berada, berapa nomor telfonnya dan sudah sampai mana kuliahnya.Setelah lama mencari, Ia pun mendapatkan info jika Sila tinggal di salah satu kos putri dekat kampus. Tak perlu menunda lagi, Rio segera meluncur ke Surabaya untuk kembali berbincang dengan gadis itu.Siang tadi, Rio bertamu di rumah kos bercat biru. Dirinya sempat meringis kala mengetahui Sila tinggal di tempat sempit seperti itu. Andai saja bukan karena ulah Rio, Sila pasti masih ada di Jakarta dan tinggal bersama orang tuanya.Ternyata yang dicari tidak ada di tempat, Rio malah bertemu dengan gadis berkulit putih dengan badan gempal dan mata segaris.Rio berusaha mengorek info dari gadis itu, namun tidak banyak yang Ia dapatkan."Boleh saya minta nomer hp Sila?" Ujar Rio pada gadis di depannya."Aduh, mas. Aku pernah asal ngasih nomer Sila ke salah satu mahasiswa, tapi ujung-ujungnya malah aku yang kena marah, katanya melanggar privasi," P

  • Kamu Akhirku, Berbalut Komedi Romantis-Tragis   2. Seyum

    🎼Sebutlah aku kenangan. Katakan sudah kau lupakan, tapi kau masih tetap bunyi debaran jantungku🎼Happy🕊️Reading—Skripsi di mulai, itu artinya Sila akan lebih lama berkutat dengan laptopnya dan mulai mengurangi kegiatan dagang.Ini adalah penentuan antara hidup dan mati baginya. Lulus dengan IPK 4,0 atau tidak lulus saja sekalian. Itu motto hidupnya saat ini.Sila melakukan yang terbaik. Sejauh ini dirinya tidak pernah membuat masalah bahkan sekedar bolos di mata pelajaran yang Ia ikuti. Tugas selalu dikerjakan, apapun yang dosen inginkan selalu Sila laksanakan. Sekalipun harus kayang di depan mahasiswa lain, pasti Sila jabanin. Yang penting nilai Sila selalu baik dan namanya tidak pernah tercoreng di mata dosen, siapapun itu.Selama kuliah, dirinya juga tidak pernah jatuh cinta pada dosen killer seperti di novel yang sering Ia baca. Hidupnya normal seperti mahasiswa pada umumnya.Gadis itu masuk kedalam salah satu cafe di dekat universitas. Selain makanannya serba murah, cafe ini

  • Kamu Akhirku, Berbalut Komedi Romantis-Tragis   1.Mulai

    Kota pahlawan benar-benar menjadi pahlawan untuk Sila. Tiga tahun tinggal di Surabaya mengobati Sila sepenuhnya. Rasa sakit akan kehilangan, dikhianati, tak di hargai dan tak pernah di anggap ada, kini hilang sepenuhnya.Banyak hal baru yang Ia temukan disini, mulai dari teman, makanan hingga transportasi seperti bentor yang sangat Sila sukai.Tempat ini menjadi ajang healing terbaik sepanjang hidupnya.Lapar? Sila bisa memesan tahu campur yang dibawakan kang Maman di gerobaknya setiap sore.Mau jalan-jalan? Sila bisa naik bentor kemanapun dirinya ingin pergi. Ngomong-ngomong soal bentor, bentuknya seperti becak hanya saja memakai mesin motor untuk berjalan.Cuaca Surabaya yang panas menjadi sejuk saat hembusan angin menyapu lembut wajahnya yang duduk di bentor.Bukan hanya itu, Sila juga menyukai bahasa mereka yang terkesan sopan. Kerap kali dirinya di panggil nduk oleh beberapa ibu-ibu tua disini. Tak jarang juga mereka menyapa Sila dan bercengkrama seakan Sila adalah keluarga mere

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status