Share

Menghindar

Hari ini aku memutuskan untuk tidak berangkat bekerja, seluruh badanku mengigil sejak subuh tadi, sepertinya ini efek semalaman aku tak dapat memejamkan mata, hingga ayam bu Broto-tetangga baru kami di komplek- berbunyi barulah mataku perlahan melemah dan terpejam, entah apa yang aku pikirkan, bahkan meski tugas kuliah menumpuk pun aku tidak pernah tidur sepagi ini.

"Sarapan dulu, Clara! Habis itu makan obatnya ya Sayang!" Titah mama saat masuk ke dalam kamarku membawa nampan berisi semangkuk bubur ayam, teh hangat dan juga obat pereda demam.

"Iya Ma, nanti Clara makan."

"Kamu mikirin apa sih? sampai demam begini?"

"Enggak apa-apa, Ma. Mungkin kecapean aja." aku sendiri gak tahu, apakah benar badanku yang lelah atau pikiranku yang gundah

"Mama tinggal ya, jangan lupa dimakan sarapan dan minum obatnya!" Mama berlalu keluar kamar menuju kedai kami. Seperti biasa, pagi hari kedai selalu diramaikan para ibu-ibu yang ingin berbelanja sayuran atau lauk pauk lainnya untuk disuguhkan saat sarapan.

Ting! Pertanda bunyi notifikasi

"Clara kamu kenapa gak datang ke radio?" tanya Hisyam dengan mengirim pesan di aplikasi besutan Canada ini.

"Saya sakit, Pak. Sebelumnya saya sudah dengan izin dengan Mbak Agnes dan juga Mbak Amel kalau saya tidak masuk."

Siang ini harusnya aku duet bareng mbak Amel, namun harus batal karena panas mendera tiba-tiba. Untung, aku hanya sebagai figuran jadi, ada atau tidak adanya aku tetap tidak akan merusak acara.

"Sepulang dari kantor, aku akan ke rumah kamu. Kamu mau dibawain apa, Clara?" Hisyam masih dengan pendiriannya untuk berusaha mengambil perhatianku.

"Tidak usah repot repot, Pak. Saya hanya demam biasa, besok sudah masuk kembali."

***

Aku sedikit bernapas lega, pesan terakhirku tak juga dibalas oleh Hisyam. Mungkin dia sibuk atau juga bosan terus menerus mengajakku, memberi perhatian padaku, toh aku juga tidak memintanya!

Jika dahulu, perlakuan manis lawan jenis dapat kuanggap sebagai bentuk perhatian karena pasti ingin mendapatkan putri seorang pengusaha, sekarang anggapan itu sudah tak berlaku. Bahkan aku yang harus sadar diri dan tetap fokus menata masa depan demi mama dan papa. Tak akan kubiarkan siapapun mengusik kehidupan tenang kami meski sudah berubah kondisi.

Semenjak kejadian kemarin, papa dan mama serta aku semakin mendekatkan diri pada sang Kuasa, kami menganggap ini adalah titik balik kehidupan kami, kehidupan yang membawa ketenangan, kebahagiaan walau dalam keterbatasan. Teguran manis dari sang Illahi menjadi pengingat diri bahwa setiap manusia tempatnya salah, tempatnya khilaf dan dosa. Momen yang setiap hari kami lewati menjadi cerminan bahwa hidup itu berputar, kadang di atas dan kadang di bawah. Saat di atas jangan lupa sedekah, melihat sekeliling, masih banyak yang lebih sulit dari kita, dan ketika di bawah, bukan berarti dunia sedang tidak berpihak padamu, namun ada hikmah yang ingin disampaikan, bahwa hidup harus terus berjalan. Tugas kita hanya melanjutkan rencana Tuhan dengan tetap dalam keimanan.

***

Tok...tok..tok...

"Clara, ada nak Hisyam di ruang tamu. Mau ketemu kamu. Cepetan siap-siap ya!" Suara ketukan serta informasi dari Mama membuatku terkesiap, melongo. Aku baru saja selesai membersihkan diri sehabis mencoba beraktivitas sekedar bersih-bersih rumah.

Tanpa jawaban, Aku langsung membuka kenop pintu dan melihat Hisyam duduk di ruang tamu dengan buah tangan yang pasti ia sengaja bawakan untukku.

"Bapak kenapa harus repot datang kemari?" Tanpa basa basi langsung kuutarakan pertanyaan yang sedari siang sudah terlintas.

"Clara sayang, Enggak boleh seperti itu, Nak! Hisyam datang untuk menjenguk kamu, Loh!" Pertanyaanku bukan dibalas olehnya tapi oleh Mama yang datang dari arah dapur membawa teh hangat dengan wangi melati yang lekat menuju ruang tamu di mana aku dan Hisyam kini beradu pandang.

"Enggak apa apa, Bu. Clara memang sudah meminta saya untuk tidak menjenguknya karena keadaanya sudah membaik."

Jawaban Hisyam kali ini tampak seolah ingin menyelamatkanku dari pertanyaan mama atau dijadikan sebagai umpan agar nantinya semakin banyak balas jasa yang harus kubayar padanya. Huh!

Aku tidak pernah membenci siapapun, mama dan papa selalu mengajarkanku untuk bersikap baik pada siapa saja. Karena kita tidak pernah tau, kebaikan mana yang kita tuai dengan kebaikan pula. Namun sikap Hisyam mendekatiku secara terang-terangan sedikit mengusik kehidupanku, kisah bos mengejar-ngejar karyawan cantik hanya ada di serial televisi dan novel romansa fiktik belaka, tidak akan menjadi nyata. Aku harus tau diri!

*Semoga cepat sembuh, Clara. Aku harap sakitmu hari ini bukan alasan untuk menghindar dari ajakan makan siangku." Tatapannya kini tajam menghujam jantungku. Aku merasa Hisyam sedang sakit hati, kecewa karena berulang kali ajakannya kuabaikan.

"Besok mau makan siang dimana, Pak?" Semoga pertanyaanku mengobati sedikit kecewa. Sungguh, aku tidak pernah berniat untuk membuatnya kecewa.

"Serius Clara? Apa kamu tersinggung?"

"Tidak, Pak. Silakan tentukan di mana lokasinya, saya serius."

Terlihat jelas sorot matanya kini berubah, jika tadi mendung kini berubah cerah seketika. Semoga keputusanku tidak salah dan menimbulkan masalah.

***

"Pagi Clara, Sudah sembuh?" Tanya pak Teguh-security- Love FM. Pak Teguh terkenal ramah kepada siapapun, senyum manis dengan sedikit kumis tipis selalu berhasil membuat mood berubah menjadi baik.

"Pagi juga pak Teguh. Alhamdulillah sehat, tuh..motor kesayangan juga sudah sehat." Jawabku seraya menunjuk motor matic andalan yang terparkir dengan apik. Semalam papa membawanya ke bengkel di kota. Ternyata sakitnya cukup parah, pantas saja kemarin ngambek gak bisa diajak jalan jalan lagi.

"Clara, masuk dulu pak Teguh." Sahutku kemudian sambil membungkukkan badan tanda hormat pada yang lebih tua.

***

Semua agendaku terlaksana sempurna, kendati masih merasa nyeri di persendian, aku memaksa untuk tetap berangkat bekerja, tidak enak rasanya terus berlama-lama bolos mengingat aku masih dalam masa training. Kulihat jam tangan, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Aku sudah mengiyakan ajakan Hisyam dan kali ini aku mengikuti arahannya yang ia kirim lewat pesan singkat untuk menunggu di lobi lalu kami akan pergi ke sebuah restoran pilihannya.

Kurang lebih sepuluh menit aku menunggu, nampaknya Hisyam tengah disibukkan oleh pekerjaanya sehingga ia terlambat menemuiku, wajar.. ada beberapa perubahan sistem kerja yang telah disepakati bersama oleh karyawan dan juga pihak perusahaan guna memajukan dan mensejahterakan seluruh karyawannya.

Kuputuskan ke toilet sebentar karena sejak tadi Hisyam juga belum tiba. Sesampai di toilet, aku berpapasan dengan Hisham tanpa sengaja. Kelihatannya ia baru keluar dari toilet pria mungkin sama denganku, ingin menuntaskan panggilan alam.

"Bang Hisham." Sapaku terpaku, rasanya lidahku keluh, hingga tak bisa menghasilkan kata apapun.

Dia berlalu, tanpa memperdulikan sapaanku.

"Bang Hisham, Terima kasih." sambungku

Hisham terhenti lalu menoleh sekilas dan secepat kita membuang kasar pandanganya yang sempat tertangkap oleh netraku.

"Terima kasih untuk apa? Aku enggak berbuat baik apapun." Tuturnya

Sontak ada rasa memuncak dalam dada, seketika aku ingin menanyakan apa yang terjadi. Mengapa sikapnya berubah padaku? Tak dapat kupungkiri, keisengan yang ia lakukan tempo hari nyatanya berhasil meninggalkan jejak di hati, dan kini aku kehilangan.

"Kenapa abang menghindar dariku? Apa aku berbuat salah?" Bukan menjawab pertanyaan tentang kebaikan apa yang ia beri padaku, kini aku justru berani melontarkan pertanyaan yang menyesakkan pikiran sejak tiga hari lalu.

Hisham justru berlalu, tanpa menjawab sepatah katapun, bahkan kini bayangannya tak tampak lagi oleh mataku, kepergiannya begitu cepat, sikap manisnya begitu singkat, hingga membuat kepalaku penat. Bukan mendapatkan jawaban, justru kini hatiku semakin sesak. Tidak mungkun tidak ada sesuatu, aku harus menyelesaikannya dengan caraku!!

***

Setelah momen pedih di toilet, aku membasuh wajahku dengan air sebanyak-banyaknya, berharap dengan cara ini, wajahnya tak lagi terlihat dalam bayanganku. Masih terlihat jelas bagaimana dia menatapku, tatapan sendu bercampur rindu, sama seperti hatiku yang gemuruh.

"Clara. Dari mana saja? Aku nungguin kamu dari tadi. Ayo buruan, keburu jam makan siang habis."

Perkataan Hisyam enggak pakai perhitungan. Aku yang lebih dulu menunggunya, menunggu lima sampai sepuluh menit berlalu, dan baru ditinggal bentar ke toilet, tanggapannya seolah dia telah menungguku berabad-abad! Memang menyebalkan sekali Hisyam ini. Kalau bukan karena sedang di lobi, sudah kuinjak saja kakinya sebagai bentuk ekspresi kesalku yang lebih lama menunggu.

"Kamu mau makan apa, Clara? Ada berbagai macam makanan seafood , yang paling recommended cumi saus padang dan kepiting tumpah, kamu mau?" cerocos Hisyam.

"Terserah bapak saja. Toh. bapak yang ajak saya kesini." jawabku ketus, rasanya masih kesal dengan perlakuannya tadi.

"Oke, aku pilihin, ya."

Agenda makan siang kali ini terlewati tanpa berkesan di hati. Sepanjang waktu bersama Hisyam. aku lebih banyak diam, menikmati makan siangku. Sedangkan dia terlihat sangat bahagia karena ajakannya padaku terpenuhi.

Semoga tidak ada lagi ajakan ajakan lainnya. Makan siang ini aku anggap impas.

***

Ting!

"Besok pagi aku jemput ya?" notifikasi masuk dari sebuah pesan yang aku tau siapa pengirimnya.

Kukira sudah cukup makan siang sebagai balas jasa atas kebaikannya padaku. ternyata tidak. Aku lebih memilih tak membuka pesan itu apalagi membalasnya. Meski kini sudah puluhan kali notifikasi berbunyi, aku masih tetap diam tanpa menjawab.

Kenapa sikap Hamish seketika berubah? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status